Ciuman Pertama Aruna

II-26. Hanya Noda



II-26. Hanya Noda

0"HENDRA APA YANG KAU LAKUKAN!!"      
0

"PLAK!" tamparan dilayangkan Aruna pada wajah Mahendra. Perempuan ini bangkit merapikan dirinya.      

"Bajuku? mana bajuku? Aku ingin pulang!" Gadis ini marah dan berapi-api.      

"Tenanglah Aruna tenanglah!" Hendra bangkit Dari ranjang mendekati perempuan yang sedang marah besar.     

"Aku ingin pulang mana kuncinya?!" Aruna mendesak meminta pada Hendra.     

"Tidak ada yang akan pulang, ini tempat tinggalku itu artinya inilah rumahmu yang sesungguhnya" Hendra mendekat memegangi lengannya.      

"Jangan menyentuhku minggir!" gadis ini mengelak dan memukul kasar dada Hendra.      

"kau marah? Karena aku melihat bagian terdalammu atau menemukan luka bakarmu?" Gadis ini membuka matanya lebar-lebar dan mulai memerah.      

"Aku membencimu Hendra! Pergilah! atau izinkan aku pergi" mendengar gertakan bukannya pergi pria ini memeluk perempuannya.      

"Maaf.. aku hanya ingin menggantikan celanamu yang sesak agar kau tidur dengan nyaman" Hendra membiarkan tubuhnya dipukuli Aruna karena Gadis itu mengelak dan marah.      

"Pergi! Pergilah dariku!" gadis ini mulai merintih dan menangis. Bersama pelukan dari mata biru yang terus mendekat semakin erat.      

"i love you, siapa pun kamu dan bagaimanapun dirimu, aku sudah mengetahuinya jauh-jauh hari. Tak ada yang perlu kau khawatirkan. Apalagi menyuruhku mendapatkan perempuan lain hanya karena bekas luka" Kalimat yang disusun Mahendra berbaur dengan pukulan dan hantaman didadanya dari tangan kecil Aruna.      

"Hik hik hik" suara raungan kemarahan berubah jadi isak tangis dan melebur di dada sang pria. Sebuah rahasia tersembunyi paling dalam dari perempuan yang pandai menyimpan rasa dan rahasia.      

Aruna memiliki luka bakar yang dia sembunyikan rapat-rapat di bagian crotch. Luka bakar Itu tampak dalam dan tertangkap sebagai kerutan termasuk bercak  tercampur jadi satu. Tidak begitu lebar, namun kulit mulus putih menghasilkan warna kontras pada luka yang tersembunyi.     

"Tenanglah.. tenang.." Hendra mengusap rambut Aruna, memeluk dan mengecupnya berulang kali mencoba meredakan kemarahan si perempuan, kemarahan yang berasal dari kesedihannya.      

Mata biru akhirnya mengangkat tubuh Aruna dan meletakkan gadis itu di ranjang, dengan setia menenangkan gadis yang bersembunyi memeluknya. Hendra mengusap rambutnya dan mendekapnya, Hingga Dia mulai lelah untuk menangis.     

Perempuan yang tersembunyi di dada Mahendra membuat gerakan mengintip sang pria. Hendra tersenyum mendapati Aruna menatap wajahnya.      

"kau sudah tahu?"     

"Ya sebenarnya sudah cukup lama"      

"Kau masih menyukaiku dengan lukaku"      

"itu hanya sebuah noda"     

"gaun yang cantik dengan noda tidak akan ada artinya"     

"tapi istriku bukan gaun, Dia perempuan yang punya fisik dan jiwa yang terlalu indah untuk di analogikan sebagai gaun"     

"Sejak kapan kamu tahu Hendra?"     

