Ciuman Pertama Aruna

II-74. Rumah



II-74. Rumah

0"masalahnya kesalahanmu bukan sekedar memaksanya menandatangani pernikahan kontrak. Kau pernah membuatnya ingin mengakhiri hidup, Apa kamu yakin  Aruna tidak akan melakukannya lagi?" Anantha memojokkan cucu Wiryo.      
0

Keadaan makin pelik ketika ibunda Aruna yang mencuri dengar dari balik pintu seraya kembali menuju meja makan: "Apa benar kejadian seburuk itu pernah terjadi pada putriku?"      

para lelaki yang diajak bicara bunda terdiam seketika.      

"Aruna benarkah nak??  Tolong jawab bunda!? Kau pernah berniat melakukan hal seburuk itu??" bunda Aruna kini menatap Aruna dengan tatapan serius minta penjelasan.      

"kejadian itu sudah lama Bun.. bukan sesuatu yang perlu diungkit lagi" Aruna secara lambat berusaha menenangkan bundanya.      

"tidak ada yang mengizinkan kamu kembali ke tempat yang membuatmu sangat putus asa, bunda tidak akan memberimu izin" bergetar bunda Aruna mengutarakan keputusannya.      

Deg'      

Hati sepasang suami istri hancur seketika.      

"Tapi bunda, kejadian Itu sudah berlalu.. Aruna tidak akan mengulanginya lagi." Aruna berharap hati bundanya bisa lebih tenang dan luluh.     

"Apa kau yakin dirimu tidak akan di jadikan tahanan rumah lagi oleh tuan muda ini?" Ananta kembali menyudutkan cucu Wiryo.      

Dan Hendra terbungkam, sungguh Dia tidak punya kemampuan untuk mengatakan dirinya siap memberikan Aruna kebebasan walaupun telah memilih bersamanya.      

Pria ini menyadari ada mata yang menatapnya, mata berwarna coklat milik perempuan mungil. Mata itu sedang memohon, memintanya lelaki bermata biru menjawabnya. Bahwa dia bisa memenuhi segala keinginannya terutama tentang kebebasan.      

"bagiku dan bagi seluruh keluarga Djoyodiningrat keselamatan di atas segala-galanya. Apa lagi untuk Istriku, aku harus memastikan Aruna lebih aman dari diriku sendiri" jawaban Hendra seperti bom waktu bagi Aruna. Hendra ternyata belum mampu memenuhi harapannya.      

"aku bisa memberikan semua.. kembalilah pulang denganku.. akanku berikan semuanya, segala keinginanmu" (Chapter. Vol.2 Pemburu Kemenangan)     

Ingatan seorang istri yang mulai menunjukkan kerapuhan melayang melesat menangkap ucapan pria yang sempat mengatakan dia akan memenuhi segalanya. Memberikan semuanya, ternyata itu hanya-lah omong kosong semata.      

Hendra menatapnya lesu, sebuah makna bahwa dirinya belum mampu memberikan Aruna kebebasan. Dan tangan yang dipedang erat tersembunyi di bawah meja makan perlahan bergerak, berontak ingin lepas.      

Tapi laki-laki ini mencengkeramnya lebih kuat: "Aku tidak menginginkan perceraian!" Tegas Hendra pada keluarga Aruna.      

"Aruna pergilah ke kamarmu nak!" Perintah ayah Lesmana.     

"Tapi ayah!?" si bungsu tidak berkenan meninggalkan meja makan.      

"Pergilah ke kamarmu" suara sang ayah menghantarkan langkah perginya Aruna. Ada mata yang terus menatapnya, hingga gadis itu menghilang menyusuri tanggal.      

"Anantha bawa bundamu pergi dari sini!" pinta Lesmana.      

"Ayah! Apa maksu.." ungkapan ke tidak setujuan Ananta belum usai diucapkan.      

"Pergilah..! ayah butuh bicara dengan Mas Hendra, berdua saja!" Suara tegas itu akhirnya mampu mengalahkan pemuda keras kepala.      

Dan dia menyingkir membawa bunda bersama dalam dekapan tangannya.      

.     

"Aku mengerti, tidak mudah terpisah dari seorang yang telah banyak mengisi waktu dan hidup kita" Lesmana membuka percakapan.      

"Jika ayah memintaku meninggalkan Aruna, permintaan itu tidak akan pernah terjadi" Hendra menatap mertuanya tanpa rasa canggung lagi. Dia sudah mirip singga yang sedang menahan diri untuk menerkam lawannya.      

