Ciuman Pertama Aruna

II-78. Yang Tersisa



II-78. Yang Tersisa

0Kran air wastafel masih mengalir membasahi tangan gadis yang termenung, air itu meluncur begitu saja. Sudah lebih lima menit benda cair itu melintas sia-sia, hingga pemuda yang enggan melepaskan pandangannya dengan terpaksa mengangkat kakinya meninggalkan tempat duduk nyamannya.      
0

"Hai! (menyentuh punggung Aruna) Hentikan lamunan mu, sini biar aku saja yang meneruskan!" Damar menggeser tubuh kosong Aruna dan bergegas meraih piring, gelas dan kumpulan peralatan makan yang rencananya akan di cuci oleh gadis dengan tatapan sayu meresahkan.      

Gadis ini akhirnya bangun sejenak dari lamunannya, membantu pemuda jangkung yang cekatan mencuci piring.     

Aruna membawanya satu persatu peralatan makan bersih menuju rak piring dan mulai menatanya.      

"Prank!!"      

"Ah' Aruna! Kau tak apa-apa?" buru-buru pemuda padang menghentikan aktivitasnya, bergegas meraih tangan gadis yang terbengong begitu saja ketika piring terjatuh dari pegangannya.      

"Jangan jangan! Biar aku yang membereskan, kau duduk saja" Damar menarik tangan Aruna yang berusaha meraih pecahan piring dengan tangan kosong. Parah! Begitu isi kepala Damar menangkap raut muka hilang kesadaran yang di alami Aruna.      

***     

Genggaman  tangan laki-laki dan perempuan menemani keduanya menyusuri jalan setapak menuju sebuah tempat bersemayamnya seseorang yang dirindukan salah satu dari mereka.      

Bunga yang dibawa laki-laki di letakkan dengan sempurna di tepian nisan bertuliskan nama seorang perempuan. Syakila masih memegang erat tanganku sang pria ketika gadis itu berjongkok kemudian menyimpuhkan kakinya di hadapan makam sang mama.      

"Hai mama, syakila datang lagi menemui mama.. Maaf sudah sangat lama. Papa.. aku tidak tahu kenapa dia memperlakukan syakila seperti ini. Mama bilang hidupku akan lebih baik ketika aku tinggal bersama papa.. Mama salah besar" Gadis ini berbicara seolah seseorang yang tertidur selamanya mendengar rintihan lirih gejolak di hatinya.       

"oh iya aku membawa seseorang, ingat nggak ma? dulu ketika aku masih SMA, Gesang juga sering menemaniku datang ke sini. Setelah 4 tahun dia kuliah ke luar negeri akhirnya kami berjumpa lagi." Gadis ini bercerita kembali kepada batu nisan di hadapannya.      

"Ayah membuat jalan kami semakin pelik. Dia bukan calon tunanganku apalagi calon suamiku. Tapi, kami pasti bisa bersama kan ma?.     

Aku tahu kami berdua salah. Asal Mama tahu, yang lebih salah lagi adalah orang-orang yang memaksakan kehendak kepada kami berdua. Sayangi kami ya ma.. restui kami ma.." gadis ini menghambur memeluk ke Gesang yang ikut duduk bersimpuh di sampingnya.      

Lalu sang laki-laki mengangkat tubuhnya, syakila masih sama, gadis yang belum bisa menerima kepergian sang mama. Dulu untuk pergi dari pemakaman ini, Gesang masih ingat betul dia harus menggendong adik kelasnya yang tak bisa berhenti menangis ketika mendatangi pemakaman mamanya.      

Hari ini hal yang sama terulang, Gesang merundukkan punggungnya untuk menyambut gadis yang kini tumbuh menjadi perempuan dewasa dan terlihat masih membutuhkan punggungnya.      

"Tak perlu, aku bukan anak SMA lagi." Syakila menarik tangan Gesang dan meminta pria itu memeluk punggung sang perempuan.      

"Aku ingin makan jajanan di dekat sini" celetuk syakila.      

"Seperti yang dulu sering kita lakukan?" tanya Gesang.      

"Yup! Bener banget" jawab singkat syakila disambut senyuman hangat pria yang mengusap-ngusap lengannya.      

"I love you Gesang.." Bisik sang perempuan yang selalu berharap cinta pertamanya tidak melepaskan dirinya. Gadis ini terlalu mencintai pria yang mengisi penuh memori masa SMA-nya. Mereka memiliki ikatan panjang, bahkan sempat bertahan ketika si laki-laki kuliah ke luar negeri.      