"Sudah aku bilang sejak awal... Kau adalah perempuan pertama yang dekat dengan ku.. untuk itu aku sangat penasaran dengan mu.. Aku penasaran dengan celana dalammu haha.. (pernah mencurinya) penasaran kenapa setiap bulan kamu sakit perut haha.. (tidak tahu apa itu PMS) Dan suatu ketika, saat gadisku terpengaruh whisky aku menggantikan bajunya lalu aku penasaran pada bagian bagian tubuhnya" (ketika mandi bersama untuk pertama kali)     

"kau tidak ilfil denganku?"     

"Tidak! Itu hanya bercak, tidak akan menggangguku.. aku malah terkejut andaikan kau tidak mau aku sentuh karena hal seremeh itu"     

"benda itu aku dapatkan dengan cara tidak remeh, dan aku kebingungan memahaminya. Aku tidak ingin siapa pun tahu.. harusnya termasuk kamu Hendra"     

"Hei.." Hendra mendekati wajah Aruna dan menyibak rambutnya: "Aku adalah suamimu, setiap inci tubuhmu merupakan bagian dari hidupku. Tidak ada yang bisa disembunyikan dari ku"      

Mata biru mulai membuat ciuman di bibir Aruna: "jika kamu merasa terganggu, aku bisa cari cara mengajukan prosedur operasi terbaik untukmu.. itu pun kalau kamu menginginkannya"     

"benarkah Hendra..."     

"Tentu saja, Apa kau lupa suamimu bisa menghasilkan uang dalam waktu singkat"      

"hehe.. terima kasih" kini Aruna yang membuat kecapan di bibir Mahendra.      

"Ah.. ini sudah malam.. Ayah ku?"     

"tenanglah sayang, tidurlah yang nyenyak bersamaku.. aku sudah mengatur izinmu"      

"Benarkah..." gadis ini dibuat terkesima sekali lagi.     

"Tentu.."      

Dan Aruna meletakkan kepalanya di lengan Mahendra, memeluk dada telanjang laki-laki di hadapannya. Sama dengan cara pria itu menata selimut menutupi tubuh perempuan, ada gerakan nakal mulut kecil yang menggigit dadanya.     

"Haha" pelakunya terkekeh.      

"Aku tidak akan membalasmu, kamu butuh tidur nyenyak malam ini" mata biru hanyut memberikan dekapan dan  gerakan menenangkan menghantarkan istrinya tidur.      

***     

"di mana Aruna ayah? Aku juga tidak melihatnya di kamar?" Ananta menuruni tangga menjumpai ayahnya yang ternyata belum bisa tidur dan menghabiskan malam menonton TV di ruang tengah.     

"dia menyelesaikan tugas kelompok bersama teman-temannya, karena terlalu malam Aruna tidur di rumah Dea" pria ini membalas pertanyaan putranya sambil memasukkan beberapa camilan ke mulut.      

"Aku jadi khawatir Ayah, biar aku jemput saja sekarang"      

"sudahlah.. besok pagi dia juga akan pulang, biarkan adikmu istirahat. Oh ya kadang Ayah kasihan, kampus Aruna cukup jauh dari sini, dia minta izin pada ayah agar bisa tinggal di sekitar kampusnya"      

"Belum saatnya yah, kau tahu Mahendra begitu gigih menginginkannya. Aku tidak ingin Aruna jatuh ke tangan pria itu lagi"      

"mereka masih suami istri anantha"     

"dan aku sudah mempersiapkan pengacara agar status Aruna segera jelas"     

"bicarakan dulu dengan adikmu"     

"Apa yang perlu dibicarakan, bebas dari keluarga Djayadiningrat satu-satunya cara agar dia hidup bahagia"     

"dia pasti menuruti semua permintaan kita, tapi bukan berarti ayah ataupun kamu bisa bertindak seenaknya sendiri. Tetap perhatikan perasaan adikmu" sang ayah berdiri meninggalkan Anantha di ruang tengah sendirian.     

