Ciuman Pertama Aruna

II-27. Body Bath (Menikah+)



II-27. Body Bath (Menikah+)

0"Ayolah.. Aku ingin memandikan mu"      
0

"Kau.. ih.. kamu akhir-akhir ini terang-terangan sekali"     

"Mau ya.."     

"Hahaha" Aruna hanya bisa tertawa.     

.     

.     

Gadis ini hanya bisa menatapnya malu-malu, berdiri berselimutkan piyama handuk. Tentu saja di dalamnya masih terikat dua penyangga lingkaran dan sebuah segitiga. Aruna menambahkannya dengan boxer Hendra yang kebesaran agar dia merasa nyaman. Luka bakarnya tidak akan tertangkap laki-laki yang baru saja datang dengan dada telanjang hanya bawahan yang memanjang hingga lutut.      

"Duduklah di sini!" Hendra memerintah sambil meletakkan kursi yang di bawa dari luar bathroom. Di letakkan tepat di bawah shower.     

Aruna duduk kikuk dan malu-malu melepas piyama handuk yang melilit tubuhnya. Pria itu langsung menangkap piyama handuk terlepas dan meletakkannya di luar ruang shower.      

"Aku suka wangi sabun ini" Hendra meletakkan dua buah botol satunya sampo dan satunya lagi sabun mandi.      

Aruna hanya bisa menelan ludahnya, merk body bath dan shampo yang di bawa Hendra berlambang Chann*l. Brand tersebut menjual benda-benda semacam ini di atas 1 juta.      

"Waktu aku perjalanan bisnis, pesawat terbang sempat delay dan aku mencoba mencari udara segar lalu menemukan dua botol ini" Hendra bicara sambil mengatur suhu shower, lalu pria itu melepas pita rambut Aruna.      

"Aku selalu memikirkannya tiap malam, kamu menggunakan body bath ini dan tidur bersamaku. Bau badanmu akan jadi canduku" dia mengguyur rintik air di atas punggung Aruna. Lalu sebuah gerakan mengambil sabun mandi  disusul mengoleskan pada punggung istrinya kemudian memberikan pijatan.       

"boleh aku melepas talinya" Hendra memainkan tali pengikat dua penyangga yang ada di depan.     

"Hen, jangan aku malu.." gadis ini menutup dirinya. Dia selalu sama, sulit sekali membuka diri. Tapi pria yang diajaknya bicara tidak peduli, dia lepas begitu saja tali itu sebagai bentuk ketidak sabarannya.      

"Sudahlah.. aku sudah pernah melihat dan aku juga sudah beberapa kali memegangnya he he" mata biru tersenyum berjalan melingkari Aruna, melihat tubuh Perempuan basah yang sedang dilanda malu. Hendra menuang sabun untuk kedua kalinya sambil tersenyum sumringah mendapati perempuan mungil berusaha keras menutup diri.      

Dia yang berdiri di belakang punggung Aruna membuat gerakan perlahan dengan jari jarinya, lebih berani menyusuri bagian depan, membelai perut lalu naik ke atas. Hendra menyingkirkan tangan Aruna yang melindungi benda berharganya. Kini benda tersebut tertangkap dan keduanya dalam dekapan tangan sang pria.      

"Hendra please! Sudah.. aauuh" gadis ini gelisah bukan main ketika pijatan itu di barengi dengan cara bibir lelakinya menjilat epidermis Pina.      

"Haaah.." ada yang mengeluh tak bisa menahan diri sebab si laki-laki lebih berani lagi, menangkap bibir Aruna dan mulai masuk lebih dalam. Mempertemukan enzim amilase keduanya, berdenyut dan sang pria seolah sedang memenuhi dahaganya.     

"Ouuuch uch.." suara keluhan Aruna berpacu dengan cara  mata biru memperlakukannya. Pria ini memutar kursi dan sekarang tubuh depan Aruna berada di hadapannya.      

Shower kembali dinyalakan dan rintik itu mengecup seluruh tubuh perempuan. Hendra turun ke bawah menyusuri leher Aruna. Sedangkan seorang gadis bermata coklat kini sudah kehilangan kemampuannya untuk mengelak. dia tampak berbeda, dulu mereka tidak saling tahu bahwa sama sama punya rasa cinta yang besar.      

Dan kini Aruna tak punya alasan maupun tenaga lagi untuk mempertahankan dirinya, sedangkan di dalam benak Hendra dia harus menggunakan segala cara termasuk yang ini untuk mendapatkan Aruna kembali. Sebenarnya mata biru menginginkan malam yang manis bersama Aruna, yang di barengi kesepakatan keduanya. Tapi hal semacam itu butuh waktu lama untuk perempuan mungilnya.      

Sedangkan Hendra dia tahu waktunya tidak panjang, berkas perceraian sudah ada di atas mejanya. Menjadikan gadis ini hamil secepat mungkin akan membuat keluarga Aruna tidak bisa melakukan apa pun lagi kecuali menyerahkan pada pelakunya, Hendra. Sedangkan Aruna sendiri tidak akan bisa mengelak ketika dirinya harus berada dalam pengaruh Hendra, bersembunyi di tempat yang aman.     

Musuh-musuh Djoyodiningrat lebih mudah dialihkan jika gadisnya mudah diatur. Mungkin saja masih menjadikan Aruna target utamanya tapi kemenangan lebih mudah di raih kalau ada bayi yang hadir sebagai pewaris berikutnya. Sebuah prediksi yang dulu dipaksakan oleh kakek Wiryo. Sekarang Hendra akan memaksakan dirinya untuk mendapatkan bayi mereka.     

