Ciuman Pertama Aruna

II-18. Jangan Menyerah



II-18. Jangan Menyerah

0"Ingat saham DM grup baru merangkak naik! Kalau terjadi sesuatu padaku, bisa di pastikan saham turun kembali dan terjadi PHK. Boleh jadi pekerjaanmu hari ini menentukan nasib orang banyak" Ancaman yang tidak masuk akal itu sering Hendra aturkan kepada Surya. Kini dia layangkan pula pada Hery     
0

Tapi Surya sangat pandai membuat premis lain sehingga dirinya bisa selamat dari ancaman yang sering dilayangkan bosnya. Surya memiliki pengetahuan di bidang bisnis, sedangkan Hery nol besar. Jadi pria itu memilih kelaparan semalam dan kulitnya merah-merah bentol karena perilaku absurd tuannya.     

.     

"Aaaaaa" teriakan gadis karena menemukan sesuatu yang geli di perutnya dan hembusan nafas yang menghangat di sudut leher belakang.      

Merasa aneh ketika dibuka selimutnya ada tangan besar yang mendekapnya.      

_Tangan siapa ini??_ teriakan itu dibalas dengan teriakan lain yang lebih keras.      

"AAAARGH.." Hendra terkejut karena Aruna berteriak.      

"Ada apa? Ada apa? Apa yang terjadi?" pria yang terbangun dari tidurnya masih linglung. Bertanya apa yang sedang terjadi pada istrinya, padahal sumber masalah yang mengakibatkan jeritan itu adalah dirinya sendiri.      

"Hendra?? bagaimana bisa kau berada di sini!" Aruna terkejut bukan main melihat laki-laki yang ikut terduduk di sampingnya.      

Lalu menyunggingkan senyum malaikat dengan malu-malu: "hehe... Aku kangen, enggak tahan ingin ketemu kamu"      

Aruna hanya tersenyum mendengar ucapannya. Hendra, seperti kucing kecil yang berharap mendapatkan jatah makan malam.      

Sekejap berikutnya, tubuh Aruna mendapat rangkulan tangan besar lalu dijatuhkan di ranjang.      

Ada senyum malu-malu yang tersuguh antara lelaki dan perempuan yang saling tertangkap pada dua bola mata masing-masing.      

Dan si pria mendekati wajah yang akhir akhir ini hanya bisa dia amati dari handphone.      

"tok tok tok!" sayang sekali, suara ketukan pintu itu menakuti dua orang di dalamnya.     

"Aruna.. bagaimana ini?!" Hendra yang panik lekas menuruni ranjang.      

"Hen.. sembunyi.. sembunyi cepat!" Aruna ikut panik bergerak cepat. Mendekati pintu dan mencoba menyetabilkan isi  otaknya.      

"Di mana kamar mandi mu? aku harus sembunyi di mana?" dia merendahkan suaranya kebingungan berlari kesana-kemari, tidak ada tempat yang terlihat bisa digunakan untuk bersembunyi.      

"rumah ini kecil tidak ada bath room di dalam kamar tidur"     

"Apa? Terus aku gimana dong??" lelaki berpostur bule itu kebingungan, otaknya seolah berhenti. Aruna mendorongnya masuk ke dalam lemari sempit.     

"nanti lemari mu bisa rusak" namun keduanya memahami tidak ada cara lain. Kolong tempat tidur pun terlalu sulit untuk menyembunyikan tubuh berpostur England.      

Hendra meringkuk di antara baju-baju istrinya yang tergantung berjajar di dalam almari sempit. Lamat-lamat dia masih bisa mendengar percakapan yang terjadi di luar.      

"Ada apa? Kenapa teriak malam-malam?" ternyata ayah Lesmana yang mengetuk pintu kamar Putri bungsunya.      

"He he.. maaf ayah tadi aku nonton film horor dan tiba-tiba hantunya muncul"     

"oh'.. apa kamu tidak bisa tidur? Perlu ayah temani?"     

"ya ampun.. Ayah.. aku bukan anak kecil. Ayah istirahat saja.. maaf aku mengganggu.." Aruna mendorong tubuh ayahnya agar bisa segera menutup pintu.      

Dan laki-laki itu pasrah berjalan pergi, Hendra mengamati dari celah kecil. Berniat segera keluar, tidak tahan meringkuk di dalam lemari sesak dan panas.     

"Em.. tunggu Aruna!" Ayah Lesmana berbalik lagi dan memegangi pintu yang akan di tutup.      

Hendra mengurungkan niatnya cepat cepat kembali ke posisi awal dan memegang erat-erat pintu almari.      

"Tadi ayah mendengar ada suara laki-laki? Masa itu suaramu?" Lesmana menyelinap mencari sesuatu di dalam kamar putrinya.      

"Ooo.. suara laki laki ya yah? Jadi waktu aku berteriak karena takut melihat film horor. Aku lempar handphonenya dan headset yang masih tersangkut di telinga terlepas. Jadi Suara teriakan laki laki berasal dari film yang aku tonton" Aruna mencari Alasan sebaik mungkin. Berharap ayahnya bisa dikelabui.     

