Ciuman Pertama Aruna

II-30. Simpan Kata-katamu



II-30. Simpan Kata-katamu

0"seseorang? Apa seseorang yang spesial?" Rey tersenyum menuruti arah percakapan gadis di hadapannya. Pria ini cukup memikat sebenarnya, dengan rambut halusnya yang belah tengah dan jatuh menerpa kening tiap kali merunduk terlihat sempurna. Belum lagi saat matanya menyipit pria ini menyajikan senyum manis khas wajah semi oriental.      
0

"Suamiku. Dia suka simply tiffin" Aruna memperhatikan ekspresi pria di depannya ketika dengan sengaja di perdengarkan kata 'suamiku'. Nyatanya pria itu biasa saja menanggapi.      

"Jadi kamu sering masak simply tiffin untuknya?" Rey melanjutkan percakapan dengan nada santai, tidak sewajarnya laki-laki pada umumnya yang akan risi dengan ungkapan terang-terangan menyebut pria lain dalam percakapan.       

"Tidak, aku tidak bisa membuatnya. Dia yang membuatnya untukku" sekali lagi ucapan Aruna kurang menyenangkan.      

"Sepertinya dia memperlakukanmu dengan sangat baik" Ucapan laki-laki yang bernama Rey sejenak membungkam mulut Aruna. 'memperlakukan dengan baik' jelas itu bukan Hendra. Pewaris tunggal Djoyodiningrat punya emosi yang berbeda dengan kebanyakan orang normal, ketika dia sangat marah dia bisa berperilaku di luar batas wajar.     

Hendra jarang menggunakan fisik seperti memukul tapi sekali mata biru dalam titik tertentu yang membuatnya tidak nyaman dia bisa mengintimidasi hingga mencekik dan Aruna pernah jadi sasarannya.      

"Kadang" Hanya kata tersebut yang bisa di ucapkan adik bungsu Anantha. Lalu keduanya terdiam cukup lama.     

"Mohon maaf, sejujurnya aku tidak nyaman dengan situasi ini" Aruna akhirnya mengakui kekecewaannya terhadap Anantha yang sengaja mendekatkan dirinya dengan pria bernama Rey atau Gibran.      

Belum sempat Rey menjawab pernyataan Aruna, waiters restoran datang menyajikan menu pesanan mereka.      

Rey mencoba membantu waiters menggeser beberapa hidangan ke arah Aruna: "Tidak ada yang nyaman dengan hal baru, termasuk status baru... Bukan begitu"      

"Entahlah.." Aruna menjawab se-kenanya.      

"setelah selesai makan boleh aku menawarkanmu belanja, atau menonton film mungkin?" Rey menawarkan sesuatu, dalam benaknya bisa jadi itu akan membuat mereka semakin dekat dan menghilangkan sikap canggung satu sama lain.      

_ Tidak ada yang nyaman dengan hal baru_ di sisi lain pikiran gadis ini melayang-layang karena sebuah ungkapan yang dikatakan Rey. Dia merasa punya cara untuk lepas dari situasi yang sedang membelenggunya ini.      

Dulu dia tidak nyaman dengan pernikahan yang datang secara mendadak, dia bahkan tidak tertarik sedikit pun dengan laki-laki yang menjadi suaminya. Namun seiring perjalanan waktu, laki-laki bermata biru yang dulu bahkan tidak mungkin untuk dia gapai. Perlahan tunduk dan membuat hatinya luluh, lebih parah lagi laki-laki itu mampu merubah perasaannya terhadap kisah masa lalu antara dia dan sahabatnya.      

Dan kini dirinya terjebak dengan perasaan cinta yang disuguhkan oleh Hendra secara bertubi-tubi. Lalu perasaan itu mampu mengalihkan segala, termasuk membuatnya ingin mempertahankan pernikahan diujung tanduk.      

Pernikahan yang dulu rasanya membelenggunya dan membuatnya ingin berlari sejauh jauhnya.      

Ucapan dari  Rey mengingatkannya pada seseorang, laki-laki yang pasti akan datang membantunya. Pria pertama yang pandai menciptakan rasa nyaman. Mungkin Rey akan ilfil dengannya karena Aruna juga punya pria lain selain suaminya. Ide bagus untuk memanggil Damar ke sini. Hadir di antara situasi gila yang paksakan kakaknya.      

"bagaimana kalau kita menonton, tapi aku yang memilih filmnya. Dan satu lagi, aku punya janji dengan sahabatku. Boleh dia nonton film bersama kita?" Aruna buru-buru melahap makanannya. Dia menghabiskan makanan yang ada di atas piring tidak bersisa.      

"Ya! tentu saja"      

Ucapan Rey mendorongnya untuk segera membuat panggilan, Dia meminta Damar untuk menjemputnya. Tapi sebelum itu Damar diminta nonton film bareng dengannya.      

"ide yang sangat bagus" monolog Aruna membuat rencana yang bisa dikatakan sedikit berani untuk dia yang jarang berencana.      

Ketika waiters datang menghampiri mereka, Aruna buru-buru mengeluarkan card milik suaminya yang disisipkan di dompetnya kemarin. Lengkap sudah perbuatan tidak menyenangkan versi dirinya, gadis itu tersenyum di dalam hati.      

.     

"hai Damar"      

"Hai..." Damar mengerutkan keningnya melihat Aruna dibuntuti laki-laki pada langkahnya menuju tempat pemesanan tiket nonton.      

"Tidak perlu pesan. Aku sudah memesannya secara online"     

"O.. Okey, Apa filmnya?"     