"Gibran akan jadi laki-laki baik untuk Aruna daripada mantan pengidap PTSD itu"      

***     

*Kecil, karena besok weekend kakak punya rencana untukmu.. pulang jangan terlalu siang. Tentara kamikaze menunggumu di rumah.      

Hendra bangkit meraih handphone Aruna lalu mendapati pesan singkat dari Anantha. Pria ini menghela nafas sejenak. Semalaman berdiam diri tanpa mampu menutup Mata.      

Hendra tahu sebuah gugatan cerai sudah diletakkan di meja kerjanya. Gadis dalam dekapannya, pasti belum tahu apa-apa. Pria ini meringkus dan mengecup keningnya.     

_apa yang sudah ku genggam, tidak akan terlepas_      

.     

.     

"Hei honey, good morning.." pria ini menyapa Aruna yang baru menuruni tanggal. Sebuah gerakan melempar masakan di atas teflon tertangkap gadisnya.      

Aruna tersenyum cerah melihat Hendra pagi-pagi sudah menyuguhkan kesibukan di pantry. Padahal dirinya sendiri baru saja bangkit dari tidur.      

Perempuan ini menatap manis satu per satu hidangan yang tersaji di hadapannya. Dia duduk santai di kursi lingkaran depan pentry, memperhatikan Mahendra yang bergerak lincah.      

Tiba-tiba Hendra membuat gerakan dari jarinya meminta dirinya lebih mendekat. Dan sebuah kecupan didaratkan di bibir Aruna. Gadis ini tersenyum mendapat perlakuan manis mata biru.      

"lihat matamu lebam semua karena kebanyakan menangis" kecupan dan usapan rambut yang diberikan Hendra dibalas senyum malu-malu putri Lesmana.      

"Hendra Aku ingin mandi, apa ada baju ganti untukku?" gadis ini menghentikan gerakan Hendra.      

"Cuci mukamu dulu, sarapan, baru mandi. makanan ini tidak akan enak di makan saat dingin" pernyataan laki-laki ini disambut gerakan mengangguk lalu menghilang sejenak dan sesaat kemudian dia kembali dalam keadaan lebih segar dan rapi.      

"aku tadi sangat berantakan dan kau diam saja" keluhan Aruna.      

"Em.. ada yang bisa aku bantu?" Aruna turut menawarkan diri.     

"tidak ada. Duduklah sebentar lagi selesai" Hendra tersenyum meletakkan beberapa barang lalu mendekati Aruna.      

"Kau harus menghabiskan semuanya agar tubuhmu berisi"      

"heh.. hehe.." perempuan ini tertawa karena ungkapan 'berisi' lawan bicaranya sarat makna. Dia memandang bagian tubuh Aruna terang-terangan.      

"baiklah berikan aku sendoknya, agar tubuhku makin berisi haha"     

Ketika perempuan ini sedang melahap makanan, ada pria yang tidak henti-hentinya memandang.      

"Kamu tidak sarapan" celetuk Aruna membangunkan Hendra.     

"Ya tentu, aku juga ikut makan" akhirnya mata biru membalik piringnya lalu meletakkan beberapa makanan di atas piring.      

Sesaat berikutnya dia berhenti lagi, menatap Aruna di sampingnya.      

"Hendra apalagi sekarang! Lanjutkan makan mu!" perempuan mungil menggertak mata biru, dia dari tadi begitu saja terus berulang-ulang.      

"Aruna boleh aku.. Em.. memandikanmu setelah ini?" Ada pria memasang wajah memelas.     

"Kau?! Ya Tuhan.. dari tadi itu isi otakmu" Aruna menggelengkan kepalanya. Sempat terkekeh mengimbangi cara Hendra yang berusaha merayunya.      

"Ayolah.. Aku ingin memandikan mu"      

"Kau.. ih.. kamu akhir-akhir ini terang-terangan sekali"     

"Mau ya.."     

"Hahaha" Aruna hanya bisa tertawa.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.