Ciuman Pertama Aruna

Siapa Yang Jahat



Siapa Yang Jahat

0Damar tahu gadis ini mulai menangis. Membenamkan wajahnya dalam selimut.     
0

"Kau tahu aku rasa aku baru saja menemukan inspirasi lagu baru ku". Dia melempar candaan berupaya melerai tangis gadis disampingnya.     

Candaan itu tidak berbalas.     

"Cobalah mencari mimpi lain, tapi jika tak sanggup kau juga boleh memperjuangkannya dengan egois. Masing-masing orang punya hak meraih apa yang dia inginkan". Pria itu memberi saran. Aruna terlihat mulai menunjukan wajahnya.     

"Aku sudah melewati masa itu. Andai saja aku masih bisa menulis novel, aku tidak akan menjadi sekarang?". Ungkapan pria itu membuat Aruna penasaran.     

_Sesungguhnya aku juga punya tujuan lain selain karena ketidakmampuanku menulis lagi_     

Gadis ini teralihkan mengabaikan kegundahannya dan mengamati pemuda Padang penuh rasa penasaran. Dia memendam keingintahuannya cukup lama terhadap pria disampingnya, mengapa Damar tiba-tiba berubah haluan.     

"Setiap pribadi harus terus melangkah, sepahit apapun jalan hidup kita. Baik aku, kamu atau siapapun dia, tidak boleh berhenti dititik yang sama kecuali kita ingin jalan hidup kita berakhir". Damar tampak begitu memahami kondisi Aruna.     

"Kau pernah mengalaminya? Mengapa kau tak bisa menulis lagi". Dia menatap Damar. Kedua anak muda ini sempat bertemu mata.     

"Tentu saja, saat aku menghilang dan tidak segera kembali ke Jakarta. Aku mengalami gejolak yang laur biasa. Suatu saat aku ceritakan tapi tidak untuk saat ini". Damar mengelus rambut Aruna. Meredam rasa penasaran gadis itu.     

"Mengapa kau tak bisa menulis lagi?". Aruna memburu.     

"Setiap seniman memiliki sosok yang dia jadikan inspirasi atau visualisasi dari tulisan, lagu, lukisan segala bentuk karya yang diciptakan. Ketika visualisasi itu berubah maka hasil karyanya akan berubah, yang terburuk adalah dia tidak bisa lagi berkarya".     

_Termasuk aku_. Damar tersenyum melihat wajah bingung Aruna.     

"Kau pasti tahu Ahmad Dhani. Dulu semua lagunya benar-benar puitis. Roman Picisan, Separuh Nafas ku, Risalah Hati ketika dia menjadikan pacar yang kemudian istrinya sebagai sudut pandang visualisasi seninya. Dan sekarang kau tidak akan bisa menantikan karya puitis itu kembali karena kini dia mengganti visualisasi seninya kepada perempuan lain. Lagu-lagunya berubah 'Sedang ingin bercinta, Makhluk Tuhan Paling Seksi', karyanya tiba-tiba gembling kearah berlawanan".     

"Bagusnya dia masih bisa berkarya dengan visualisasi lain. Tapi aku tidak". Damar merebahkan dirinya menatap bintang dilangit yang terlihat samar.     

"Yang terpenting sekarang, buatlah dirimu bahagia… sedikit egois tidak masalah".     

_Aku juga egois karena terus mengharapkan mu tanpa batas_     

"Aku sudah egois.. Jika aku Aruna yang sama seperti dulu, tidak mungkin aku berani berada disini".     

_Aku pasti akan mengutamakan kebaikan untuk orang lain bahkan untuk dia yang memperlakukan ku dengan buruk_ Aruna ikut menatap langit.     

"Kau tahu Damar, seharusnya setelah ini kita tidak bertemu". Ungkapan itu membuat pemuda ini terperanjat, dia menangkap wajah sisi kanan Aruna yang kini berada tepat disampingnya.     

"Namun sekarang aku tidak memiliki siapapun yang bisa ku ajak bicara. Aku tidak bisa berbicara dengan jujur pada kakakku, pada Dea atau Lili apalagi pada teman-teman yang lain. Kecuali kepadamu yang sudah tahu sejak awal bagaimana kenyataan yang aku hadapi".     

"Bagaimana mungkin aku bisa bercerita pada Dea, kalau aku diperlakukan seperti buronan.. dia akan kacau sendiri. Bahkan lebih kacau dariku".     

"Apa lagi kak Alia, dia akan tersiksa dengan rasa bersalahnya".     

"Maafkan aku.. aku hanya bisa berlari padamu ketika aku sudah tidak tahan".     

Aruna mengingat betapa menyakitkannya dipaksa menerima ciuman dari lelaki bermata biru. Apa dia tidak sadar bahwa dirinya adalah gadis yang baru menginjak 20 tahun. Dia bukan perempuan dewasa yang bisa menerima hal semacam itu dengan mudah.     

Damar memegang tangan Aruna, merek menatap bintang yang sama malam ini.     

"Aku akan tetap konsisten dengan kata-kataku".     

"Berlarilah kepadaku kapanpun kau mau, Aku akan selalu ditempat yang sama".     

_Menunggu mu pergi dari dia_ Pemuda Padang itu bergumam dan semakin mendekat.     

"Bukankah ini salah Damar??".     

"Salah jika pernikahanmu benar". Balas Damar.     

