Ciuman Pertama Aruna

II-79. Monachopsis



II-79. Monachopsis

0"Temui dia.. katakan perasaanmu padanya.." Damar melepas pelukannya dan menatap Aruna lebih dalam.      
0

Gadis ini sekedar menggelengkan kepala lalu dia berucap: "Aku tidak punya cukup keberanian untuk kembali kepadanya"      

"Kenapa?" Damar turut penasaran.     

"Kehidupan Hendra sangat berbeda.."     

"Seberat apa pun yang akan ditempuh, seseorang yang terbawa pengaruh cinta biasanya akan jadi buta. Dia bisa mengorbankan apa saja. Seperti aku yang tidak tahan melihat mu bersama orang itu. Rasanya aku pernah ingin berlari dari dunia ini" Damar merasa aneh dengan pola pikir yang bersemayam di benak Aruna.      

Gadis ini benar-benar kosong melompong, menangis, sampai terlihat tak mampu mengendalikan dirinya.     

Anehnya Aruna tidak punya kegilaan untuk datang dan kembali kepada suaminya. Damar sebagai pria yang pernah merasakan bagaimana dirinya hancur karena tergila-gila, kini mempertanyakan isi hati Aruna.      

Mungkin cintanya tidak lebih kuat? Atau rasionalnya mendominasi? Pernyataan itu melayang-layang tak bisa dijawab oleh Damar sendiri.      

"Boleh aku bertanya padamu?" Damar kembali membuka suara. Dan Gadis itu mengangguk memberikan kesempatan.      

"mengapa kau memilih menggantung perasaanmu, dan belum punya keberanian untuk kembali padanya?"     

"kembali kepada Hendra seperti makan buah simalakama, aku bisa berada di dekatnya. Mendapatkan dirinya. Tapi hidupku hanya seputar menemaninya di malam hari. Selebihnya aku hanya tahanan yang terkurung di rumah besar" gadis ini terhenti sejenak menatap sahabatnya.      

"Aku ingin melanjutkan kuliahku, kau mengenal siapa aku kan, Damar?" dia kembali bertanya pada laki-laki yang duduk di sampingnya.      

"Hee... Apa kamu masih ingin mengujudkan impian mu?" pikiran Damar melayang kembali ke masa pertama kali berjumpa Aruna. Anak ini sangat bersemangat, mengatakan bahwa suatu saat dia akan keliling Indonesia menginspirasi anak-anak muda perihal siapapun berhak membangun start up.      

"mungkin iya.. tapi sebenarnya bukan melulu tentang impianku.. aku.. lebih kepada takut dengan diriku sendiri. Aku takut aku tidak sekuat yang dia pikirkan untuk bertahan mendampinginya" jawab Aruna membuat Damar mengerutkan keningnya.     

"sesulit itu menjadi pendampingnya?"      

"Entahlah.. memilihnya sama seperti meninggalkan kehidupan ku."      

"Sungguh aku tidak paham Aruna" Damar bahkan tidak mengerti bagaimana pola pikir gadis disampingnya.      

"namun, mewujudkan mimpi masih menjadi bagian yang terpenting kan?" Damar kembali memprediksi pemahamannya.      

"aku rasa tidak juga, andai mimpi satu-satunya tujuan ku, mana mungkin sekarang aku meng-cancel undangan T*DxSurabaya" jelas gadis itu.      

"APA?? KAU CANCEL??!!"      

"Hei kenapa kamu berteriak?" Aruna terkejut.      

"Yang benar saja Aruna!! Itu impianmu kau harus  hadir di sana!!" tegas Damar.      

"Kau tahu sendiri kondisi ku seberantakan ini?! Bagaimana cara ku bicara di depan publik dengan ribuan orang yang akan melihatku via online dan ratusan orang di hadapanku. Aku menyerah Damar"      

"jangan meng-cancel. Kau berangkat denganku ke Surabaya. Aku akan tampil di sana berdua bersamamu. Kita lihat space waktunya, jika kamu tidak punya banyak materi, aku akan membuka materi dengan gitarku. ini akan jadi sangat menarik mengingat aku lahir dari tempat ini. Dan kau tahu, kan?! Aku punya banyak fans bar bar"      

"Hehe.." akhirnya Aruna berkenan tersenyum.      

"Jreng.. jreng (menirukan suara gitar)" Damar menggerak-gerakkan tangannya di atas perut menirukan gaya dia ketika tampil di depan panggung.      

"Eh aku rindu kali tampil di depan panggung.. ini akan seru" kembali Dia bersuara penuh semangat.      