Bagi Syakila tidak ada yang bisa menggantikan Gesang. Menggantikan pria yang membuatnya terus bertahan ketika sang mama akhirnya tumbang setelah melawan penyakitnya.      

Mama syakila adalah istri muda yang kabarnya berawal dari perempuan simpanan Bagaskoro. Seperti mama Gesang yang juga istri kedua dari Rio Diningrat. Istri pertama Rio sudah meninggal dan pada pernikahan yang kedua lahirlah Gesang. Jadi Gibran dan Geraldine adalah kakak tiri Gesang dari ibu yang berbeda.      

Sayang ada kejanggalan yang yang sulit dimengerti oleh Gesang, dirinya dari awal seolah diperlakukan berbeda dibanding Gibran. Mungkin karena kakak laki-lakinya adalah pewaris pertama.      

Nyatanya bukan begitu alasan sepenuhnya, karena setelah kini gesang dewasa dia baru menyadari. Pernikahan ibu dan ayahnya tidak direstui oleh Clara atau Juliana, perempuan paling berpengaruh di keluarga Diningrat.      

Sehingga dari kecil sampai sekarang Gesang yang sesungguhnya adalah anak ceria, energik dan cerdas lebih banyak mencuri perhatian dengan melakukan berbagai macam kesalahan.     

 Dan kenakalan terfatalnya adalah ketika kekasihnya dipaksa menerima perjodohan dengan seorang CEO yang tidak lain dan tidak bukan adalah kakaknya sendiri. Gesang melarikan diri dan bersembunyi  dengan berperan sebagai ajudan Juan pada keluarga Djoyodiningrat, karena sesungguhnya kedua keluarga itu masih terikat tali persaudaraan.       

***     

Danau Umar belum pulang saat semua teman Aruna memutuskan berpamitan meninggalkan founder surat ajaib yang kini tinggal di Rooftop outlet mereka.      

Pelantun lagu rona kemerahan menggeser minuman hangat lebih dekat kepada gadis yang dari tadi duduk di pelataran tempat tinggal barunya.     

Sebuah kursi memanjang menghadap panorama atap atap rumah, menjadi tempat dia duduk dan melepaskan tatapan kosong yang masih enggan ditanggalkan.      

"Apa yang membuatmu gelisah?" tanya Damar mengangkat gelas berisikan coklat hangat diletakkan di kedua tangan Aruna.      

"Apakah dulu waktu kamu belum bisa menanggalkan rasa cintamu padaku, kau juga sehancur ini?" Aruna bicara dengan Damar tapi Damar kesulitan memahami kata-kata lawan bicaranya.     

_menanggalkan rasa cinta? Juga sehancur ini?_      

Dan perlahan laki-laki yang cintanya bertepuk sebelah tangan menyadari apa yang di suarakan oleh sang Rona kemerahan.     

"kau benar-benar mencintainya? Kau takut berpisah dengannya?" Damar tahu Aruna beberapa hari lagi harus menghadapi sidang perceraian.      

Damar sungguh tidak mengerti, kenapa dia harus seperti ini. Bukankah dulu mereka berupaya keras agar saling berjumpa dan Aruna pun ingin terlepas dari alien yang mencuri dirinya.     

Kini semua berbalik, dirinya sungguh tidak lagi memiliki tempat di hati perempuan yang masih saja konsisten menjadikannya pria bertepuk sebelah tangan.      

Gadis ini mengangguk, ada butiran air mata yang mengalir dari sudut pelupuk matanya.      

"maafkan Aku, Aku tidak tahu kalau rasanya bisa sakit ini. Sampai ingin ku hilangkan saja nafas sesak di dadaku" Dia benar-benar menangis.      

Damar mendekat dan memeluknya. Memeluk gadis yang akhirnya menaruh hatinya pada pria lain.      

"maafkan aku, sampai akhir ternyata belum bisa membalas perasaanmu. Aku tidak tahu kenapa begini"      

"Tak apa-apa Aruna.. kau sudah membuatku menjadi seseorang yang lebih dewasa. Lihatlah! (Merenggangkan pelukan) Sekarang aku sudah bisa move on dari mu. Kau pun pasti bisa move on dari nya." Dukung Damar.      

"Aku... Mencintainya.. benar benar cinta dia.. Damar, setelah semua yang terjadi akhirnya yang tersisa sekedar air mata hiks.. hiks.." gelisah mendalam Aruna.      

"Temui dia.. katakan perasaanmu padanya.." Damar melepas pelukannya dan menatap Aruna lebih dalam.      

Gadis ini sekedar menggelengkan kepala lalu dia berucap: "....."     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.