Ciuman Pertama Aruna

Kado Spesial



Kado Spesial

0Wajah Anantha tertangkap ngeri. Bagaimana tidak, dia dapati adik kecilnya dibawah laki-laki yang mendongak kepadanya karena baru saja mengendus si bungsu.     
0

Aruna sigap mendorong Hendra. Pengantin baru itu terbangun dan merapikan diri mereka.     

"Maaf kak". Suara Aruna malu-malu.     

Gadis itu menyikut perut suaminya agar turut minta maaf.     

"Saya juga minta maaf.. em.. kak". Berat mengatakan kata 'Kak' pada pria di depannya. Anantha seusia Surya dan dia sering membully Surya. Namun harus menghormati kakak Aruna yang sering memasang wajah permusuhan kepadanya.     

Aruna bergegas pergi, mundur perlahan dan akhirnya berjalan cepat. Hendra membuntutinya di belakang.     

"Kita lanjutkan di kamar". Goda mata biru pada istrinya.     

"Tidak..!". Tegas menolak.     

"Ayolah.!". Senyumnya mulai jahil.     

"Tidak!". Matanya ikut melotot.     

"Ayolah sayang..". Lebih berani mengoda.     

"Jangan panggil aku sayang!". Sang gadis berhenti, disusul gertakan.     

"Saaaayaaa...". Pria ini sedang bermain-main menjahili istri mungilnya dengan ungkapan sayang. Hendra tahu Aruna geli dengan panggilan itu.     

"Sekali kau sebut aku sayang! Ku pukul kau". Mengangkat tangan, memberikan ancaman.     

Dan akhirnya pria ini benar-benar mendapat pukulan di dada.     

Bukanya mengelak dia malah berpura-pura meringkuk dan tersungkur seolah pukulan itu menyakitkan.     

"Jangan drama?!". Gadis ini memukulnya lagi karena telah berani bikin jengkel.     

Sekali lagi mata biru meringkuk, pura-pura kesakitan.     

"Hendra kau menggelikan!".     

"Tolong aku.. ini sakit banget..". Dia meratapi sesuatu dengan konyolnya.     

"Hik hik hik..".     

Sang gadis akhirnya terkekeh mengamati perilaku absurd pasangan pernikahan kontraknya.     

***     

"Hah' sepertinya manusia dingin itu benar-benar akan menjadi presdir berikutnya". Sekelompok orang mengisi ruang kerja dewan tertinggi mereka. Sofa-sofa besar mengelilingi meja yang bernuansa klasik nan kokoh. Ruang dengan interior eropa berwarna perak pekat mengesankan nuansa keangkuhan sang pemiliknya.     

"Hehe.. kita ditipu mentah-mentah oleh orang tua angkuh itu, Dia bisa mengelabuhi kita dengan begitu mudahnya. Sialan!". Satu diantara yang lainnya ikut menimpali.     

"Kalian sudah ku peringatkan sejak awal, orang itu tidak akan memberikan jabatanya kepada mereka yang bukan pewaris sah. Apa lagi tidak memiliki ikatan darah. Itu mustahil, sangat mustahil untuk Djoyodiningrat?".     

"Yah.. bagaimana lagi.. isu yang beredar anak itu terlahir tanpa pernikahan yang sah. Jika benar demikian, Wiryo juga tidak akan memilihnya".     

"Sepertinya info itu sengaja dia gulirkan untuk mengelabuhi kita".     

Diskusi hangat di iringi dengan secangkir kopi pahit yang menjadi kebiasaan mereka. Bau kopi menyengat terbang ke seluruh ruangan. Menjadikan seseorang yang akan masuk kedalamnya sedikit ragu.     

Pria ini sangat sadar, ketika bau kopi demikian kuat maka kumpulan orang yang bersekutu sedang berkumpul dan jumlahnya lebih dari 2 atau 3.     

"Tuan, putra anda sudah datang?". Seorang ajudan membisikan informasi pada pimpinan koalisi ini.     

"Suruh dia masuk!". Tegasnya dalam senyum menyeringai.     

