Ciuman Pertama Aruna

Campur Aduk



Campur Aduk

0Teriakan para remaja sayup-sayup terdengar, menarik begitu banyak perhatian. Aruna menuruni eskalator, dan terhenti sesaat ketika gerombolan gadis muda berlarian. Tanpa sadar salah satu dari mereka menubruk pundak Aruna mengakibatkan tas belanja yang dia bawa jatuh ke lantai.     
0

"Hai.. hati-hati".     

"Pakai mata kalian!". Hendra mengumpat remaja itu sebelum membantu Aruna merapikan kembali mainan yang berserakan.     

"Maaf.. maaf..". Belia seusia SMA tampak berhenti sejenak, meminta maaf dan berlari kembali seolah tidak ada waktu untuk menebus kesalahannya dengan membantu merapikan barang yang dia jatuhkan.     

"Kau tidak apa-apa Aruna?". Tanya Hendra, tidak membiarkan Aruna membawa tas belanja lagi. Tangan cucu Wiryo sudah penuh kantong belanja, namun dia masih berusaha menjejalkan kantong belanja diantara jemarinya. Spontan pengawalnya mendekat meminta Hendra merelakan barang-barang bawaannya untuk mereka amankan.     

Aruna sedang berada dilantai 2 ketika beberapa orang riuh ramai mengelilingi pagar pembatas tepian lantai. Dapat digunakan untuk mengamati panggung di bawah sana. Panggung pada pusat perbelanjaan lantai 1.     

"Aaaa…..". Suara bising gadis-gadis berteriak tiada henti. Menandakan bintangnya sudah datang.     

"Aaa… Danu… Danu.."     

"Danu Umar lihat sini.." Para remaja bersahutan meneriakkan nama seseorang.     

_Danu Umar?_ Aruna ikut penasaran. Merapat menuju kerumunan.     

Nama yang tak asing ditelinganya terlontar dari mulut orang-orang dibawah sana. Gadis ini berjalan lebih cepat dan mencari tepat terbaik untuk menyusup diantara penonton lantai 2.     

Dia lupa hal-hal lain, terlalu fokus mencari pembenaran. Apakah benar bintang yang datang itu adalah Danu Umar alias Damar, sahabat sekaligus pria yang membawa banyak tanda tanya di hati.     

Bintang itu berjalan menaiki panggung, si jangkung dibalut outer biru dan celana jeans. Tampak menundukkan muka karena terlalu banyak lampu blitz kamera yang menghujani dirinya.     

Sesaat kemudian MC meminta pengertian para penggemar.     

Akhirnya dia melambaikan tangan, menyapa semua yang datang termasuk penonton dilantai 2. Dan Aruna menemukan yang dia cari.     

_Oh' benar Damar_ Aruna belum pernah melihat performance Damar. Dia hanya melihatnya sekilas di Yout*be. Bahkan sengaja menghindari lirik lagu yang ditulis pemuda itu.     

Tiap kali mendengarnya, seolah di bawa kembali ke malam itu. Malam panjang di atas kota Bandung. Mengingat sekali lagi rasa yang menyesakkan dada. Rasa yang tergambar jelas dalam raut muka pemuda Padang.     

Dan kini rasa sesak tersebut perlahan menjalar pada dirinya.     

"Selamat Sore". Sang bintang menyapa.     

"Sore… Aaaa…". Balasan penonton berpadu dengan teriakan gadis-gadis dibawah sana.     

"Mohon maaf saya datang terlambat. Saya akan berusaha memberikan penampilan terbaik buat kalian semuanya".     

Teriakan-teriakan penonton perlahan memudar di Indra pendengaran Aruna. Berganti dengan suara nyaring pemuda pencuri perhatian dibawah sana.     

"Sudah saatnya kembali". Pinta Hendra setelah berhasil menemukan Aruna dalam kerumunan.     

Aruna perlahan melepas pegangan tangannya yang terkait pagar stainless melengkung mengelilingi tepian lantai 2.     

"Lagu kali ini untuk dia yang ku sebut 'Rona Kemerahan' ". Penonton bersorak mengetahui sang penyair akan melantunkan lagu terbaiknya.     

Aruna berhenti sesaat dan kembali ke tempat semula. Suara Damar bersahutan dengan para penonton. Mereka ikut serta menyanyikan syair lagu yang dibuat 'untuk dia yang disebut Rona Kemerahan'. Aruna sadar itu arti namanya.     

Mata gadis itu belum mau lepas dari sosok dibawah sana. Hendra memahami dengan seksama. Dia sadar bahwa ia orang ketiga diantara dua anak muda. Dulu dia tidak pernah perduli dengan perasaan orang lain. Lebih fokus pada tujuan akhir yang menguntungkan.     

Tampaknya gadis itu mulai mengetuk pintu hatinya. Bersama luka yang perlahan ditancapkan. Satu persatu, hati yang dingin dan mematikan milik lelaki keras kepala mulai retak.     

