Ciuman Pertama Aruna

Boneka Menarik



Boneka Menarik

0_Apa??_      
0

Mahendra memejamkan matanya sesaat, hatinya mulai gusar, benar-benar gusar.      

Ciuman semalam yang dia kira adalah kesempatan awal membuka pintu hati gadis dihadapannya ternyata adalah bentuk kepatuhan. Gadis ini benar-benar konsisten bahwa dia hanya akan mematuhi MOU yang mereka buat.      

'Aku akan mematuhi isi kontrak yang telah kita buat'. Kalimat ini yang dulu mengantarkan dirinya mencuri ciuman pertama Aruna.     

'Berciuman jika diperlukan' dan poin ini juga yang membuat dirinya bingung menebak perilaku Aruna kala itu. Mengira Aruna sedang menarik dirinya untuk membuktikan keberanian, sehingga gadis itu seolah-olah akan menciumnya. Ternyata sekedar mengembalikan platinum card. (Chapter 26)     

Ternyata hari ini hal yang sama terulang, dia kembali salah menebak perilaku Aruna. Ciuman yang nikmat semalam sekedar bentuk dari patuhnya dia pada kontrak yang mereka buat.      

Pria itu melepas kasar kedua tangan Aruna yang dengan halus memegangi telapak tangannya.     

'Memberikan mu ciuman yang kau perlukan seperti perjanjian kita di poin 21'. Cukup menyakitkan untuk seseorang yang benar-benar sedang berharap.     

"Minggir! kau harus keluar dari kamar ini, aku benar-benar sedang kacau".     

Kening Aruna mengernyit, ekspresi Hendra berubah seketika.     

"Hendra ada apa dengan mu?".      

"Keluar!". Hendra menarik tangannya, benar-benar meminta gadis itu menghilang dari hadapannya.      

 "Sekarang!!". Dia menggertak Aruna.      

Putri Lesmana mundur dan pintu tertutup kasar, rapat.      

Dia sempat duduk sesaat. Aruna masih mengetuk pintu kamarnya. Sedangkan sang pria mencoba mencari saku celana tempatnya menyembunyikan obat penenang.      

"Hendra.. Tolong buka pintunya.. Hendra!".     

"Aku hanya ingin menginap semalam lagi di sini, anggap saja sebagai hadiah ulang tahun ku".     

_Ulang tahun? Ulang tahun siapa? ulang tahun Aruna?_     

Dia lupa nanti malam adalah hari di mana istrinya tepat berusia 20 tahun. Hendra tidak begitu peduli tentang hari kelahiran dia tidak pernah merayakannya.      

Dan dia tidak tahu tanggal berapa Aruna ulang tahun. Dia buru-buru menelpon sekretarisnya memintanya menyiapkan sesuatu.      

Dan sang payah mulai mengetik sebuah kata kunci di Google dan memilah-milah artikel 'hadiah ulang tahun paling diinginkan istri'.     

Dia tergelitik dengan sebuah artikel yang bertuliskan 'Hadiah paling romantis yang diinginkan istri anda'.     

_Ah' entahlah ini saja aku kirimkan ke Surya_     

*Gila permintaanmu benar-benar membuatku merinding?.  Sebuah pesan masuk di handphone Hendra tepatnya dari sekretarisnya, Surya.      

*Sudah lakukan saja jangan banyak mengeluh.     

*Di kamar mana nich?     

*Di kamar Aruna rumah Ayah Lesmana mungkin tidak ya?? Dia tak mau pulang (Hendra)     

*Gimana aku membawa propertinya? Kalau harus sama dengan artikel ini jelas itu mustahil?      

*Ya sudah di kamar kami saja, nanti aku paksa dia supaya mau kembali ke rumah induk.      

"Kecil! ada apa?".     

"Kenapa kau mengetuk pintu kamarmu sendiri".     

Suara Anantha terdengar dari dalam kamar. Hendra sedikit ragu, tapi dia harus secepatnya keluar atau pertengkaran ini ditangkap kakak Aruna dan bisa jadi semakin kacau.      

"Ee. Kakak.. aku hanya manggil Hen..".      

"Ya sayang.. aku tadi di kamar mandi belum begitu dengar panggilan mu". Mata biru tiba-tiba membuka pintu, dan berbicara menggunakan bahasa yang bertolak belakang.      

Anantha menatapnya penuh telisik, Hendra segera meraih Aruna dan menyelipkan gadis mungil itu ke dalam kamar.      

Mata kakak Aruna masih saja awas, menatap Hendra penuh ancaman.      

"Baiklah... kita akan berada di sini, tapi hanya sampai makan malam. Setelah itu kita pulang ke rumah induk". Hendra menyampaikan perintahnya yang tak mudah tergoyahkan. Setelah mereka benar-benar berada di dalam kamar dan mulai terdiam membeku satu sama lain.     

Aruna tak lagi menjawab, gadis itu sudah lelah untuk memohon pada Hendra.      

