Ciuman Pertama Aruna

II-37. Batik Cafe & Lounge



II-37. Batik Cafe & Lounge

0"Damar kenapa kita berhenti?" komentar Aruna seberes Vespa antik milik si jangkung terparkir nyaman di sudut cafe dengan konsep Batik Cafe & Lounge.      
0

Jangkung tersenyum sekejap: "masuk saja, Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu. Sebentar saja, dan kau tidak akan kecewa"      

Dari caranya mendorong pintu cafe Aruna menangkap ada sesuatu yang berbeda pada diri Damar. Pria ini berhenti sejenak menatap sekali lagi gadis yang membeku di dekat motornya: "ayolah masuk"     

Gerak tubuh si jangkung yang terbalut baju putih dan jaket Aditya meminta Aruna segera melangkah menuju dirinya.     

"kenapa para waiters di sini tersenyum dan menyapamu"      

"karena gue keren, apa lagi?"     

"Tidak.. tidak.. sepertinya bukan itu?!" Aruna memperhatikan beberapa orang di sekitar dirinya.     

Bisikan lirih sempat menggetarkan gendang telinga gadis yang berjalan perlahan di belakang punggung si jangkung: "dia sudah datang?"     

"Pingin minta tanda tangan deh"     

"Ngapain juga tanda tangan, itu nggak guna! Foto lebih lumayanlah bisa di-upload di sosial media"     

Lingkaran warna coklat pada bola mata jernih tertawan oleh rasa kagum, dia menelisik ke celah-celah ornamen yang terpasang di dinding, potongan-potongan kalimat yang tidak asing terpajang dengan berbagai desain eksentrik.      

Kursi, meja, bahkan bantal sofa menyuguhkan motif batik Parang. Salah satu motif batik yang memiliki makna petuah untuk tidak pernah menyerah, ibarat ombak laut yang tak pernah berhenti bergerak. Batik Parang juga menggambarkan jalinan yang tidak pernah putus, baik dalam arti upaya untuk memperbaiki diri, upaya memperjuangkan kesejahteraan, maupun bentuk pertalian cinta termasuk keluarga.     

Yang lebih menarik lagi celah-celah dinding pada cafe ini seperti menyembunyikan sebuah harta karun, di sana di sepanjang dinding selalu ada buku-buku menempel entah itu novel,  kumpulan sajak puisi bahkan karya sastra yang kesannya sedikit berat untuk dibaca.      

Aruna berlari kecil menuju Damar, yang terlihat bercakap-cakap penuh arti dengan beberapa waiters yang berada di belakang mini kopi: "Damar.."     

Ingin rasanya dia bertanya sesuatu yang menggelitik hatinya, tapi pembicaraan yang terjadi antara Damar dan pegawai cafe tertangkap bukan sekedar basa-basi. Bahkan berkas tertata rapi seolah sedang di periksa si jangkung.      

Aruna mengukir pemahamannya sendiri, dia melirik beberapa orang di sudut-sudut cafe sedang melakukan aktivitas unik. Ada yang bicara sendiri dengan headset premium, ada juga yang sedang melakukan pemotretan dengan beberapa barang sehingga mendorong isi kepala Aruna membuat pertanyaan 'apa dia foto endorse ya?'      

Bahkan di sudut luar cafe, ada dua anak muda yang berbicara dengan kamera mereka.      

"Ada apa nona?"      

Bibir gadis itu miring sedikit, ketika bentengterbaik memanggilnya dengan nyinyiran nona. Dia mencuri kata para pengawal yang dulu sering mengelilingi nona istri tuan muda keluarga kolong merat yang sekarang kembali menjadi teman sejawat.      

"cafe ini unik ya.. minimalis, simple dan cocok banget untuk anak-anak muda"      

Ada yang tersenyum sombong mendengar suara pujian.     

"Ada apa denganmu?"     

"Ada deh!" celetukan tidak nyambung khas Damar dia lontarkan begitu saja.      

"Em.. Apa kamu tahu mereka sedang apa Damar?" tanya Aruna, cukup serius menatap kumpulan anak-anak muda menggunakan headset dan berbicara seru, riuh, namun bukan dengan orang yang duduk dekat tanpa jarak.      

"Sepertinya mereka lagi siaran di sp*on atau bikin podcast di Anchor ntar bisa didengarkan di Sport*fy for Podcast"     

"Jadi mereka semacam komunitas broadcast"     

"Iya.. broadcast, voice over, mungkin juga dumber"     

"Em.. menarik ya.."     

"Dan yang di luar itu, lagi bikin konten-konten seru YouT*be atau IG TV" jelas Damar menambahkan.     

"Asik ya.. cafe ini.."      

"Kita naik ke lantai dua yuk!" gesekan tangan Pemuda yang masih menyimpan rasa ingin mengejar alap-alap kecil pematuk hatinya, lalu hati itu diangkat terbang begitu saja dan tidak tahu kapan dikembalikan.     