Aruna seakan kembali mendapat panggilan dari bumi. Suara Damar menjelma menjadi gelombang elektromagnetik menembus batas atmosfer bumi melayang-layang di ruang hampa. Menyusup, menyapanya yang sedang di sandra Alien planet lain.     

~~~     

~Jangan tanya bagaimana keadaan ku     

~Aku lelah dengan diriku sendiri     

~Ketika kau minta aku pergi     

~Rona kemerahan itu membawaku kembali     

Senandung Damar sudah mencapai bait terakhir. Aruna menatap lebih lekat sekali lagi. Dia bahkan melihat sekeliling, mengamati betapa Damar kini telah di gilai banyak remaja.     

Sikapnya untuk perempuan-perempuan muda yang sekarang di sebut para penggemar pastinya jauh berbeda. Dulu dia tidak seperti itu. Sangat anti pada gadis-gadis remaja yang kepo padanya. Sering bikin mereka menangis, salah satunya gara-gara keahliannya ngomong blak-blakan. Langsung menolak secara to the points pernyataan cinta.     

Masih ingat betul gadis pembawa kue itu menangis sejadi-jadinya dia lantai 1 Surat Ajaib. Yang pasti karena keresekan Damar.     

"Aku suka kue mu tapi tidak suka kamu, jadi ku terima kue ini dan silahkan pergi".     

"Tapi aku menyukai mu".     

"Nah' itu urusan mu".     

"Kenapa kau selalu menerima pemberian ku?".     

"Karena aku ingin memakannya".     

"Cuma begitu aja?".     

"Ya sesimpel itu".     

Dan gadis muda itu mulai meraung-raung, sedang Damar dengan santai naik ke lantai 2, memakan pemberiannya tanpa dosa sembari main game.     

"Hais, peramu sajak gila!!". Lili     

"Jadi selama ini kamu dapatkan kue-kue cantik itu dari dia?". Dea     

Damar mengangguk.     

"Aduh perut ku berasa penuh dosa". Aruna     

Selanjutnya mereka bertiga menyeret Damar untuk minta maaf. Gadis itu akhirnya mau pulang. Hal semacam ini terjadi berulang-ulang kali. Para penggemar yang dulu, terbius dengan novel atau sajak indah bertaburan bunga buatan mahasiswa sastra berbakat. Tapi mereka tidak tahu novelis indie bernama Damar aslinya bagaimana?.     

Kini sering kali Aruna merindukannya, ya rindu Damar yang dulu, yang tidak peduli dengan penampilannya. Rambut panjang berserakan. Dihiasi berewok tipis memenuhi dagunya. Mengenakan jaket Hoodie kemana-mana, santai dan cuek.     

Kalau sudah di level terlalu parah. Aruna dan teman-teman mulai mengeluh. Meminta Damar si tukang main game itu merapikan dirinya sedikit. Aruna pernah kalah taruhan skor bola dan berakhir mencukur brewok Damar sambil mengomel-ngomel. Atau saking gak tahannya. Mengambil pita miliknya lalu menguncir rambut pemuda itu ketika dia sibuk membuat tulisan di leptop atau sekedar main game.     

Lili dan Dea kadang bergantian memungut jaket Hoodie Damar untuk di cuci. Separah itu, semua tahu pemuda resek ini masuk jajaran pria rupawan. Hanya sekedar menyibak rambut panjangnya. Para perempuan akan terkesan.     

Dan kini dia tidak sekedar menyibak rambut panjang, dia jauh lebih dari itu. Fashionnya juga berubah. Pembawaannya didepan umum juga berubah. Wajar saja banyak remaja tergila-gila.     

Dalam sudut pandang Aruna, ada rasa khawatir campur aduk. Mengapa dia mengambil jalan berbeda? Selalu itu pertanyaannya. Damar konsisten menjawab dengan pernyataan yang ambigu khas dirinya.     

Aruna mengambil handphone, memotret Damar dari kejauhan. Sebelum benar-benar tertangkap, siku gadis mungil itu tersenggol seseorang dan handphonenya terjatuh. Meluncur di lantai 1. Membuat orang-orang di bawah sempat panik.     

Aruna hendak berlari mengambilnya.     

"Aku belikan yang baru". Bisik pria yang dia abaikan dari tadi. Meraih tangan Aruna.     

Aruna gelagapan bagaikan baru bangun dari mimpi panjang.     

"Toh tidak bisa diselamatkan".     

"Biar pengawal ku yang mengambil kartunnya. Itu pun kalau masih utuh".     

Alien itu menyeretnya menuju deretan penjual telepon genggam. Meminta Aruna memilih yang paling dia suka. Lalu menggesekkan kartu ajaib sekali lagi.     

Cukup lama setelah handphone baru bisa digunakan. Hendra masih menguasainya, bersama perjalanan mereka menuju tempat yang Aruna inginkan.     

Padahal 10 menit yang lalu sempat terjadi perselisihan. Aruna tidak mau di antar dia ingin pamit dan pergi sendiri. Lalu tersadar setelah tidak ada handphone yang biasa digunakan untuk memesan taksi online.     

"Silahkan, sudah bisa di gunakan". Hendra menyerahkan handphone baru Aruna.     

_Suami ku??_ Aruna mengerutkan keningnya. Hal pertama yang dia lihat pada layar screen handphone barunya adalah nomor dengan nama 'Suami Ku'.     

"Nomor ku. Kau harus menyimpannya dengan benar".     

"Tidak ada 20 hari, status itu yang akan aku sandang". Pria disampingnya berbicara tanpa melihat Aruna.     

Ah' jangan-jangan dia yang menjatuhkan handphone Aruna?.     

Entahlah, pikiran Aruna mulai kacau dengan dua pria yang secara bergantian memenuhi alam pikirnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.