"Jangan khawatir, mulai besok kau akan ikut aku kerja, sejujurnya tidak ada niat untuk mengurung mu. Aku hanya ingin kau aman".     

Aruna masih saja terdiam, pria itu mendekatinya.      

"Aku punya hadiah spesial untukmu, tapi kita harus pulang karena hadiah itu menunggu di kamar kita". Hendra bicara lembut pada istrinya.      

"Kenapa mahal sekali ya.. sekedar menginginkan semalam saja berada di sini". Suara pasrah gadis itu terdengar memilukan.      

"Kita bisa menginap di sini kapan saja, tapi sementara ini ikuti dulu keinginanku".      

Mata biru mendekat, menyingkirkan beberapa uraian rambut dan mendaratkan sentuhan bibirnya di pipi putri Lesmana.      

_Aku mirip boneka, benar-benar dijadikan boneka_     

"Non.. Aruna.. dipanggil kak Ananta". Kini sang kakak tak lagi berani mengetuk pintu kamar Aruna sendiri, dia meminta asisten rumah tangga untuk memanggil Aruna.      

Gadis itu keluar gesit memenuhi panggilan kakaknya. Ternyata sang kakak sedang menerima tamu, seorang pria terlihat lebih muda dari kakak.      

"Hei Aruna.. perkenalkan ini Gibran, dia baru pulang dari luar negeri".     

Aruna sedikit bingung ketika kakak meminta keduanya saling berjabat tangan.     

"Gibran adalah rekan bisnis kakak, dia turut serta memperbaiki sistem pelayanan di dalam aplikasi yang kakak kembangkan".     

"Oh ya, Gibran juga tertarik dengan startup mu".     

'Mungkin kalian bisa ngobrol sebentar untuk memahami beberapa hal yang bisa kalian kembangkan bersama".     

Kak Ananta begitu banyak bicara menjelaskan teman barunya, dia bahkan menceritakan bahwa Gibran turut serta menanam modal di perusahaannya.      

Seorang kakak sulung yang menghabiskan banyak waktu dan tenaga untuk membangun perusahaanya sendiri, mati-matian sejak lulus kuliah. Dia lah yang paling lama menangkap kecurigaan terhadap kondisi keluarganya, terbelenggu Djoyodiningrat. Dan diakhiri tahun ini perusahaannya berkembang cukup menjanjikan.      

Anantha mengatakan bahwa 4 bulan terakhir Gibran lah yang banyak berperan, sehingga pelayanan serta profit yang di dapatkan meningkat pesat. Terutama karena suntikan dana dari keluarga Gibran.     

Gibran dan Aruna hanya tersenyum menatap Ananta yang terlihat bersemangat.     

"Apa yang bisa aku ceritakan?? Surat Ajaib terlalu kecil jika dibandingkan punya kakak. Kami hanya kumpulan anak muda yang menjual produk secara online di sosial media termasuk di website".      

"Websitenya pun hanya dikelola satu orang, cukup sederhana bukan?. Kalaupun dikembangkan secara masif, kami belum punya keberanian. Kami sedang kekurangan tenaga".     

Pria bernama Gibran tersenyum menangkap tiap ungkapan yang diluncurkan Aruna. Aruna merasa senyumnya hampir mirip seseorang, lebih tepatnya senyum Mahendra suaminya.      

"Tak masalah aku hanya penasaran saja, kakakmu selalu bercerita banyak hal tentang dirimu. Terutama sepak terjang mu sebagai founder Surat Ajaib, kabarnya diangkat dari ide original yang unik".     

"Kak Ananta sepertinya.. terlalu melebih-lebihkan".      

"Apakah benar kalian menyediakan jasa pembuatan surat cinta bahkan pernak-pernik ungkapan rasa sayang ??". Gibran membuka pertanyaan.      

"Haha iya. Kami pernah hampir menutupnya waktu itu, dan salah satu dari tim kami punya ide yang unik. Dia membuatnya benar-benar diminati bahkan sampai saat ini".      

"Termasuk surat patah hati yang akhirnya membawa desain dan pernak-pernik lainnya ikut dilirik oleh customer".      

"Benarkah?? kau sendiri desain projectnya?". Pertanyaan yang sesungguhnya tak perlu dijawab. Karena sang penanya sudah tahu jawabannya.     

"Untuk saat ini iya, tapi kenyataannya kami juga baru merekrut desain project yang lain".     

"Boleh kapan-kapan aku main ke sana?".     

"Tentu saja, silahkan".     

"Bagaimana tertarikan??". Kali ini Ananta lah yang bicara, melempar pertanyaan kepada Gibran.     

"Ya, sangat menarik".     

"Gibran.. kau tahu adik ku usianya berapa? Dia bahkan baru nanti malam 20 tahun".      

"Wow.. muda sekali ternyata. Aku tahu sepertinya kamu masih muda, tapi aku pikir kamu tak semudah itu".     

"Hehe". Tawa Aruna mengiringi percakapan berikutnya. Tidak menyadari ada seseorang yang mendekat di antara ketiganya     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.