Dia mencoba mencari celah di antara rasa terkagum Aruna  ke pada tempat baru yang memungut kesadarannya.      

Celah itu menghasilkan genggaman pada tangan kanan perempuan, tanpa ungkapan protes yang sering meluncur seperti panah Srikandi menghunjam dada Bisma.     

Sayang keadaan itu tidak berlangsung lama, si rona kemerahan menunjukkan kesadaran.      

"Damar, sudah aku katakan ini bukan nostalgia"     

"Aku tahu. Jemariku aja yang badung" (bandel tidak terbendung)     

"kamu itu, jangan suka amnesia kalau aku punya suami"     

Si pria melepas dengan berat hati genggaman jemarinya, dulu Aruna selalu dia tenang kan dengan sentuhan antar jari andalan. Kini bukan sekedar Srikandi yang melepas anak panah kepada Bisma. Lebih dari itu, seolah rasa di antara dua anak manusia ini bak legenda kisah cinta menyayat hati antara Nyoman Layonsari dengan Jayaprana.     

Legenda yang datang dari pulau Dewata, Jayaprana, seorang yatim piatu yang serta merta mirip dengan kondisi Damar waktu itu. Melarikan diri dari ibunya, yang membesarkannya secara single parent.      

Jayaprana dibesarkan oleh penguasa desa Kalianget. Ia jatuh cinta pada Nyoman Layonsari, cewek dari desa tetangga, Banjar, dan menikahinya. Namun, penguasa desa yang telah membesarkan Jayaprana jatuh cinta juga pada Layonsari dan berniat untuk membunuh Jayaprana untuk mendapatkan Layonsari.     

Ia membuat rencana mengirim Jayaprana beserta para tentara untuk melawan pasukan bajak laut yang katanya berada di Bali bagian barat laut. Singkat cerita, Jayaprana tewas terbunuh. Ketika penguasa desa tersebut meminta Layonsari untuk menikah dengannya, ia menolak dan memilih untuk tetap setia pada suaminya. Akhir cerita, Layonsari memilih bunuh diri.       

Sayangnya dalam dunia nyata antara Damar dan Aruna, si perempuan yang menggambarkan Layonsari terpikat dengan belenggu penguasa. Lalu dia melupakan Damar begitu saja. Yang telah setia menemani hari-harinya, kala itu mereka layaknya dua sejoli yang tak terpisahkan.     

Berlarian bersama, tertawa menangis bersama, bahkan saling mengajarkan cara menciptakan kebahagiaan. Ada Damar pasti ada Aruna yang mengomelinya setiap saat. Ada Aruna pasti ada Damar yang hobi melempar kata-kata absurd menggetarkan hati para pencuri dengar.      

"Tunggu.." Aruna berhenti pada ada anak tangga keempat, dia terenyak karena lorong Rubana [1] menyajikan kumpulan orang orang memegang buku. Seolah di bawah sana ada perpustakaan yang membuat penghuni Rubana masuk ke dalam dunia lain. Tempat tersebut tertangkap dari anak tangga yang di naiki Aruna.      

Rubanah (lakuran untuk ruang bawah tanah) dalam pengertian umum adalah ruangan di bawah permukaan tanah baik di bawah sebuah gedung atau rumah. Rubanah biasanya diperuntukkan untuk gudang namun cafe ini mengubahnya menjadi ruang baca dengan lampu kuning menghangat.      

"dulunya memang gudang" Damar memotong pengamatan Aruna.      

"Lalu kami rubahnya menjadi tempat yang senyap, tenang, sehingga penikmat bacaan dan para pembuat konten writer, penulis, semacamnya bisa memaksimalkan ruangan di bawah untuk menciptakan imajinasi mereka" Jelas Damar.      

"Keren.. ya.."      

"Siapa dulu yang punya" Damar berbisik lirih pada telinga kanan Aruna.      

"Kau? Tempat ini punyamu? Damar!"      

_Pantas saja dia tadi memeriksa sesuatu di dekat kasir_     

Aruna gesit menaiki anak tangga, mengejar si jangkung yang tak berkenan menjawab pertanyaannya.      

"Damar beritahu aku!"      

"Iya. Iya" Damar berhenti sejenak karena di gebukin Aruna.      

"Hasil dari mengamen ke sana kemari" Pekiknya menggosok-gosok bekas pukulan ringan perempuan menggemaskan.      

Baru juga Aruna tercengang melihat lantai 2. Sebuah tempat yang diperuntukkan para pengisap tembakau.      

"Woee.. Mabarnya berhenti coy!" sebuah teriakan yang tidak asing menyeruak di antara gerombolan laki-laki mengelilingi meja panjang.      

"Aduuh.. belahan jiwa gue pulang akhirnya haha" beres memalingkan wajah dari layar handphone, pemuda lain ikut celetuk seenaknya.      

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.