Ciuman Pertama Aruna

Ada Ada Saja



Ada Ada Saja

0"Bentar Hendra aku masih pingin ngomong". Sang istri mendorongnya dia pikir suaminya akan merebut mic. Dan orang-orang yang menangkap keunikan pasangan ini ikut tertawa.     
0

"Aku tidak akan merebut mic-nya, aku hanya ingin memelukmu".     

"Ah' mood ku jadi hilang aku harus ngomong apa lagi ini??". Aruna bingung sendiri karena diganggu Hendra.     

"Sekarang giliranmu. Aku sudah mengajarimu minta maaf, sekarang minta maaflah dengan benar padaku". Aruna memaksa, pria ini punya banyak dosa padanya.     

"Baiklah aku memang tidak pandai minta maaf, maka aku tidak akan minta maaf". Pria ini mulai memegang mic-nya setelah keribetan mereka.     

"Karena sebesar apapun permintaan maaf tidak akan ada artinya, jika tidak ada kesempatan untuk memperbaiki".     

"Jadi ijinkan aku mencobanya kembali, memulai dari awal".      

"Huuuh". Tamu undangan cukup terkejut, Hendra bisa bicara manis. Dan Aruna malu sendiri, mendapat kalimat tak terduga dari cucu Wiryo.     

"Berikan aku kesempatan??". Dia melempar pertanyaan sembari mengangkat tangannya mengharap disambut Aruna.     

"Tidak! Kau harus tetap minta maaf!".     

"Baiklah aku minta maaf.. Ya.. walau aku tak tahu salah ku dimana??". Hendra menggoda.     

"Apa? Kau menguntit ku bahkan saat kita belum saling akrab".     

"Aku kan penasaran.. wajar kan?! aku penasaran sama calon istri ku".     

"Haha". Pertengkaran mereka terlihat seru dipodium, tawa hadirin membuat mereka terdiam.     

"Baiklah silahkan dilanjutkan". MC malah menyemangati mereka.     

"Sini". Aruna merebut mic-nya.     

"Karena kami sudah saling minta maaf.. Yach walau dia selalu tidak sesuai harapan. Sekarang saatnya sesi terimakasih".     

"Aku mulai dari ayah.. Ayah.. aku mencintai mu terimakasih sudah menjaga ku, maaf kadang aku menyulitkan ayah. Ayah adalah laki-laki terbaik sedunia, jangan merindukan ku karena itu berat, hehe".     

Lesmana tidak bisa membendung air matanya pria itu beberapa kali menghapus air disudut matanya.     

"Bunda, ah' aku takut menangis.. yang pasti anak mu akan baik-baik saja, dimana pun dia berada.. Pria disampingku akan memberiku makanan sehat.., jadi jangan khawatir aku tak akan sakit perut lagi karena makan pedas..". Aruna mengigit bibirnya dia tidak ingin menangis. Dari tadi dia bicara ngaco karena mau mengusir rasa ingin menangis.     

"Kakak..".     

Hendra mendekat, pria ini tahu bahwa Aruna tidak akan tahan kali ini. Kakaknya sudah pergi dari tadi.     

"Aku akan jadi pengganti kakakmu selain suamimu, karena kamu anak kecil".     

"Benar kan?!". Hendra tersenyum menghibur.     

Gadis itu menyerahkan Mic-nya pada Hendra. Tapi pria ini tidak tahu harus ngapain, tepatnya mau  bicara apa.     

"Ayo terimakasih pada keluarga mu". Aruna berbisik. Sayang sekali lelaki bermata biru benar-benar tidak bisa melakukannya. Ini hal sederhana, namun tak biasa dalam keluarganya. Mereka hanya kumpulan orang sedarah dengan cara hidup masing-masing.     

"Ah payah". Setelah sempat membersihkan matanya yang berair gadis itu kembali bicara.     

"Karena dia tidak pandai bicara, aku akan mewakilinya. Ya hitung-hitung aku akan di ingat sebagai istri baik".     

Kata-kata Aruna mampu memecahkan kebekuan.     

Gadis ini menghembuskan nafasnya. Mencari keyakinan, keluarga yang memiliki cucu unik, pasti anggota keluarganya juga unik.     

"Em.. Opa Wiryo terimakasih". (untuk pernikahan yang kamu rencanakan) Aruna hati-hati.     

"Walau aku tidak tahu pernikahan ini kedepannya seperti apa, aku yakin anda sudah memikirkan kompensasi terbaik untuk ku jika dia menyakiti ku".     

"Hai apa-apaan itu!!". Hendra tidak terima.     

Pria tua, kaku dan menakutkan itu menyunggingkan senyumnya. Senyum pertama yang Aruna lihat. Bahkan mungkin senyuman pertama yang dilihat beberapa tamu undangan. Pria tua ini tidak pernah tersenyum.     

"Tadi kau tidak mau bicara, biar aku saja". Aruna melindungi mic-nya.     

"Untuk itu aku harap anda mendukungku, karena secara nyata kepribadianku lebih baik dari dia (memandang Hendra). Andai suatu saat kami bertengkar, percayalah aku lah pihak yang selalu benar".     

"haha". Orang-orang tertawa. Hendra menatap dengan mata lebar, mengancam. Tapi Aruna tidak peduli. Tetua keluarga ini tiba-tiba berdiri memanggil pengawalnya. Membisikan sesuatu. Lalu pengawal itu mendatangi Aruna. Membisikan hal mengejutkan : "Anda dapat hadiah Rolls Royce dari tetua, versi terbaru lebih baru dari punya mas Hendra.     