"aku tahu kau mencintainya, tapi dia tidak mungkin bisa hidup dalam kurungan. Seperti kata kakek mu, putriku memang sudah saatnya terlepas dan kembali pulang. Apalagi kondisi saat ini sedang tidak kondusif. Lepaskan Aruna, biarkan dia kembali kuliah dan tumbuh menjadi gadis yang ceria lagi" Ayah Lesmana tampak berhati-hati menghantarkan ucapannya.     

"aku tahu, tapi aku tidak akan pernah bisa bercerai dengannya. Aku tidak bisa tanpa Aruna" Hendra bersikukuh dengan pendiriannya.      

"Aku tidak akan pernah melarang apa pun keputusan putriku, asalkan tidak ada paksaan terhadapnya. Tapi masalahnya, melihat kondisi yang sekarang ini Aku tidak yakin putriku bisa menerima kenyataan kalau dia harus terkurung lagi"     

Deg      

Deg     

Hendra terdiam seribu bahasa, bahkan dalam rapat tadi pagi di lantai D. Para pimpinan di sana menyarankan agar istrinya sementara dibiarkan berada bersama keluarganya. Itulah cara teraman kecuali gadis itu berkenan tertawan sekali lagi.      

Tiba-tiba pria ini berdiri.      

"mau ke mana?" telisik sang mertua yang mulai was-was melihat gerak-gerik Mahendra seolah sudah mencapai ambang batas kesabarannya.      

"Aku harus menemuinya!"     

"Menemui siapa?" Ayah Lesmana mulai dibuat bingung melihat lawan bicaranya berjalan cepat menatap tangga menuju kamar putrinya.      

"Apa yang akan kau lakukan pada putriku..!! Anantha!!" terpaksa Lesmana memanggil putranya. Sepertinya Mahendra yang mulai sulit diajak komunikasi  seolah sedang mengusung tindakan yang akan membahayakan Aruna.      

Kakak Aruna segera berlari menangkap Mahendra, menghentikannya menaiki tangga menuju kamar adiknya.      

Dan sang pewaris tunggal joyodiningrat sempat saling melawan, hingga si mata biru menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Menggenggam erat pergelangan tangan Ananta lalu memutar tangan itu menguncinya tanpa ampun.      

"Argh!!" Teriakan Anantha membuat seisi rumah kalut.      

"Kalian pegangi dia dan mertuaku!" tuan muda membuat perintah pada para pengawalnya, yang menyusup masuk ke dalam rumah Ayah Lesmana.      

"Oh.. ya.. Tuhaan.." ungkapan ini adalah ungkapan Ayah Lesmana yang mulai paham, tuan muda joyodiningrat kehilangan kendali. Bersama caranya bergerak-gerak ingin melepaskan diri dari cengkeraman para ajudan. Ayah menghaturkan sebuah pesan untuk putrinya di lantai 2.      

"Arunaa... kunci pintu kamarmu nak"     

"Hendra! Jika kau lakukan hal buruk pada adikku. Aku bersumpah aku akan membuat kalian benar-benar bercerai!" suara kemarahan Anantha menghambur memekikkan telinga.      

Dan gadis di dalam kamar perlahan mengintip ke luar dari pintu, nyatanya pintu itu tiba-tiba terdorong kasar oleh seseorang.      

Pria yang baru masuk kamarnya menutup dan mengunci kamar rapat-rapat.      

"Hendra.." mantra terucap dari mulut kecil menghanyutkan pendengarnya.      

"Berikan pelukanmu!"      

"Kau kenapa?"      

"aku bilang berikan pelukanmu!!" gadis ketakutan bergerak maju mendengar instruksi sang suami. Mendekap tubuh besar itu dan mulai mengelus punggungnya.      

"Aku tidak ingin bercerai denganmu! Maka dari itu, pulanglah bersamaku."      

"Tapi ini rumahku.."     

"ini bukan rumahmu! Rumah seorang istri ialah rumah di mana suaminya tinggal"     

"Aku tidak mau, jika aku ikut denganmu aku yakin aku tidak akan mungkin bisa mengikuti ujian kampus! Kau pasti akan memperlakukanku sama seperti dulu!"     

"Kau bilang kau mencintaiku kan? Sekuat apa cintamu? Mengapa kau tak bisa menjadi seperti ku.. yang rela berbuat apa saja demi orang yang aku cintai??"     

"Hen.. Tidak.. lepas.."     

.     

.     

[Ah' apa yang terjadi pada Aruna??]     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanja     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.