Tak lama kemudian pemuda itu hadir ditengah-tengah ruangan. Menegakan punggungnya lebih tegap, sesuai perintah ayahnya yang selalu memintanya memasang wajah kaku, kuat dan misterius.     

Aura yang sesungguh jauh dari dirinya. Tapi apalah daya dia selalu dibawah bayang-bayang ayahnya. Atau para koalisi gila ini akan menggeser keluarganya dari tahta kepemimpinan yang dirawat dengan cara ekstrim.     

"Apa yang sudah kamu dapatkan!?". Sang ayah menodongnya dengan pertanyaan yang sudah dia duga.     

"Jangan bilang kau gagal lagi!". Ungkapan yang melumpuhkan aura palsu, dipasang dalam kemuakan.     

"Apakah tidak ada cara lain selain membunuh". Pemuda ini secara pribadi sangat keberatan dan tertekan.     

"Kau pikir ada cara lain selain mengakhiri generasi penerus mereka dan mengambil alih hak kita!". Sang ayah menatapnya tanpa ampun bahkan suaranya menukik tajam.     

"Jika saya punya cara lain mengambil alih kekuasaan mereka, apakah kalian akan tetap membunuh mereka?".     

"Kita lihat saja.. tapi aku tidak yakin dengan cara mu menyelesaikan masalah ini, tanpa menghabisi mereka". Kini kolega keluarga yang demikian dekat dan lebih akrab di panggil paman, mulai bersuara.     

"Paman-paman sudah mencobanya selama 2 generasi dengan cara yang sama, mengirim seorang pengancam. Nyatanya mereka masih saja bertahan, walau keberadaan kita belum bisa mereka bongkar. Aku rasa pasti suatu saat ada kalanya kita kena batunya". Laki-laki paling muda ini mulai membangun kerangka berfikir orang-orang disekitar.     

"Kita gunakan cara terbaru.. dengan mempelajari kelemahan mereka terlebih dahulu.. barulah kita putuskan bagaimana cara melumpuhkan Djoyodiningrat". Suaranya lebih percaya diri.     

"Aku suka metode anak mu.. sepertinya sangat masuk akal. Tidak percuma kau menyekolahkannya cukup lama di luar negri". Seorang berjas navi memberikan persetujuan.     

"Baiklah kita ikuti cara mu kali ini". Sang ayah mulai luluh.     

"Oh iya kemana kau sematkan adik mu sekarang..?, dia bilang dia mendapat tugas khusus dari mu?". Sang ayah kembali bertanya.     

"Ayah tenang saja tugasnya tidak berat dan dia mulai menyukainya. Dia juga tidak dalam bahaya". Sang penerus tahta memberikan penjelasan keberadaan adiknya.     

"Aku sarankan kau tetap membunuh istri Hendra, dia sasaran yang paling empuk untuk melumpuhkan situa Wiryo dan cucunya yang dingin itu". Sang ayah kembali membuat perintah yang sangat dia hindari.     

"Saya yakin gadis itu tidak memiliki pengaruh besar. Dia masih sangat muda dan sepertinya gadis biasa saja. Kami mulai mempelajari kehidupannya. Jangan sentuh dulu dia, atau mereka akan benar-benar membabi buta mencari keberadaan kita. Selama ini mereka main aman dan tenang. Aku malah makin curiga, bagaimana mereka terus bertahan sejauh ini. Padahal kita sudah melakukan banyak hal untuk melumpuhkan mereka. Aku takut mereka punya sesuatu diluar pemahaman kita".     

"Kalau anda meremehkan ucapan saya, mari kita hitung sama-sama. Berapa banyak Wiryo mampu lolos dan kini cucunya selalu lolos, yang terakhir gadis lemah itu bahkan bisa lolos".     

Ruang bergaya eropa dengan nuansa perak di hiasi wajah-wajah tenggelam dalam ruang berfikirnya masing-masing.     

Calon penerus tahta koalisi dua generasi. Membawa cara baru untuk melumpuhkan musuh keluarga yang diturunkan kepadanya. Musuh yang secara pribadi tidak memiliki keterkaitan sama sekali.     

Dia mengambil nafas dalam-dalam lalu menumpahkannya kembali. Menghembuskan bau kopi penusuk hidung.     

