Ciuman Pertama Aruna

II-85. Beef vs Simply Tiffin



II-85. Beef vs Simply Tiffin

0"ini buat aku ya.. nggak apa-apa kan.. aku lapar.." Nana pandai sekali membuatku tersenyum. Suaranya lembut tapi ada kesan serak sengaja dia sajikan. Aku tahu jelas dia sedang mencari perhatian, dan itu kelebihan Nana dibanding Aruna. Istriku perempuan yang dingin yang tak bisa disentuh kecuali aku memohon kepadanya.      
0

"Ya.. ambil saja aku pesan lagi"      

Pada pesanan kedua pria bermata biru memesan menu yang sama, dia potong-potong dengan cara yang sama pula. Hal ini menarik perhatian tiga orang yang duduk melingkar, Surya, Dea dan Nana sedang tertegun melihat betapa seriusnya Mahendra memotong daging dengan presisi yang sama. Tidak ada yang tahu Apa tujuan pria ini.  Dia juga terlihat enggan memakan beef mirip dengan perempuan yang sedang memainkan simply tiffin.      

Namun, ketika Gadis itu mulai mengangkat makanannya dan berniat untuk memasukkan simply tiffin ke dalam mulutnya. Sebuah beef diletakkan seseorang di atas bagian yang akan Aruna gigit.      

Spontan gadis ini terkejut bukan main, Dia segera mencari pelakunya. Dia tahu itu kelakuan Mahendra, tapi Mahendra kini menampilkan ekspresi yang sangat datar. Seolah dia tidak mau diganggu dan tidak perlu melakukan konfirmasi atas apa yang terjadi.      

Mengakibatkan gadis yang mendapatkan perlakuan manis menjadi murung. Aruna sempat berhenti sejenak sebelum akhirnya benar-benar mengunyah makanannya. Pada gerakan kedua saat Aruna ingin menggigit kembali makan siangnya, beef dadu kembali ditaruh seseorang di atas makanannya.      

Lagi-lagi pelakunya pasti Mahendra. Aruna tidak berani melirik apalagi melakukan konfirmasi, dia tampak pasrah. Seketika hal itu mengundang gelak tawa, surya dan Dea tidak bisa menyembunyikan tawanya. Dan tentu saja muka Aruna memerah. Karena ternyata laki-laki yang duduk di depannya tersenyum cerah menyajikan lesung pipi.      

"oppa.. aku mau disuapin, Aruna aja dapat beef. Aku juga mau" Dea bicara nyaring tanpa dosa, siapa pun yang mendengar ucapannya pasti tahu gadis berhijab itu bertujuan mengganggu seseorang.     

"Baiklah.. sini anak manis.. biarkan oppa duduk di dekatmu" Yang benar saja, pak Surya si laki-laki formal terlihat melakukan sesuatu yang jauh dari kebiasaannya. Dia benar-benar menggeser tempat duduknya dekat dengan Dea.      

Lalu tersenyum malu-malu menatap calon istrinya. Sesaat kemudian ada gerakan mengumpulkan makanan dengan sendok dan benar, Surya menggerakkan tangannya menyuapi Dea di hadapan 3 orang yang lain.      

"emm.. oppa terima kasih.. sarangheo.."      

Spontan gadis dengan kucir kuda menyipitkan mata tanda dia tidak bisa menahan senyum geli. Salah satu tangannya turut serta menunjukkan gerakan menutup mulut sebab dia perlu menutupi tawa gelinya melihat adegan lucu sahabatnya dengan om-om formal yang kini terlihat 'enggak banget'.      

"Pak Surya.. ternyata anda punya perilaku unik" Nana tidak tersenyum melihat adegan manis di hadapannya dia mengerutkan dahinya.      

"Oh.. inilah aku yang sebenarnya.. ketika bersama pacarku" Surya mengelus hijab Dea dan gadis berhijab menampilkan ekspresi aegyo (wajah imut versi drama-drama Korea)      

"Uuh.. manisnya calon istriku.." pak Surya tak kalah aegyo seperti bapak-bapak muda yang sedang menimang bayi mungil menggemaskan.      

Kegiatan asing dua manusia ini ditangkap berbeda olah dua perempuan. Nana semakin mengerutkan dahinya, sedangkan Aruna tergelitik. Tawa Gadis itu mulai terdengar.      

"Nona anda mau mendapatkan suapan dariku?" Canda Surya, Aruna langsung menggelengkan kepala sambil masih menyipitkan mata tanda dia menahan tawa.      

