Ciuman Pertama Aruna

Menjaga Jarak



Menjaga Jarak

0"Kau tahu, mengapa seorang sahabat bisa membunuh?!". Hendra berdiri dan mulai bergerak memberi ancaman.     
0

"Mati aku..". Sekertaris itu bergumam. Menundukkan kepala, pasrah menerima segala bentuk hukuman.     

"Berbaliklah!". Hendra memandang dengan wajah geram. Sekertarisnya berbalik perlahan kehilangan nyali.     

Surya pikir dia akan di jatuhi hukuman mengerikan atau umpatan yang kini menjadi ciri khas CEO Djoyo Makmur Grup. Nyatanya lelaki bermata biru itu malah melemparkan dirinya pada sofa abu-abu.     

"Kau membuatku kehilangan kompensasi terbaik". Serunya mengacak-acak rambut.     

_Kompensasi?_ Surya menelisik.     

"Ah' kamu menjebak nona lagi". Surya ikut duduk di sofa. Mengamati Hendra.     

"Dia gadis muda yang lugu, jangan berlaku buruk padanya". Pikiran Surya berlari kearah berbeda. Dia melihat Dea di sana, anak yang tampak dewasa dari luar. Nyatanya mereka memang anak-anak muda yang masih mencari jati diri.     

"Harusnya aku menghukum mu, mengapa kau malah menceramahi ku". Hendra keberatan mendengar ungkapan Surya. Kadang sekertaris itu berperan seolah dirinya adalah kakak. Dan ketika hal itu terjadi, Hendra selalu di posisikan sebagai adik yang nakal.     

Lama mereka terdiam, dalam ruang pikir masing-masing.     

"Mengapa diam? ada masalah dengan mu?". Surya terlihat khawatir. Dia baru tahu sindrom yang di idap Hendra setelah beberapa hari lalu mulai bergabung sebagai rekan Andos. Memiliki status sebagai sekertaris sekaligus sahabat Hendra, tak habis pikir dirinya tidak tahu apa-apa.     

Namun semua jadi nyata ketika Surya merunut kebersamaannya dengan Hendra. Beberapa kejadian yang mereka alami bukan tanpa alasan. Pewaris Djoyodiningrat selalu menghindari keadaan-keadaan tertentu. Ternyata kondisi tersebut memiliki latarbelakang yang panjang.     

"Aku rasa ada sesuatu yang berbeda pada diriku". Hendra menelusuri dirinya. Membandingkan kepribadiannya beberapa bulan yang lalu dengan sekarang. Menyadari sudah banyak yang berubah. Terutama ketika didekat Aruna.     

Hari-harinya sebelum ada Aruna terasa biasa saja. Tidak ada hasrat yang ingin dia kejar. Atau sebuah misi pribadi untuk meraih sesuatu. Seorang CEO dari keluarga kaya dan terpandang. Kehidupannya tercukupi sempurna. Bedanya hari-hari yang dia jalani telah diatur dan dijadwalkan sejak pertama kali datang ke Indonesia.     

Kosong dan dingin, jika sebuah sistem kerja atau mesin produksi memiliki KPI sebagai alat ukur keberhasilan. Handra adalah manusia utuh baik dalam kehidupan pribadi maupun pekerjaan. Ditanam KPI oleh Wiryo, kakeknya.     

(Key Performance Indicator (KPI) atau disebut juga sebagai Key Success Indicator (KSI) adalah satu set ukuran kuantitatif yang digunakan perusahaan atau industri untuk mengukur kinerja atau memenuhi tujuan strategis dan operasional)     

Bahasa terpahit, lelaki bermata biru diprogramkan sebagai robot hidup yang sempurna bagi keberlangsungan keluarga Djoyodiningrat.     

"Apa yang berbeda?". Surya menelisik.     

Hendra mematung sesaat memegangi pelipisnya.     

"Terlalu banyak, sepertinya aku perlu bertemu Diana".     

"Menurutmu apa aku sekarang lebih banyak bicara?". Tambah Hendra.     

"Ya! sampai menjengkelkan". Surya mengaminkan dengan sedikit bumbu pedas. Sebab atasannya selain banyak bicara, juga banyak meminta sesuatu yang aneh akhir-akhir ini. (diluar kebiasaan)     

"Tapi aku senang, kamu jadi mudah tersenyum. Kadang marah mu terlihat manusiawi dari pada dulu". Surya ingat jelas. Ketika CEO itu marah suasana akan sangat dingin karena Hendra tidak bersuara dan langsung bertindak membuat keputusan. Kini marahnya bahkan lebih berekspresi. Tergambar jelas pada wajah dan yang terpenting memberitahukan alasannya. Teriakan atau ancaman bisa dia lontarkan secara leluasa.     

"Oh' begitu ya". Balas Hendra, pikirannya terus berkelana.     

_Ternyata bukan sekedar perasaan ku saja, aku memang telah banyak berubah. Tanpa sadar berpelukan dengan perempuan (Aruna) dalam satu ruangan_ Seseorang yang mengidap sebuah sindrom, terkadang butuh bicara dengan sisi didalam dirinya sendiri.     