Hendra telah mencapai titik paling rawan untuk membangkitkan hormon perempuan. Pria ini memberikan denyutan somatosensori dengan mulutnya di seputar dua gundukan yang menarik hati setiap laki-laki. Tiap sentuhan itu menguat maka rintihan perempuannya juga ikut terdengar.      

"Hendra.. gunakan pengaman" suara Aruna diabaikan.      

"Hen.. stop! Gunakan pengaman dulu!" ucapan itu seperti ungkapan tak bermakna, dia masih fokus dengan dirinya yang harus mendapatkan keinginannya. Menyusuri perut Aruna lalu makin berani berusaha menurunkan Aruna dari kursi, berlutut di hadapan perempuan yang kini berdiri. Perlahan dia menurunkan boxer miliknya yang terpasang di tubuh gadis itu.      

Mata biru mendapati segitiga berwarna putih menyapa dirinya, kecupan kecil sempat mendarat di atas segitiga putih sebelum akhirnya gadis ini mundur: "Gunakan pengaman atau aku tidak mau!"      

"Buat apa pengamanan?" _aku butuh bayi di dalam perutmu_ Hendra bangkit dan berjalan mendekati tubuh Aruna.      

"Aku masih ingin kuliah Hendra, usiaku baru 20 tahun. Masih banyak harapan yang ingin aku kejar" Hendra memeluk tubuh itu mengabaikan semua keluhan Aruna.      

"Tidak! Aku belum siap kalau tanpa pengaman" gadis ini mendorong tubuh Hendra sekuat dia bisa.      

Ada pria yang memejamkan matanya sesaat, ketika mata itu terbuka dan mulai menyala. Dia menatap lekat-lekat Aruna: "semakin Kau menyulitkan, semakin cepat kita akan berpisah. Satu-satunya cara agar kita bersama lagi. Jadikan aku suami sempurna dan biarkan dirimu mengandung bayi kita"     

"aku belum mau punya bayi"      

"gugatan perceraian dari keluargamu sudah berada di atas mejaku, sekarang kau mau apa? Mau mengubur perasaanmu terhadapku? Menuruti perintah keluargamu? Atau mengandung bayi kita dan kembali padaku?"     

"Jadi sejak semalam ini rencanamu" gadis ini keluar dari ruang shower, meraih piyama handuk menutupi dirinya.      

"Apa kau benar-benar ingin ke pergi dariku?! Menuruti kehendak keluargamu Aruna!" pria ini bersuara keras, diikuti tetesan air yang membasahi lantai setiap kali dia berjalan.      

"Hubungan itu terdiri dari dua kepala, kau tidak bisa memutuskan keadaannya sendiri" Aruna mengeringkan diri se kenanya. Lalu mencoba mencari baju di ruang ganti, prediksinya benar. Hendra menyimpan beberapa bajunya di tempat ini.      

"kalau kamu menginginkan hubungan antara kita terus berlanjut harusnya kita bicara baik-baik, kita cari solusi bersama, bukannya menjadi dominan dan merasa hanya kamu yang berhak memutuskan ini itu sesuai kehendakmu, Aku bukan anak buahmu Hendra" Aruna mulai mengenakan baju yang ada di hadapannya.     

"Aku Pernah menawarkan bicara baik-baik dan kau tetap meninggalkanku" suara pria ini penuh tekanan.     

"tunggu! Terakhir kali bukannya kau mengurungku di kamar mandi? Apa itu cara bicara baik-baik?" Aruna mengenakan atasan mencapai langkah terakhir dirinya menyelesaikan ganti baju. Ternyata Hendra pun juga sedang bersiap siap dengan bajunya.      

"Aku kehabisan akal waktu itu"      

"Apa sekarang kau juga kehabisan akal"      

"Lalu menurutmu bagaimana mempertahankan pernikahan ini?"     

"Yang pasti bukan dengan cara membuat perempuannya hamil, lalu mengurungnya di tempat ini"     

"kau bisa membaca pikiranku ternyata"     

"itu sebabnya Aku mencintaimu tapi aku.." perempuan ini menghentikan ucapannya, meraih tas yang kemarin dia bawa. Lalu berlari menuruni tangga.      

Ketika sampai di ujung pintu, Aruna baru sadar dia tidak bisa berbuat apa-apa. Gadis ini kembali mendekati pria yang berdiri mengamatinya: "berikan kuncinya padaku! Sudah saatnya aku pulang"     

"kau mencintaiku tapi apa?"      

"Berikan kuncinya!"     

"JAWAB ARUNA!!"      

_tidak akan tahan dengan caramu yang selalu dominan! Menjadikan diriku layaknya mainan kesukaan_ Aruna hanya bisa menggumam.     

"Aku tidak mau bertengkar, kita masih ada harapan asal kepala kita dingin"      

"sekali kau keluar dari pintu itu, Kau pasti akan menyadari. Berkas perceraian sudah sampai di pengadilan besok Senin, perlahan tapi pasti sidang perceraian akan digelar. Bagaimana cara menyikapi itu semua dengan kepala dingin Aruna, beritahu aku caranya"     

"Kita temui Ayahku sama-sama Hendra, kita sampaikan keinginan kita pada ayah"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.