.     

Ah' cantik sekali, lama tidak melihatnya istriku, dia makin cantik saja apalagi kala dia tertawa. Diriku seolah kembali di tawan.      

"Hendra waktumu tidak banyak.. sebaiknya kita segera kembali" ucapan Nana menghentikan tawa Aruna. Tentu saja aku jadi berbangga, istriku murung seketika matanya mengerjap-ngerjap dan mulai menunduk kembali.      

"Kamu ingin aku antar pulang?" entah kenapa aku bicara begitu saja. Aku tidak tahan melihatnya tersiksa. Aku pun sama tersiksanya melihat dia yang berubah ubah ekspresi.      

Kugigit beef sambil meliriknya, sekali lagi aku masih sama. Sejauh ini terpisah, aku pikir aku akan lebih pandai menata hati nyatanya aku masih takut di tolak.      

"Selesaikan makannya" Ucapnya sangat lirih.      

"Setelahnya aku mau di antar pulang"      

Seperti tumbuhan yang baru di siram aku segar seketika, debaran hatiku sama seperti pertama kali diriku yang tanpa sengaja berhasil mencuri ciumannya.      

Katika kami berjalan beriringan menuju tempat parkir, Aku bahkan tidak peduli saat Dea dan Surya sembunyi-sembunyi melakukan tos tanda mereka telah berhasil.      

Istriku yang polos tidak mengetahuinya, tapi aku menangkap sahabatnya si gadis berhijab sempat melompat bahagia melihat kami berjalan bersama-sama.      

Dan aku pun terhipnotis lagi ketika si gadis baik hati, istriku masih menyempatkan diri berpamitan menggunakan kebiasaan manisnya dengan Nana. Padahal wajah Nana mirip ular yang sedang berdesis siap menyemburkan bisa.     

Inilah yang membuatku kesulitan mencerna pola berpikirnya, dulu ketika aku begitu dekat dengan Tania dia pun memperlakukan Tania dengan sangat sopan. Bahkan dia minta maaf pada Tania ketika aku merepotkan. Gadis macam apa dia? Pertanyaan ini selalu berputar-putar di otakku dan aku belum mampu menemukan jawabannya.      

Aku sangat benci dia yang plin-plan menggantung perasaanku, belum mau hidup bersamaku.     

.     

.     

"Kamu akan datang pada sidang perdana perceraian kita?" Hendra bertanya padaku sebuah pertanyaan yang terasa menikam dadaku. Aku kesulitan menjawabnya.      

Dan sepertinya dia tidak begitu peduli aku menjawab iya atau tidak, Hendra lebih memilih menatap jalanan di luar. Hal itu menyiksaku, aku kerjapkan mataku supaya tidak ada air yang menetes.      

Kami duduk berdua di bangku penumpang, sedangkan yang di depan aku tahu itu Hery. Ajudan yang menemani Hendra tiap pagi tepat ketika aku turun membuang sampah.      

"Sepertinya aku tidak akan datang, aku sudah mencoba meng-cancel undangan T*DxSurabaya tapi teman-teman sangat menyayangkan jika hal itu terjadi. Terpaksa aku harus berangkat ke Surabaya" aku sangat berharap dia mengalihkan wajahnya kepadaku dan ternyata berhasil, Hendra menatapku seketika.      

"Kau sudah memutuskan hadir?" Dia bertanya sambil menatapku, membuat jantungku berdebar hebat.     

Dulu waktu aku tinggal bersamanya aku tidak punya perasaan sebesar ini pada Hendra. Aku selalu berpikir dia suami kontrak yang memanfaatkan diriku dengan menjadikanku bonekanya karena aku harus berdandan, makan, sampai hal remeh tentang kapan aku pakai parfum diaatur sesuai seleranya.      

Aku hanya bisa mengangguk kan kepala. "Kau sudah menyiapkan teksnya?" lagi-lagi dia menatapku dengan lekat.      

"ya"      

"share padaku.. aku bisa membantumu untuk mengoreksinya" buru-buru aku keluarkan handphone-ku dan mengirimkan sebuah link word pada nomor WhatsApp atas nama CEO gila.      

Dan CEO di sampingku serta merta memeriksa pekerjaanku, aku baru menyadari dia terlihat paling tampan ketika memasang muka serius seperti ini.      

"kenapa ada space bernyanyi? Siapa yang akan bernyanyi?"     

"Ah.. itu.. itu.. em..      

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.