Ciuman Pertama Aruna

Dicintai Banyak Orang



Dicintai Banyak Orang

0Hendra tertegun dengan apa yang terjadi. Sempat memandang Aruna, menunjukkan bahwa dia sangat senang.     
0

Tidak mengira Aruna akan berkata sebaik itu. Mengingat perilaku kurang baik yang sering dia paksakan kepada Aruna.     

Gadis itu mendekatinya membisikan permintaan sembari mengambil Coat di tangan Hendra.     

"Perkenalkan diri mu! Anak-anak ingin tahu?". Selanjutnya Aruna tampak melipat Coat Hendra dan meletakkannya di sudut ruangan, di atas meja lipat.     

"Hai.. saya Hendra. Saya senang bertemu kalian". Kaku dan tidak menarik sama sekali.     

"Baiklah ada yang ingin bertanya?". Suara Aruna hangat dan riang.     

"Kenapa mata kakak biru, apa itu asli?". Gadis kecil kuncir dua, tampil polos dengan pertanyaannya.     

Hendra menatap Aruna, mencari keyakinan apa dia perlu menjawabnya. Laki-laki ini jadi terlihat manis karena dia seperti makhluk asing yang masih malu-malu.     

"Aku blesteran Jawa-England". Jawabannya singkat dan membuat anak-anak tidak paham sama sekali.     

"Em.. maksudnya kak Hendra.. Kak Hendra memiliki orang tua dari negara dan suku yang berbeda. Ibunya Jawa sedangkan ayahnya England. Mata biru kak Hendra dia dapatkan dari ayahnya".     

"Sepertinya Thomas (salah satu anak di sanggar belajar tersebut). Thomas ayahnya dari Papua ibunya Sunda. Lihat Thomas berkulit putih namun tinggi tegap dan kuat seperti ayahnya". Anak-anak manggut-manggut paham.     

"Kak apa itu CEO?". Tak lama pertanyaan berikutnya terlontar dari Thomas.     

"CEO adalah Chief Executive Officer atau leader yang di percaya untuk memimpin jajaran dewan direksi termasuk memimpin semua anak perusahaan". Anak-anak tambah pusing.     

Aruna sekali lagi mengambil inisiatif.     

"Begini anak-anak, apa kalian pernah lihat orang yang bekerja dengan penampilan rapi? Pakai dasi, kadang pakai jas?". Mereka mengangguk.     

"Nah, tempat kerjanya itu disebut kantor. Dan kak Hendra menjadi pimpinan di sana. Mengerti?!". Penjelasan Aruna disambut pemahaman anak-anak. Ada yang mengatakan bahwa suatu saat ingin menjadi CEO seperti kak Hendra.     

Sore itu Aruna juga meminta Hendra membantunya memandu anak-anak membuat gelang dari manik-manik.     

"Cobalah.. ".     

"Baju mu tidak akan kotor. Ini bersih kok".     

"Ayolah duduk yang nyaman".     

Gadis itu membujuknya agar berani duduk di lantai yang asing. Aruna sama sekali tidak marah dengan sikap anehnya kali ini. Semenjak datang ke rumah induk Djoyodiningrat, dia menyadari pria itu hidup layaknya pangeran dalam negeri dongeng.     

Hendra beberapa kali gagal memberikan arahan. Manik-manik jatuh berserakan kesana kemarin. Para pengajar lah yang sebenarnya membantu Aruna.     

"Tidak ada teori yang pasti. Cuma butuh sabar dan telaten".     

"Rapikan lagi". Hendra memunguti kembali manik berjatuhan dan memasukannya kedalam seutas tali kecil yang sudah di ukur sesuai lingkar gelang tangannya. Dia lebih payah dari pada anak-anak. Wajahnya terlihat serius tapi hasilnya acak-acakan. Sama sekali tidak memiliki estetika. Seharusnya manik-manik tersebut disusun dengan pola. Tapi Hendra memasukan begitu saja.     

Dia menyerahkan ketika harus mengaitkan dua ujung tali, sebuah finishing dari pembuatan gelang tersebut. Lucunya Hendra ikut mengantri bersama anak-anak mengelilingi Aruna agar mendapatkan finishing tercantik dari founder Surat Ajaib.     

Dia mendapatkan giliran terakhir.     

"Ya.. tidak buruk. usaha pertama yang bagus". Kata Aruna tersenyum melihat kerajinan tangan Hendra yang sejujurnya berantakan.     

"Kak Hendra karena ku lihat punyamu tidak bisa di pakai. Ini aku berikan punyaku. Aku sengaja membuatnya dua, satu buat kak Hendra". Gadis kecil mendekatinya menyerahkan gelang cantik. Lalu dia kembali membaur bersama teman-temannya.     

"Hehehe".     

"Terimalah.. ". Aruna memberi masukan.     

"Apa buatan ku sangat berantakan??". Hendra mengamati gelang kecil cantik di atas telapak tangannya. Dan membandingkan miliknya yang dipegang Aruna.     

"Ups, bukan aku yang bilang". Sekali lagi Aruna tersenyum melihat wajah Hendra memelas. Lelaki ini sudah berusaha dengan serius tadi.     

"Baiklah gelang mu untuk ku saja". Aruna memasukkan gelang hasil tangan Hendra ke kantong saku. Dia terlihat lebih bersemangat.     

"Ayo ayo duduk yang rapi, kakak-kakak akan membagikan hadiah buat kalian". Aruna kembali membuat tepukan kecil bersemangat.     