"Apa nggak masalah materi kita disajikan dengan cara seperti itu?" akhirnya tumbuh rasa percaya diri Aruna untuk kembali memimpikan tampil di T*DxSurabaya.     

"Coba lihat ini!" Damar mengeluarkan handphonenya.  Membuka laman resmi talks T*Dx, "lihat! Sujiwo Tejo juga membuka materinya dengan cara unik seperti ide kita"      

"Ah' iya, Benar juga" celetuk Aruna lebih dekat kepada Damar.     

Pemuda Padang memberi ruang leluasa, dia menarik tangannya yang kekar ke belakang mendekap punggung Aruna.      

"sepertinya penampilan kita bisa lebih menarik deh' daripada ini" kembali Aruna bersemangat.      

"apalagi yang datang mayoritas para mahasiswa, asal sahabatku ini menampilkan aura gantengnya mereka akan histeris" Putri Lesmana menyipitkan matanya, ditarik oleh senyuman.      

"Tentu saja, Danu Umar dan Aruna Kanya bukankah itu paket yang keren"      

"haha iya.."      

"aku akan bercerita tentang perjalananku dengan surat Ajaib. Kau bercerita tentang sepak terjang startup kita"      

"Terima kasih Damar.."      

"Terima kasih buat apa?"     

"Karena kamu selalu ada untukku. Selalu bisa membuatku menemukan diriku kembali" mata coklat menatap sahabatnya lebih lekat.      

"Bagaimana kalau kita berpelukan seperti Teletubbies"      

"ih' apaan itu.."      

"ayolah Aruna.. ini mengharukan.."      

"Ah' nggak! Kamu ini ada-ada saja!" protes Si Gadis mengabaikan benteng terbaik. Tapi dia, pemburu cinta bertepuk sebelah tangan enggan berhenti mengganggu Aruna.      

"Ah' Damar geli tahu.. minggir"      

.     

.     

Monachopsis     

Ku pikir, Kau adalah pelabuhan terakhirku.      

Tempat di mana Aku akan memasrahkan segala daya upaya ku hanya untuk mendapatkan kebahagiaan darimu.     

Aku sudah seperti pengembara, yang sempat mendapatkan kehangatanmu termasuk merasakan dinginnya kau tinggalkan.      

Ketika kesempatan kedua datang, aku layaknya pengelana yang baru pulang dari medan peperangan.      

Aku siap menyambutmu dan juga merengkuhmu dengan tangan yang terbuka lebar-lebar.      

Ternyata hal itu cuma ilusiku, fatamorgana yang aku lihat dari kejauhan.      

aku lupa bahwa matahari yang menyentuh permukaan hangat memanas bisa seolah-olah tampak seperti air yang menyegarkan.      

Aku terlalu senang.     

Karena ternyata si dia yang telah pulang kehilangan rona yang dulu aku banggakan.     

Matanya yang dulu selalu menatapku penuh harap kini berubah sendu.      

Ternyata kesempatan kedua ku hanyalah khayalan ku sendiri.      

Dia akhirnya membuat pernyataan paling ditakuti oleh para pelaku cinta bertepuk sebelah tangan.       

Dengan air mata, terucap sudah kata-kata yang rasanya menghentikan detak jiwa "aku sangat mencintainya, maafkan Aku"     

Padahal sekali-kali, satu kali saja, Aku juga ingin memanggil dirimu dengan sebutan : "Sayang"      

Mengapa hanya dia yang kau izinkan memanggilmu secara leluasa menggunakan kata "sayang"     

Sekali lagi posisiku masih sama, Monachopsis[1] di antara tiga jiwa yang saling bertautan.     

***     

"sayang buka pintunya.. sudah bunyi tuh! dari tadi"      

"aku akan buka kalau kamu juga berangkat mandi"     

"aku masih malas, tahu..."     

"Ada tamu.. minimal wangi sedikit yaang.."     

"iyaa.. iya..."      

Aditya merengkuh dan membopong tubuh Aliana menuju kamar mandi. Alia sangat malas mandi sejalan dengan perutnya yang makin menggemaskan. Hampir tiap hari calon ibu hanya mandi sekali saja.      

"Mohon maaf.. menung.. Ah'.." Aditya kehilangan kata. Lelaki berkacamata ini berdiri terpaku sempat kehilangan konsentrasi, ketika lompatan neuron kembali normal. Lekas dia buka lebar pintu apartemennya.      

.     

.     

|Siapakah yang datang ke apartemen Aliana dan Aditya??|     

.     

[1] Monachopsis adalah istilah ketika muncul perasaan yang memberi tanda bahwa kamu tidak berada di tempat yang tepat     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.