_Apa?? Gila?? Keluarga ini memang aneh.. tapi tak apalah_     

"Yee… anda kakek terbaik sedunia". Aruna heboh sendiri dan pria tua itu benar-benar tersenyum hingga giginya terlihat.     

"Tapi… aku tidak begitu membutuhkan Rolls Royce.. Bagaimana kalau diganti dengan renovasi outlet Surat Ajaib? Hehe boleh?". Dia melobi sesuatu yang sangat tidak seimbang. Aruna payah.     

"Hai kalau itu.. tak perlu minta dia aku bisa melakukannya berkali-kali".     

"Oh begitu ya..".     

Beberapa orang gelang-gelang.     

"Sekarang giliran mu.. ayo berterimakasih pada oma dan ibu Gayatri".     

Hendra menjadi tegang dan dia mengisyaratkan dirinya tak akan bisa melakukannya.     

"Em.. Oma pasti anda yang telah susah payah mempersiapkan pesta pernikahan kita. Aku dan Hendra mengucapkan banyak terimakasih".     

"Aku tahu anda pasti sangat sayang pada cucu anda, anda sebaiknya membagi rasa sayang itu pada saya. Karena menyayangi saya lebih menguntungkan hehe..". Aruna membuat perempuan anggun itu tersipu dan tersenyum manis. Dia terlihat sangat terharu, berbahagia lebih dari siapa pun sejak awal.     

Hendra sempat menatap Aruna, Walau terkesan berantakan Hendra tahu anak ini aktif mengisi seminar-seminar startup. Jadi dia bisa bicara riang dan menyenangkan.     

Sesunggunya kemampuan ini perlahan telah pudar seiring kedatangan Hendra dalam hidupnya. Dan saat ini untuk pertama kalinya Aruna memanfaatkan kembali keahliannya.     

_Apa yang bisa dia katakan untuk perempuan pendiam itu?_ Hendra penasaran sungguh penasaran, karena Hendra tidak melihat apapun yang bisa dikulik dari Gayatri.     

"Ibu Gayatri.. Terimaksih karena anda aku punya suami tampan".     

"Hahaha". Tawa terdengar kembali, dan Hendra terkejut.     

_Anak ini pandai juga menyenangkan orang lain_     

_Ah' tentu saja, dia kan istri ku_ Hendra menatapnya terpesona.     

"Karena gen anda begitu dominan sehingga struktur wajahnya bikin banyak orang meleleh".     

Wajah Hendra memerah, malah dia yang malu-malu senang.     

Ibu pendiam tersenyum dalam kecantikannya.     

Masih tenang, namun kali ini cukup berekspresi.     

Hendra mendekati Aruna, Dia membisikan kelimat terimakasih : Terimakasih, ternyata kau benar-benar cerdas. Boleh aku mencium pipimu.     

Aruna mendorong tubuhnya. Begitu terus sampai acara usai dan tamu undangan menghilang menyisakan dua mempelai yang terkapar di ranjang kamar khusus yang dulu pernah Aruna kunjungi dengan wajah ternganga.     

***     

"Ingat kau tidak boleh tidur!, aku mandi dulu..". Hendra berniat membersihkan dirinya.     

Perempuan itu masih berpakaian lengkap termasuk aksesoris dan makeup-nya.     

Dia lelah, payah dan mengantuk.     

.     

.     

"Aruna aku bilang jangan tidur!.. atau kau akan menyesal! Bangun!" Pria ini berteriak-teriak seperti orang kesurupan dibalik Lorong menuju kamar mandi setelah sekilas mengetahui seseorang terbaring samar.     

"Jahat! Aku capek tahu!". Tidak kalah heboh.     

"Bangun sekarang! Atau aku akan menanam benih diperut mu". Laki-laki itu menakut-nakutinya padahal dia sendiri yang sedang ketakutan.     

_Ah apa??_ gadis itu langsung melompat bangkit.     

Hendra baru berani menampakkan diri setelah mendengar suara Aruna turun dari ranjang.     

Menatap tajam pada Aruna dan dibalas dengan tatapan tajam gadis tersebut.     

"Dasar manusia aneh".      

"Terserah! Aku memang aneh.. apa salahnya? Kita sudah terlanjur menikah terima saja nasibmu".     

.     

.     

Hari semakin larut, Aruna bingung dia tidak mendapatkan baju gantinya.     

"Hendra carikan aku baju, tadi waktu aku masuk hanya ada baju ini". Aruna menunjuk dengan enggan, baju tipis bahkan cahaya lampu saja menembusnya dengan mudah. Ah' licin dan sedikit aneh. Sepertinya dia pernah lihat baju sejenis ini dimajalah dewasa.     

Mata biru tersenyum mencurigakan.     

"Jadi kamu sejak tadi mondar-mandir karena tidak ada baju.. ngapain nggak ngomong.."     

"Kita kan tadi bertengkar.. dan belum maaf-maafan".     

"Ada-ada saja..". Hendra tidak banyak berinteraksi dengan orang secara pribadi apalagi intensif seperti ini.     

Sesaat setelah sempat menelephon sekertarinya. Surya memberi tahu bahwa pintu kamarnya dijaga orang-orang tetua Wiryo. Tidak ada yang diperkenankan masuk, termasuk mereka berdua tidak diperkenankan keluar.     

"Aruna.. ayo kita periksa kamar baju sebelah apakah ada yang bisa kamu pakai". Sejalan berikutnya Aruna tercengang dengan luasnya termasuk isinya. Sayang hanya ada baju dan benda-benda Hendra.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.