Sebab tidak mendapatkan apa pun yang berarti Lesmana mencium kening putrinya dan beranjak pergi.      

"Lain kali jangan nonton film sampai larut, besok kamu masih kuliah" tegas Lesmana sebelum melenggang pergi.      

"Baik ayah" dan gadis ini tersenyum berupaya menenangkan ayahnya. Lalu buru buru membuka pintu lemari, pria itu keluar dengan keringat bercucuran dan suara "dok" kepalanya terbentur atap lemari.      

"Hehehe" Keduanya tertawa bersama sama.      

Dan si pria yang tertegun menatap gadis yang begitu dirindukan berdiri di hadapannya. Hendra luruh dan memeluknya erat-erat.      

"I love you.."      

"love you too.."      

Bisikan Hendra ditelinga gadis mungil ini dijawab dengan ungkapan yang sama, terasa sangat menggetarkan dada.      

"Aruna.. boleh aku merasakan bibirmu" Pewaris tunggal joyodiningrat tidak pernah minta izin terlebih dahulu, boleh jadi Dia sedang memperbaiki sikapnya terhadap perempuan yang tadi siang di buntuti, mengendap-endap memahami makna rasa bersalah.      

Aruna hanya bisa tersenyum, meraih hembusan nafas yang perlahan mendekat. Gadis ini berjinjit setinggi dia bisa.      

Lelaki biru menyadari usaha perempuan mungil di hadapannya, dia merunduk lebih dekat, perlahan semakin erat, di peluk lalu di pondong tubuh itu.      

Hendra mendapatkan ciuman sempurna dari perempuan yang dulunya sangat sulit ditaklukkan.      

.      

.     

"Bagaimana kuliahmu sayang?" Hendra membuka percakapan setelah dua anak manusia ini kembali terbaring di ranjang.     

"Baik"      

Pilu Mata biru mendengarnya, dia dianggap apa? Mengapa dia belum bisa menjadi tempat berkeluh kesah. Tiba tiba rasa ini sangat mengganggu, mata biru ingin  menjadi penting dan menjadi bagian yang terlibat di setiap ritme kehidupan istrinya.      

Dia redam rasa pilu itu dengan merapikan selimut istrinya, menemukan gadisnya meringkuk mungil di dadanya. Wajahnya tersembunyi, membuat Hendra perlu merosot ke bawah agar dia bisa tertangkap matanya.      

"Hendra?!" Aruna merasa aneh menatap pria itu berusaha keras menemukan dirinya yang sengaja menenggelamkan wajah agar tidak tertangkap mata biru.     

"Melihatmu itu mahal.. kau tak boleh lupa bagaimana caraku sampai di sini, malam ini jangan sembunyikan wajahmu"      

Aruna menuruti permintaannya, membuka diri duduk sejenak.      

"Hen.." Panggilan itu tertuang pada pria yang mendadak membenamkan diri diperutnya. Memeluk perut Aruna dan bersembunyi di sana.      

"Aku minta maaf" lirih dia bicara. Suaranya seakan-akan sedang meluapkan penyesalan mendalam.      

"Ada apa denganmu? Untuk apa minta maaf" Aruna menggerakkan jemarinya membuat sentuhan hangat pada ujung ujung sambut coklat Mahendra.      

"Aku tidak tahu ternyata selama ini aku yang egois.."     

"kamu sedang bicara apa Hendra?"      

"Aku sedang menyesal.. tidak pernah berusaha mengenalimu"      

"Sama.. aku juga baru baru ini, bisa memahamimu"     

"Aruna.." Hendra sempat mendongak sesaat. Lalu tenggelam lagi, dia bertumpu paha istrinya.      

"Jangan pernah menyerah menjadi istriku, aku akan berusaha semampuku agar kita bisa tidur bersama tiap malam" celetuk Hendra.     

Terdapat gerakan menyentil kening sang pria, Aruna menjentikkan tangannya di dahi Hendra: "Tidur bareng mulu yang ada di otakmu"     

"Hehe, semenjak jauh darimu aku harus berolahraga sampai tubuhku lelah agar bisa tidur"     

"Baguslah tubuhmu jadi sehat"     

"masalahnya aku punya fobia baru sampai sampai memindahkan kamar pribadiku di Djoyo Rizt hotel"     

"hah kenapa? Kamu fobia apa?"      

"Aku fobia bekas mu!?"     

"Hah?! Ada ada saja!"     

"Sungguh! Aku mengganti semua interior dan ketakutan masuk kamar pribadi kita di rumah induk"     

"masalah aneh kamu memang juaranya"     

"karena aku terlalu menyukaimu, bertahanlah, jangan lelah menghadapiku sampai kita bisa bersama sama lagi. Aku tidak bisa menjanjikan kebahagiaan, keselamatan, tapi aku bisa menjadikan diriku sebagai jaminannya"     

Deg deg deg     

Akhirnya jantung hati perempuan dingin ini bisa berdetak juga karena ucapan lelaki bermata biru.      

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.