Ciuman Pertama Aruna

II-84. Merah Seperti Tomat



II-84. Merah Seperti Tomat

0"wah beruntung sekali Dea, walau dia menikah sama om om, Tapi kalau om-nya kayak gini siapa juga yang nggak mau" celoteh Lily menimbulkan kekeh tawa dari  gadis yang sejak pagi hatinya di dera remuk begitu kuat hingga menyesakkan dada.      
0

.     

.     

[Dea, kamu di mana sih?]. Panggilan telepon sudah ke lima kali Aruna tunjukan pada sahabatnya, tapi belum juga di angkat. Giliran di angkat gadis itu hanya mengatakan [Sabar sebentar, sebentar lagi aku sampai Aruna]     

[Tapi restoran ini agak aneh deh]      

[Bip] Dan panggilan itu dimatikan Dea.      

Aruna sedang berada di restoran dengan interior sangat unik semuanya serba kaca dan kini dia juga duduk di dekat kaca. Restoran ini terletak di lantai tertinggi 4 gedung berjejer. Aruna tahu salah satu dari empat yang berjejer adalah Djoyo Rizt Hotel dan tepat di sebelah kiri gedung ini adalah gedung di mana anak perusahaan DM grup bernaung. Yang gadis ini tidak tahu gedung yang disewa restoran yang sekarang dia duduki pun adalah milik suaminya.      

[Hai di mana client kita, aku sudah mencari-carinya jangan buang waktu ku Surya!!] Ada suara laki-laki marah di ujung sana, suaranya sangat tidak asing dan gadis ini buru-buru menoleh tepat ketika pria yang baru saja mematikan handphone-nya turut menatapnya.      

"Glek"      

Rasanya nafas berhenti seketika, pria pemarah itu suaminya. Dea dan mungkin pak Surya sedang bersekongkol untuk mempertemukan mereka.      

Aruna pikir hanya dia yang akan membeku dengan jantung seolah melompat keluar dari wadahnya, nyatanya pria bermata biru menjatuhkan handphone-nya tanpa sadar.      

"Klatak"      

Ketika suara itu terdengar, keduanya menemukan kesadaran. Cukup juah sebenarnya butuh sekitar 10 langkah untuk saling sampai satu sama lain. Namun, dengan kondisi restoran sepi seperti ini gerakan sedikit saja terasa bisa tertangkap satu sama lain.      

Katika sang pria merundukkan tubuhnya untuk mengambil alat komunikasi miliknya. Dia yang kembali mencuri tatapan mata dengan istrinya di buat terkejut bukan main. Gadis di hadapannya sudah berderai air mata, gemetaran dan suara tangisan berbunyi "hik' hik'' Sengaja di telan dalam-dalam supaya tidak terdengar.      

Ada pria membuang nafas lelahnya, menimang-nimang keputusan apa yang harus diambilnya. Pada kebekuan karena rasa ragu sedang membelenggu. Sepasang calon suami istri berjalan riang di antara keduanya. Bahkan laki-laki dari pasangan itu menarik lengannya secara enteng.      

Sedangkan Aruna, buru-buru membersihkan air matanya. Pasangan calon suami istri yang tidak tahu diri itu adalah Surya dan Dea.      

Tempat duduk berhadap-hadapan antara laki-laki dan perempuan, Aruna lebih banyak menunduk. Dia tidak punya cukup keberanian untuk menatap Mahendra.      

Sahabatnya yang berada di samping bisa mencairkan suasana. Dea berteriak riang kepada waiters untuk memesan makanan.      

"Ah' mengapa tidak ada nasi pecel? Makanan apa ndak bisa dibaca?" Dea berceletuk dan di timpali gurauan Surya.      

"Ini restoran Italia jadi berhentilah mencari nasi pecel, hehe" Surya makin mencair seiring kedekatannya dengan Dea, dia bukan lagi pria formal sepanjang hari.      

"Bagaimana denganmu Aruna?" tanya Dea      

"Em.. Apa ya..?" Raut muka Aruna masih memerah karena tadi diam-diam dia menangis walau buru-buru di hapus, Hendra Sudah menangkapnya. Bahkan saat ini dirinya kesulitan untuk tidak melirik istrinya yang terlihat begitu menggemaskan dengan baju khas dirinya, celana dan kaos oblong yang di padu padankan dengan outer.      

