Ciuman Pertama Aruna

II-82. Teman Kecil



II-82. Teman Kecil

0"Lalu kenapa kau menggunakan piama menyerupai istriku, Apa kau juga berpikir dia yang sudah merebut tempatmu? Atau kau ingin menemaniku tidur" Ucap Hendra dalam senyum menyeringai penuh tanda tanya.      
0

Ada dada berdetak kencang menerima ucapan mata biru. Nana disindir secara nyata bahwa dia bukan apa-apa di banding istri Mahendra yang bahkan sudah mengisi malam malamnya. Jelas maksud pria ini tempat gadis biasa saja bernama Aruna lebih kuat.      

"Jika kamu mau tidak masalah untukku" Nana hanya menjawab pertanyaan terakhir. Entah apa isi otak gadis ini yang secara nyata menjatuhkan harga dirinya.      

"heh.. hhehe" Kekeh Mahendra mendengarkan jawaban Nana. Dia menertawakan gadis yang tadinya sempat membuat pernyataan bahwa Aruna yang merebut tempatnya dan kini dalam sekejap dia berbalik ingin mengisi tempat istrinya.      

"Keluarlah kau membuat perutku geli.." kembali Mahendra bersuara seiring caranya meneguk lemon tie hangat.      

"kau sengaja ya.. sengaja ingin membuatku malu.. ah bukan kau menghinaku, Hadyan!?" Nana menyajikan bibir manyun (cemberut).     

"Hah' haha.. kau, sungguh perempuan aneh."      

"Yang benar saja kamu menyebutku aneh.. bukankah kamu lelaki yang aneh" Balas Nana.      

"Jika kamu bukan teman kecilku, sudahku bentak dirimu karena diam-diam mengambil baju-baju istriku, jangan kau pikir aku tidak tahu." Hendra bicara sambil menyingkirkan mangkuk kosong di hadapannya.      

"Piama Cherry, Ah' itu piama favorit istriku. Kembalikan secepatnya!" Mahendra berdiri dari duduknya. Dia sedang menelanjangi Nana dengan rasa malu. Menunjukkan sisi lain kenapa dia menyebut  Nana aneh.      

Nana memutar tubuhnya menangkap pergerakan lelaki yang sedang mendekati ranjangnya, "dia (istrimu) sepertinya bukan gadis yang suka mengenakan midi dress atau semacamnya, tapi mengapa seluruh almarinya berisi pakaian yang membuatku merasa itu adalah almariku."      

"heee" kembali Mahendra tersenyum. Dia mengambil remote televisi lalu memencet tombol on.      

"Kau masih sama seperti dulu ternyata. Gadis yang percaya diri di balik wajah manismu," lanjut Mahendra dia bicara sambil memindah saluran televisi.      

"Ka-Kamu mengingatku Hadyan?" Nana tertegun.      

"Tentu saja.. gadis kecil dengan boneka Teddy bear dan dress merah (Nana sering menggunakan pakaian berwarna merah saat dia kecil, karena gadis itu sangat menyukai warna merah) ."      

"Kenapa kamu seolah-olah tidak mengingat ku.." protes Nana.      

"Ya, aku perlahan mengingatmu setelah kau banyak bicara dengan Riswan selain itu aku tidak suka caramu kembali"     

"Kembali?? Maksudnya cara Leona?! Aku sama sekali tidak ikut campur bahkan aku baru tahu Leona berperilaku senekat itu setelah aku sampai di Indonesia" ungkapan Nana mampu menarik perhatian Mahendra, pria itu menghentikan gerakan tangannya memindah channel televisi. Lalu mengalihkan pandangannya kepada Nana.     

"sungguh aku tidak berbohong Hadyan" kembali Nana meneguhkan ucapannya.     

"Percayalah padaku.. Aku sama sekali tidak terlibat." Gadis itu bersuara lagi. Tapi si pria dingin kembali pada aktivitas sebelumnya, memindah channel TV.     

Nana yang terabaikan melangkah dengan berani menutupi televisi yang ditatap Mahendra.      

"Menyingkirlah!" Gertak Hendra merasa terganggu.      

"aku menunggu momen bisa berbicara denganmu seperti ini selama 15 tahun. Aku sudah sampai di sini, aku tidak akan menyingkir,"      

"Terlepas perbuatan Leona padamu. Aku masih mencintaimu Hadyan. Aku  senekat ini kembali ke Indonesia untukmu. Kapan pun kau inginkan aku bisa menggantikan istrimu" Nana menjatuhkan harga dirinya. Dia hampir tidak yakin dia harus melakukan ini, dulu tempatnya sangat spesial tapi hancur karena sebuah tragedi. Dan hari ini dengan tekad kuat nana ingin merebut tempatnya kembali.      