Tentu saja sesaat berikutnya begitu luar biasa. Hadiah dari Hendra melebihi yang mereka bayangkan. Tersenyum senang, melompat gembira, bahkan ada yang haru.     

Si gadis yang terharu berkaca-kaca itu adalah Aruna. Dia memang sering begini. Meneteskan air mata ketika bahagia. Mungkin karena Hendra belum lama kenal jadi dia baru tahu sisi lain dari putri Lesmana.     

Hendra menemukan pemahamannya. Mengapa gadis kontraknya begitu dicintai banyak orang. Membuat pemuda bernama Damar rela terbelenggu dalam perasaan cinta yang rumit diantara mereka bertiga. Atau kakak-kakak yang berusaha keras melindunginya. Termasuk Aditya leader marketing yang santun, tiba-tiba mengancam Hendra.     

Layaknya bunga mawar merekah indah dan sayang jika di potong dari tangkainya. Terlalu baik untuk mendapatkan luka.     

Seorang laki-laki kecil berjalan mendekat.     

"Boleh aku memeluk mu sebagai ucapan terimakasih". Dia melempar kata-kata itu kepada Hendra.     

Aruna segera turun mensejajarkan tingginya. Anak ini berusia 6 tahun. Kecil dan terlihat berani.     

"Sini peluk kak Aruna saja".     

"Maaf kak Hendra belum terbiasa". Aruna sadar Hendra akan kesulitan.     

"Aku tidak memeluk perempuan". Kata si kecil dengan baju kuning lusu.     

"Aku suka gaya mu.. Kemarilah". Tiba-tiba Hendra sudah berjongkok, dia bisa melakukan hal-hal baru dengan spontan.     

"Terimakasih pesawatnya. Itu benda yang sangat-sangat aku inginkan. Aku tak tahu cara membalasnya". Lelaki kecil itu, terlihat dewasa.     

"Hai.. tidak ada pria yang menangis". Gurau Hendra melihat sudut mata si kecil memerah.     

"Siapa yang menangis, mata ku kelilipan". Tegasnya sebelum pergi.     

Sepasang calon suami istri saling melempar tawa.     

"Ayo.. sini-sini".     

"Nah, adik yang itu didepan".     

"Pak Hendra bisa agak ketengah sedikit".     

"Ah' sepertinya anda terlalu tinggi". Seorang relawan sibuk mengatur sesi foto sebelum kepulangan Hendra.     

"Saya di depan saja". Hendra menekuk salah satu kakinya. Membaur dengan anak laki-laki di depan.     

"Hai kau juga harus ikut bukan?". Tambah Hendra.     

"Nggak papa.. nggak masalah". Jawab relawan tadi.     

Hendra terlihat memencet sesuatu ditelinga, menginstruksikan salah satu pengawal untuk membantu. Pria berjas hitam keluar dari dalam mobil. Menggantikan relawan mengambil foto.     

"Aruna siapa dia?". Desi menyentil tangan Aruna. Berbisik diantara pengambilan foto.     

"Anggap saja seorang dermawan". Balas Aruna lirih.     

"Ah' dia sepertinya bukan orang sembarang".     

"Kau terlalu banyak berfikir kak".     

"Tidak.. aku merasa pernah melihatnya".     

"Baiklah anak-anak kita harus kembali ke dalam kelas". Para relawan memberi arahan. Beberapa dari mereka sempat menjabat tangan Hendra dan Aruna sebelum akhirnya mereka berpamitan.     

"Kak bajunya ketinggalan". Gadis kecil menyerahkan Coat Hendra kepada Aruna. Spontan Aruna membuka Coat tersebut, membatu pria disampingnya mengenakan Coat krem yang menjuntai membungkus tubuh tinggi tegap Hendra, dan mencoba merapikan.     

"Terimakasih memberi saya kesempatan berjumpa anak-anak Desi".     

"Kau bernama Desi kan?". Tanya Hendra.     

"Ah' iya". Desi sempat terkejut. Laki-laki asing ini dari tadi tidak banyak bersuara.     

_Oh' benar dia!?_ Desi mengingat sesuatu. Lelaki bermata biru ini terlihat sekilas di infotainment.     

"Datanglah ke pernikahan kami".     

"Nanti kami kirimkan undangannya". Tambah Hendra.     

"APA??"     

"Kami?? Anda dan Aruna?". Desi terkejut bukan main.     

"Ya... Ajak juga teman-teman yang lain". Hendra begitu santai. Dia bahkan memeluk pundak Aruna.     

"Hehehe". Aruna tertawa dibuat-buat sembari perlahan menurunkan tangan Hendra.     

"Bagaimana dengan Damar?". Desi bergumam dia masih tergoncang dengan info barusan.     

"Damar siapa dia??". Hendra mendengar sayup-sayup. Dan pura-pura tidak mengetahuinya.     

"E.. tidak.. tidak.. dia hanya sahabat yang suka mengganggu Aruna". Desi langsung meralatnya. Hampir semua orang di lingkaran pertemanan Aruna menyadari bahwa Damar memburu cinta si payah Aruna.     

"Terimakasih sudah datang..".     

"Saya tidak akan melewatkan pernikahan kalian". Desi mengalihkan pembicaraan. Dia mengantarkan kepulangan mereka sampai mobil. Sesekali melirik tajam Aruna. Seolah meminta penjelasan.     

Kedua mobil hitam melesat cepat di atas jalan tol.     

"Lain kali kamu harus bercerita dengan benar. Seperti apa hubungan mu dengan anak itu. Atau aku akan mempersulit kalian". Ucapan Hendra jelas terdengar sebagai ancaman.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.