POV HENDRA     

"Simply Tiffin" Ucapan Aruna menghantarkan getaran di hatiku, seolah dia sengaja memesan menu favoritku. Menu Mix Match yang sederhana, mengenyangkan dan tidak butuh waktu lama untuk memakannya. Aku selalu mengonsumsinya tiap makan siang karena keterbatasan waktu yang aku miliki.      

Seraya aku lihat senyum Surya melenggang menatapku penuh arti, dia berbisik menyampaikan pesan menggelitik  "lihat istrimu sedang mencuri perhatianmu," Kalimat sahabatku itu rasanya membuat wajahku memanas, Surya tahu Simply Tiffin dan makan siang begitu erat dengan diriku.      

"Kamu pesan apa Hendra?" tanya Surya.      

"beef steak blackpepper sauce" Spontan aku pun memesan menu kesukaan Aruna, satu satunya menu favoritnya yang ku izinkan dia mengonsumsinya. Dan apa yang terjadi? Pipinya memerah seperti tomat. Dia sungguh menggemaskan, menunduk dengan mengaitkan kedua jempolnya bermain satu sama lain.      

Lama tidak melihat Aruna malu-malu seperti itu, dulu ketika dia sudah berani bermain dengan kuku jarinya aku pastikan aku akan mendekatkan mencari wajahnya dan ku paksa dia menerima ciumanku.      

Sekarang Aku hanya bisa menelan salivaku, Aruna kian lihai mendebarkan jantungku. Setelah satu bulan lamanya Aku berusaha menghindar darinya. Kini istri yang aku cintai mati-matian makin pandai menguji kesabaranku, aku geram sendiri sebab tak bisa menyentuhnya.      

"Handya.." ini suara sekretaris baruku, Nana.      

"Aku buru-buru mendatangimu setelah aku tahu tidak ada jadwal meeting dari siapa pun di jam ini" ia mendesah sedikit kecewa, tentu saja gadis ini datang kepadaku. Karena tadi aku memintanya mengecek semua jadwal meeting-ku. Aku tidak menemukan klien yang kata Surya ingin menemuiku.      

Kenyataannya Surya hanya sedang menjebak. Dan Nana, Setelah dia sibuk mencari kemungkinan siapa yang harus aku temui. Tiba-tiba datang menatap kami yang siap menyantap makanan, guratan wajahnya menyuguhkan kekecewaan.      

Apa lagi matanya kini sudah terarah pada Aruna, terlihat jelas dia mengantarkan pesan tidak nyaman. Aku kasihan padanya, Aku minta saja dia duduk bergabung bersama kami.      

Dan tahukah apa yang di lakukan Aruna? Bibirnya, si merah merona itu menyajikan lekukan  manyun yang sumpah terlalu menggoda untukku.      

"Em... Aku duduk di mana dong??" Nana bercelatuk menatapku lekat. Ya, gadis manja ini suka mencari perhatian. Aku bisa bilang dia manja karena perlahan aku ingat bagaimana kehidupan kami dulu. Nana si pencuri perhatian yang membuatku melakukan apa saja untuknya. dia satu-satunya teman yang dihadirkan untukku sejak kecil ketika aku melewati masa penyembuhan dari post traumatic syndrome yang ku derita.      

Otomatis aku berdiri menggeser salah satu kursi di meja sebelah untuk Nana. Sedangkan di depanku terlihat jelas istriku makin murung saja, aku tidak bisa menutupi kebahagiaan. Entah bagaimana senyum miringku tidak bisa aku kendalikan. Aku sudah berhasil melihat dia bersedih hati karena diriku dan aku berbangga sendiri.      

Buru-buru Aku belah beef steak pesananku menjadi potongan-potongan kecil. Niatku akan kuserahkan beef favorite istriku untuk dia makan, Aku ingin barter dengan Simply Tiffin pesanannya. Memang harusnya kita saling tertukar.      

Tapi yang terjadi sekretaris wanitaku menggeser wadah beef steak ke arahnya sambil berkata manis seperti biasa : "ini buat aku ya.. nggak apa-apa kan.. aku lapar.." Nana pandai sekali membuatku tersenyum. Suaranya lembut tapi ada kesan serak sengaja dia sajikan. Aku tahu jelas dia sedang mencari perhatian, dan itu kelebihan Nana dibanding Aruna. Istriku perempuan yang dingin yang tak bisa disentuh kecuali aku memohon kepadanya.      

"Ya.. ambil saja aku pesan lagi"      

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.