"dengarkan aku baik-baik nona, seorang penghianat tidak pernah punya tempat di hatiku" ungkapan Hendra berhubungan dengan kejadian masa lalu di antara keduanya. Dua anak manusia ini pernah tumbuh bersama di masa belia.      

Jika Hendra sering kesulitan mengingat masa smp-nya di sekolahan umum. Terutama di akhir masa SMP nya, itu semua karena sebagian besar sengaja di buat hilang sama karena tragedi dirinya dengan Nana yang mengakibatkan masanya sekolah di sekolahan umum berakhir dan akhirnya kembalilah dia menjadi dirinya yang sesungguhnya sebagai pewaris Djayadiningrat yang sekolah di kawasan elit.      

Semua peristiwa tersebut sangat erat kaitannya dengan perempuan yang dihadirkan untuk menemani Hadyan bersekolah di tempat umum.      

"jika aku dikategorikan penghianat, lalu istrimu apa? Yang aku dengar dia juga pernah kau kunci sama sepertiku yang kau kunci di almari karena pria lain" tantang Nana.     

"Jelas beda. Aruna, akulah yang merebutnya dari anak itu. Sedangkan kau.. kau biarkan dirimu larut bersamanya"      

Nana mendesahkan nafas panjang, dia menyadari dirinya kalah telak dibanding istri Mahendra. "lalu mengapa isi almarinya adalah baju yang sama denganku? Para pelayan di sini bilang, salah satu kebiasaan nona Aruna ialah  menggunakan midi dress di sore hari ketika kau akan pulang kerja. Dia melakukan itu untuk menyenangkanmu."     

Mahendra mematikan televisi seketika, dia terganggu dengan ucapan Nana.      

"jangan pungkiri pernyataanku!, kamu menganalogikan Gadis itu sebagai diriku" tatap Nana lekat pada Mahendra, mengabarkan ungkapan (benar-kan yang aku ucapkan?!)     

"Heh' hehe.. kamu selalu percaya diri." Cela Mahendra.      

"Aku akan membuat pernyataan jujur supaya kau sadar," Si pria jengkel menatap lawan bicaranya dengan malas.     

"Aruna bukan aku analogikan sebagai dirimu. Yang benar ialah kalian berdua aku analogikan seperti mommy ku. Aku menyukai masa-masa di mana dia belum mengalami depresi, dan mommy-ku kala itu selalu mengenakan midi dress setiap saat."      

"Sudah puas? Boleh kau keluar sekarang!" Hendra secara tidak langsung mengusir Nana.      

"tapi cintaku padamu lebih besar daripada dia, Kau boleh memperhitungkan diriku karena kelebihanku ini" gadis anggun berjalan keluar dengan gusar. Di susul kerutan pada dahi Mahendra kala mendengarkan ungkapan berani Nana.      

Mata biru tak habis pikir, gadis anggun ini banyak berubah terutama keberaniannya mengungkapkan pernyataan dan perilaku yang menunjukkan dirinya siap menggantikan posisi Aruna.      

"Brak"      

Sesaat kemudian suara pintu terbuka dengan kasar, dan Nana kembali masuk ke kamar pewaris tunggal Djoyodiningrat. Auranya masih gusar berapi-api, dia melangkah merapikan mangkok serta gelas bekas makan Mahendra. Lalu berjalan keluar tanpa menatap atasannya.      

ada senyum yang dihantarkan mata biru melihat perilaku asistennya. Bagaimanapun juga, Mahendra tidak bisa benar-benar benci pada Nana, Gadis itu dulu ditumbuhkan untuk menemani masa kecil hingga beliannya. Walaupun pernah ada kejadian buruk di antara dua anak manusia ini.     

***     

"Hendra, kamu sudah dengar istrimu mendapatkan nilai tertinggi di jurusannya?" Surya duduk mendekat di tempat pria bermata biru duduk menatap hamparan kota dari jendela kaca yang membentang dihadapannya.     

Sofa putih di tengah-tengah ruangan kerja CEO Djaya makmur group menjadi tempat favorit lelaki bermata biru menghabiskan waktunya untuk melamun.      

"jangan terlalu lama menjauh, Dia pernah bercerita pada Dea. Bahwa dirimu tidak akan mungkin menerimanya kembali, karena Hendra tidak membiarkan dirinya menengok ke belakang untuk melihatnya"      

"Bantu aku cari tahu. Dia hadir atau tidak pada sidang pertama... ... ... "     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

1. Lempar Power Stone terbaik ^^     

2. Gift, beri aku banyak Semangat!     

3. Jejak komentar ialah kebahagiaan     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak :-D     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.