"Pernikahanku maupun kedekatan kita keduanya sama-sama tidak masuk akal. Jadi sama saja".     

Tanpa dia sadari pemuda disampingnya demikian dekat. Mengelus rambutnya dan matanya menatap dengan lekat. Ah' Aruna sadar mata seperti ini mirip mata seseorang yang sedang menginginkan sesuatu. Hendra menatapnya seperti ini tiap kali dia berhasrat ingin mendapatkan bibirnya atau sekedar pipinya. Gadis itu mendorong Damar sekuat dia bisa. Dan berlari menuju lantai bawah Surat Ajaib.      

Mencari-cari taksi yang bisa dia tumpangi.     

"Aruna aku tidak akan melakukan apapun jika kamu tidak mau". Pemuda itu menemukan Aruna yang sedang menunggu taksi online.     

Gadis ini tidak mau bicara. Berusaha menghindar.     

_Kenapa dia demikian ketakutan, bukankah aku belum melakukan apapun_     

"Biar aku antar kau pulang.. Ayo..!!".     

Aruna tidak mau. Dia melepaskan tangannya dari genggaman Damar.     

Pemuda ini menangkap kedua lengan Aruna. Berusaha menyadarkan gadis dihadapannya dan berkata: "Aku tidak tahu trauma apa yang kau alami. Sadarlah!.. Aku tidak akan melakukan apapun kalau kau tidak mau.. aku bukan dia".     

"Jangan seperti ini, atau aku akan kacau".     

"Maaf". Aruna melepaskan dirinya seiring datangnya taksi online. Segera meninggalkan pelantun lagu rona kemerahan. Lelaki itu mulai berteriak, mengejar taksinya, sempat berhasil memukul kaca mobil berisikan Aruna. Kemudian dia kalah dengan kecepatannya.     

***     

Aruna     

Semakin kesini, semakin berantakan hidupku.     

Andai dia berperilaku baik padaku dan mengurangi sikapnya yang aneh. Mungkin aku tidak akan pernah melibatkan Damar. Sejak awal Damar sudah ku minta pergi, harusnya tak lagi berada dilingkaran hidup ku.     

Sayangnya aku tidak tahu harus mengeluh kepada siapa atau melepas sedikit kepenatan ini bersama siapa. Semua orang terlihat demikian jauh untuk digapai. Bukan salah mereka tapi salah keadaanku yang berubah terlalu signifikan.     

Sama seperti ajudan-ajudannya yang memandangi ku dengan tatapan risih, mereka dan orang-orang diluar sana pasti berfikir aku sangat jahat, berhianat pada tuanya dan dekat dengan pria lain.     

Mereka hanya tidak sadar bagaimana cara orang itu memperlakukan ku sejak awal.     

Bagaimana bisa seseorang datang memaksakan kehendaknya lalu berbicara perceraian sebelum saling mengenal. Mengganggap calon istrinya rekan kerja merepotkan. Menguntit tanpa rasa bersalah. Menggedor gerbang rumah tapi kemudian melempar hinaan yang menyakitkan. Dia bahkan memojokkanku dihadapan teman-temanku, menyeret dan menyekapku untuk membersihkan namanya didepan publik.     

Mereka hanya tidak tahu, aku yang masih meraba-raba kesadaranku pada pernikahan yang datang demikian awal diusia muda. Belum pernah diberi kesempatan berbicara dengan benar olehnya.     

Tiap kali ada kesempatan bicara, topik apapun ujung-ujungnya menghitung untung rugi. Tentang kompensasi yang harus ku bayar, atau tentang aku yang harus menuruti kemauannya.     

Aku atau dia yang jahat?.     

Bagaimana aku harus menghadapinya CEO gila itu. Salahkan jika aku takut padanya, pada dia yang selalu menatap bibirku dengan tatapan mata tajam.     

Apa aku harus meleleh lalu memberikan semua keinginannya. Padahal mulutnya sama tajamnya ketika menghinaku.     

Lihat saja aku tidak akan pernah tunduk, aku bukan mainannya. Aku punya hidup sendiri yang akan ku perjuangkan, sedikit egois. Masing-masing orang punya hak meraih apa yang dia inginkan.     

***     

"Ayo kelurlah..". Hendra membuka Rolls Royce untuk Aruna.     

Sepasang suami istri memasang senyumnya menyambut pasangan muda yang mereka tunggu-tunggu. Aruna bangkit dari mobil, sedikit bergoyang karena belum terbiasa dengan wedges yang dia kenakan. Sepatu yang dia pakai bukan high heels tapi gadis ini memang hanya terbiasa dengan satu jenis sepatu saja yakni sport, baik itu sneaker atau Vans. Jenis itu-itu saja berputar-putar.     

Melihat keseimbangan putri Lesmana sedikit terganggu, pria disampingnya setia meletakkan tangan besar pada punggung mungil Aruna. Hendra dengan sabar memegangi Aruna yang melambat ketika menaiki tangga rumah dinas Riswan dan Camilla.     

Kedua pasangan saling berjabat tangan, tentu saja Hendra terlihat dominan didukung postur tinggi dan visualnya yang memang diatas rata-rata. Dia berbicara sembari menatap lawannya secara pengertian. Memperkenalkan Aruna dengan baik, begitu sopan. Sangat berbeda dengan pembawaannya sehari-hari.     

_Apa dia memiliki kepribadian ganda?_     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.