***     

Happy Birthday Aruna!     

Happy Birthday Aruna!     

Happy Birthday     

Happy Birthday     

Happy Birthday Aruna…     

Makan malam keluarga Lesmana menjadi pesta ulang tahun kecil-kecilan versi mereka namun membuat sang pewaris Djoyodiningrat, Mahendra begitu takjub. Dunia baru yang luar biasa hangat. Untung dia tidak menyeret istrinya pulang. Dia yakin seluruh keluarga akan membencinya, jika siang tadi menantu 7 hari ini berani-beraninya membawa pulang si bungsu dengan seenaknya. Gadis itu mendapat pelukan dan ciuman dari seluruh keluarga.     

Dia bahkan meniup lilin berlambang 20 tahun dengan wajah ceah ceria. Hendra pernah mengalami ini, ingata samar-samar di usianya ke 4 atau 5 tahun. Ketika mommy belum mengalami depresi hebat.     

Satu persatu keluarga Aruna mengeluarkan kado yang terbungkus manis warna-warni. Termasuk asisten rumah tangga mereka yang jumlahnya hanya sekitar 4 orang, 2 satpam dan 2 lagi ajudan Hendra yang dipaksa ikut bergabung. Mereka duduk dalam satu ruangan bahkan duduk di kursi sejajar.     

Hal langka dimata Mahendra. Hanya sekelas Surya yang bisa seperti ini dalam tradisi Djoyodiningrat. Karena Surya memiliki tempat special. Menjadi jubir Hendra ketika makan bersama keluarganya. Sebab sang cucu tidak berkenan mengeluarkan suara ketika ditanya oleh anggota keluarga baik Oma, apa lagi kakek angkuh Wiryo.     

Mata biru terlalu sibuk berbinar-binar. Dia mengamati sekeliling, balon-balon dan lampu-lampu kecil tidak berarti itu, ternyata bisa menjadi aksesoris yang menghangatkan. Seperti alien yang baru datang menyentuh bumi kemudian meraba-raba pemahaman.     

"Hendra..". Ini suara istrinya. Menggugahnya dari kesibukan neuron-neuron otak yang berkelanan menyusun pola baru akibat terlalu takjub oleh ruang spasial disekitarnya.     

"Hendra!". Sekali lagi dia di gugah.     

"Hem..". Hanya itu yang bisa keluar dari mulutnya. Kemudian barulah matanya bergerak menemukan kesadaran. Anggota keluarga istrinya menatap lekat.     

"Ah' ada apa? Apa yang salah dari ku?". Dia tahu tatapan itu tatapan meminta penjelasan.     

"Dia sering pelupa.. Tapi aku tahu, besok dia pasti akan membelikan kado spesial untuk ku". Aruna tersenyum nyengir, sadar Hendra memang akan berakir demikian.     

"Oh kado.. kado untuk mu?". Dia bertanya pada gadis mungil yang berusaha menenangkan keluarganya.     

"Tenang saja aku sudah persiapkan yang terbaik".     

"Untuk itu saya minta ijin membawa Aruna pulang ke rumah induk".     

"Karena kado special dari saya, telah saya siapkan dengan sempurna di kamar pribadi kami".     

Ungkapan Hendra membuat seluruh anggota keluarga Lesmana tercengang.     

Istrinya menginjak kaki Hendra, sangat kuat.     

"Kenapa kau menginjak kaki ku??".     

Sang istri memerah dan menutupi mukanya.     

_Kau memang CEO gila_ Umpat Aruna berkali-kali didalam hati. Seandainya anggota keluarganya menghilang secara tiba-tiba. Mungkin suami perjanjian pernikahan ini, sudah dia habisi.     

Tidak salah lagi seluruh keluarganya sedang membayangkan kado special dari suami Aruna tidak jauh-jauh tentang : 'Malam Yang Panas'.     

_Sial! Akan ku bunuh kau setelah ini_     

_Argh…!! Apes.. Apes.._ Si bungsu keluarga Lesmana hanya mampu mengumpat dibalik permintaan keluarganya untuk memunajatkan doa pada pergantian usia ke 20 tahun.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.