"Lihat! Sesuatu yang kita sukai"      

"Gila ini baru keren!? Jangan lupa duduk di dekatku, lalu memelukku kalau ketakutan" Damar terkekeh seru sendiri, Dia paling pandai bikin ngeri siapa pun yang mendengar ucapannya dan entah kenapa kali ini Aruna dibuat senang dengan jokes sahabatnya yang masih setia mengejar-ngejar dirinya.      

Dan Rey datang belakangan membawa popcron serta minuman untuk mereka bertiga, dia tersenyum seolah memaksa Aruna untuk memperkenalkan dirinya pada Damar.      

"Damar ini Rey teman kakakku" Damar sempat melirik Aruna dengan wajah kurang menyenangkan. Sedangkan Aruna membalas dengan sebuah ekspresi  'please aku juga sedang terjebak, selamatkan aku'     

"Rey ini Damar sahabatku" Giliran Aruna memperkenalkan pada Rey.      

"Hai aku lebih dari sahabat kali.. Aku adalah pemilik segel hatimu" Seru Damar mulai ambigu. Gigi-gigi Aruna terlihat sekilas di sebab tingkah laku dan gaya bicara Damar mampu mengurai ketegangan.      

Gadis itu menyelinapkan tangannya disela lengan kiri Pemuda Padang menariknya untuk lekas masuk ke dalam. Menyusuri karpet merah menuju tempat duduk yang berjajar di ruang persegi. Aruna di apit dengan dua pria tapi hati dan pikirannya berlari di tempat lain.      

Dia tersenyum kecil mengingatkan seseorang ketakutan hingga muntah-muntah melihat film horor bersamanya. Sangat berlawanan dengan dua pria yang kini  duduk mengapitnya.      

_Hendra sedang apa ya dia? Belum menghubungiku_     

"Weh??" Aruna terkejut bukan main ada adegan dewasa terpampang di hadapannya.     

"Damar kamu masih anak-anak tutup matamu" Aruna mengayunkan telapak tangan kirinya menutupi kedua bola mata Damar. Dia berniat bercanda, hal yang biasa mereka lakukan dulu.      

"Yang benar saja! Kau itu yang polos.. dilarang melihatnya" Damar membalas dengan cara serupa.      

"Ye.. aku sudah menikah, nggak polos dong" Aruna berusaha melepaskan diri dari tangan Damar yang merengkuhnya.      

"Tapi kamu belum tersentuh hingga begitu hehe.. sama aja kali itu namanya polos"      

"Hehe sok tahu.. lepaskan aku.." Aruna terpaksa melepaskan kejahilannya menutup mata Damar sekarang dia malah yang dijerat pemuda Padang dengan kedua tangannya. Aruna mencoba mendorong lengannya.      

"Hai lepas.. sudah cukup ah" Gadis ini mulai tidak nyaman.     

"Mau bukti kalau aku bisa memprediksi kepolosanmu" Damar masih setia menutup mata dan merengkuh Aruna. Entah keberanian dari mana pemuda yang kian hari kian di abaikan ini berani mengambil keputusan di luar prediksi Aruna.     

Damar menyentuhkan bibirnya di pipi Aruna. Dan gadis ini terkejut bukan main. Sejalan dengan rasa terkejutnya seorang laki-laki disisi lain mendorong kasar tubuh Damar hingga suara benturan mengganggu penikmat film disekitar tidak bisa di hindarkan.      

"Hai jangan berkelahi di sini!" Pria dibelakang tempat duduk mereka memberi peringatan. Spontan Aruna berdiri dan berjalan cepat menyusuri tangga gelap menghilang dari ruang berkarpet merah.      

Damar ingin mengejarnya tapi Rey mencengkeram tangannya: "Aku tidak tahu siapa kamu, tapi aku rasa kau terlalu berani. Jangan tinggalkan akalmu ketika menyukai perempuan"     

"Dan kau sendiri siapa? Kamu tahu dia masih berstatus istri? Sebagai orang asing kau juga cukup berani" Dua pria ini saling melempar sindiran satu sama lain.      

"He.. kita sama-sama tahu dia akan bercerai dalam waktu dekat. Sebaiknya kita bersaing dengan cara elegan" Rey ikut berdiri.      

"Simpan kata-katamu untuk dirimu sendiri" Damar pun berdiri, pria jangkung ini berjalan lebih cepat keluar dari gedung bioskop mencari Aruna.      

.     

"Tuan" seorang asisten menunjukkan tanda panggilan di handphonenya.      

Laki-laki yang di panggil tuan sedang bercakap-cakap dengan koleganya, dia hanya melirik sekejab handphone di tangan asistennya lalu membisikkan pesan: "beri tahu dia aku akan meneleponnya nanti"     

"Oh, baik" Asisten ini mundur dan membalas panggilan Aruna.      

"Hallo nona, maaf tuan Hendra belum bisa menerima panggilan anda tapi beliau berjanji akan menghubungi anda nanti"      

"em.. oke.."     

"Tunggu! Apa ada masalah?. Mohon maaf lancang, tapi suara anda terdengar lesu"      

"Jangan cemas, nggak ada apa-apa.." Ucapan Aruna malah kian meyakinkan asisten Mahendra.     

"Mohon tunggu sebentar, saya sampaikan lagi pada tuan. Tolong jangan matikan handphonenya" Dan asisten berpakaian formal itu kembali menyusup ke dalam ruang eksklusif jamuan makan tuannya dengan para kolega.     

"Tuan istri anda sepertinya sedang menangis" bisiknya pada Hendra.      

Deg     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.