"Aku tadi kemari untuk memberi tahu mu, bahwa semua kru sudah siap". Surya mengingatkan Hendra tentang rencana hari ini. Atasannya dan nona Aruna akan melangsungkan sesi foto di tempat umum. Sebagai kemasan akhir dalam menghapus rumor di masyarakat.     

Hendra menggunakan Aruna, calon pasangan resminya. Tampil dihadapan publik untuk pertama kali dan secara khusus kru telah disiapkan seolah-olah menangkap aktivitas mereka diam-diam.     

Hasil foto-foto yang diambil digunakan sebagai bahan para buser lantai D, salah satu cara merubah stigma negatif menjadi positif.     

"Tolong beritahu Aruna, dan buat dia mau melakukannya untuk ku".     

"Aku akan bersiap-siap".     

***     

"Anda tidak bisa mengelak lagi nona. Bagaimana pun, pernikahan kalian tidak ada satu bulan dari sekarang".     

"Kalian harus saling membantu untuk memperbaiki citra pasangan kalian". Ucapan Surya mematahkan semua penolakan yang Aruna ajukan. Gadis itu kini duduk dengan canggung di tepian kursi mobil Blentley Continental. Kejadian dikamar hotel pribadi Hendra membuatnya takut berbalut canggung untuk sekedar melirik lelaki disampingnya.     

"Kalian harus terlihat mesra, ingat itu". Pinta Surya yang duduk di depan bersama pengawal sekaligus pengemudi mobil.     

Ada dua mobil di belakang, satunya berisikan para kru yang akan memotret mereka. Satunya kumpulan pengawal Hendra.     

Aruna sempat merasa aneh, dulu kemana-mana Hendra hanya di temani Surya. Sekarang terkesan lebih formal.     

"Anggap saja hari ini adalah kencan pertama kalian". Tambah Surya.     

"Hai jangan bicara yang aneh-aneh, telingaku risih mendengarnya". Aruna belum bicara sama sekali. Hendra takut ungkapan Surya membuat putri Lesmana semakin tertekan. Ingin sekali minta maaf. Tapi lekas diurungkan, andai saja kata maaf jadi dia lontarkan, akan terlihat jelas bahwa Hendra benar-benar sedang menjahilinya tadi.     

"Kalian tidak pernah kencan dengan cara yang benar. Anggap saja hari ini kesempatan terbaik kalian!". Ucapan Surya mengusik, dan tidak salah.     

Hendra melirik gadis mungil disampingnya. Aruna, terdiam pasrah.     

Sampai di lokasi. Para kru sudah menghilang lebih dahulu. Sedangkan kumpulan pengawal Hendra menyusup dengan lihai diantara para pengunjung mall lainnya, termasuk Surya.     

"Kamu tahu apa yang harus kita lakukan sekarang". Tanya Hendra.     

Aruna hanya mengangguk. Hendra menerawang mencari celah mana yang perlu mereka datangi. Spontan lengan pria itu mendarat di punggung Aruna, menggiringnya menuju ketempat yang dia putuskan.     

Sayangnya gadis itu segera menghindar, menjauh, dan tampak keberatan.     

"Ah' kenapa dia malu-malu!". Fotografer di ujung sana terlihat jengkel.     

"Mas Surya beritahu nona itu. Agar lebih santai".     

"Sudah biarkan semua terlihat natural, ambil yang bagus. Buang yang tidak perlu". Surya menenangkan salah satu kru foto.     

"Baiklah aku tidak akan menyentuh mu". Hendra mengangkat tangannya. Dia tahu Aruna masih syok dengan kejadian di kamar tadi.     

"Kita kesana, aku ingin membelikan mu sepatu dan tas yang cocok dengan baju yang kamu pilih". Hendra berdiri ditengah-tengah pusat perbelanjaan. Tubuhnya tinggi tegap dibalut long coat double breasted menjuntai hingga di atas lutut. Dengan struktur wajahnya yang tegas dan berbeda, Hendra terlihat begitu menawan dan menarik perhatian.     

Mata birunya meminta Aruna berhenti tertekan, pria itu menunduk mengintip wajah Aruna dari jarak dekat. Berharap Aruna mungil berkenan melihatnya. Seakan berkata 'percayalah pada ku, aku tidak akan menggangu mu kali ini'. Tapi Aruna masih berusaha menghindarinya. Dia terlanjur takut dengan cara lelaki ini mengendus nafasnya tadi.     

Aruna selalu mundur tiap kali Hendra akan mendekat.     

"Baik..! Sekarang apa yang kau inginkan?".     

"Aku tidak mau membeli sepatu atau tas. Aku lebih nyaman menggunakan barang-barang milik ku".     

_Aku bukan boneka mu, yang bisa seenaknya didandani sesuai selera mu_     

Aruna menemukan dirinya benar-benar berakhir sebagai boneka pewaris Djoyodiningrat.     

Kesadaran putri bungsu Lesmana mengarahkannya supaya menjaga jarak sebaik mungkin agar mampu bertahan menjalani hidup selama 2 tahun dalam dekapan Hendra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.