Ciuman Pertama Aruna

Gelombang Longitudinal



Gelombang Longitudinal

0_Argh…!! Apes.. Apes.._ Si bungsu keluarga Lesmana hanya mampu mengumpat dibalik permintaan keluarganya untuk memunajatkan doa pada pergantian usia ke 20 tahun.     
0

.     

.     

"Aruna". Sang kakak laki-laki memanggil setelah seluruh keluarga memeluk si bungsu mungil, mengantarkannya kembali kepada pewaris DM Grup yang kini menjadi penguasa adik kecil.     

"Jika malam ini kau akan dirayu untuk melepas kegadisan mu, dengarkan kakak! itu sangat menyakitkan, jadi urungkan niatmu. Namun seandainya ini udah yang ke sekian kali, pastikan kamu tidak mengandung. Karena tidak lucu kuliah dengan perut besar". Sang kakak mengeraskan volume suaranya dengan sengaja supaya lelaki yang berdiri di belakang si kecil kesayangannya tersinggung.     

Mata Hendra kembali meyala-nyala, andai dia bukan kakak Aruna akan ditonjok habis-habisan orang ini.     

"Sebaiknya anda segera menikah, Supaya anda tahu bagaimana rasanya menjadi suami yang diusik kakak istrinya. Dan sang kakak tidak tahu malu mencampuri urusan rumah tangga adiknya".     

"Apa kau bilang!!". Anantha meraih krah baju Hendra. Dan seseorang yang di terjang Anantha sigap memegangi punggung tangan yang berani menyerangnya.     

"Yang benar saja..! kalian berani bertengkar di hadapan ayah??. Lepaskan tangan kalian!!". Lesmana jengkel dengan anak laki-laki termasuk menantunya, sedari tadi mereka tertangkap saling melemparkan hawa panas.     

Hendra buru-buru melempaskan tangannya, menunduk minta maaf dengan krah yang masih tergenggam Anantha.     

"Anantha lepaskan adik mu!".     

"Cih, Aku tidak sudi punya adik seperti dia". Anantha sempat mengumpat dan memilih pergi.     

Aruna mengosongkan nafas dalam dada, dia benar-benar tertekan ketika suami dan kakaknya mulai bersinggungan. Aruna paham kakaknya seorang yang keras kepala dan dia juga paham suaminya Mahendra tidak tahu cara mengalah.     

Ketika dua pasangan pengantin baru ini mulai memunggungi sang ayah. Tiba-tiba ayah Lesmana mendekat dan memanggil keduanya.     

"Mas Hendra aku titip putri ku. Tolong jaga baik-baik dia".     

"Ah' ayah kau membuat ku haru". Aruna melepas tangan Hendra yang merengkuh pundaknya. Berlari memeluk perut ayah.     

Lesmana mengabaikan pelukan putri bungsunya. Dia lebih fokus menatap Hendra yang tertegun melihat perilaku manis hubungan ayah dan anak dihadapannya.     

"Ada benarnya yang disampaikan kakak mu, Anantha. Redam dulu ke inginan memiliki bayi. Ijinkan putri ku menikmati dan menyelsaikan masa kuliahnya".      

"Keinginan ayah sama dengan saya, saya harap anda berkenan membantu saya bicara dengan kakek". Hendra sedikit bergetar tiap kali ayah Aruna mulai mengajaknya bicara. Dia seolah mendapatkan sebuah moment langka sepanjang perjalanan hidup.       

"Sudah jangan menangis di tunggu suami mu". Lesmana mengangkat wajah si bungsu, dia sedang mewek.     

"Aku sayang ayah, jangan lupa mengunjungi ku ya yah..". Ungkapan gadis ini mengiringi langkahnya di tarik CEO.     

"Kau masih di Indonesia, masih bisa ketemu ayah mu kapan pun!. Jangan drama seperti ini membuat ku ikutan terharu". Suara Hendra menyeruak bersama putaran roda Bently Continental.     

Bukannya reda istrinya malah menangis lebih keras.      

 "Memang masih di Indonesia, tapi rumah induk kalian bahkan tidak ada dalam jangkauan okejek (aplikasi ojek online)". Aruna mengeluhkan sesuatu yang tidak penting versi Hendra.     

_Andai aku berhasil keluar dari gerbang yang bisa membuka tutup otomatis itu, aku bahkan tidak bisa memesan apa pun untuk melarikan diri lebih jauh_     

Benak Aruna telah mengubah rumah induk menjadi sebuah tahanan rumah.     

"Buat apa membutuhkan aplikasi online, istri Mahendra bisa membuat perintah kepada semua ajudan suaminya. Bahkan bisa mebuat perintah kedapa suaminya". Hendra mulai mendekat merengkuh tubuh mungil disampinya. Mengusap butiran air cemerlang yang membasahi pipi halus kenyal tanpa make up.     

Cucu Wiryo tidak tahan untuk tidak menyentuhkan bibirnya. Dia mengecup mata putri bungsu Lesmana, kanan dan kiri. Aruna terdiam lebih tepatnya tertegun. Hendra terlalu manis dan berbahaya untuknya.     

"Bisakah kau menjauh, hari ini kamu terlalu banyak menyentuhkan bibir mu pada ku".     

Raut muka Hendra langsung tertekuk. Dia ngambek seperti perilaku Aruna kala dijahili.     

Aruna meliriknya tidak peduli.     

"Mahal sekali kamu". Rintihnya dalam kegalauan lelaki normal dengan naluri ilmiah yang sulit dikendalikan.     

"Banyak perempuan yang tergila-gila pada ku. Andai kau tahu? Seberapa gilanya mereka mengurung ku di dalam kelas, hanya karena cewek-cewek itu penasaran dengan ekspresi ku ketika didekati secara agresif. Belum lagi perilaku beberapa perempuan yang suka rela membuka bajunya di hadapan ku".     

"Dan kau!. Aku harus memohon berulang kali supaya di ijinkan memberi sedikit sentuhan".     

Percakapan satu arah itu sesungguhnya di dengar oleh dua ajudan yang duduk di depan. Kedua pria itu ikut merasakan perihnya perasaan tuan muda. Mereka belum menikah, tapi mereka dilarang menunjukan kedekatan berarti secara terang-terangan. Mereka memahami profesi mereka perlu mejaga pasangan agar tetap aman dengan menyembuyikanya dari banyak pihak.     

"Apa kau memiliki lelaki lain yang begitu kuat mengisi hati mu". Sang pria mulai terusik dengan penolakan.      

Aruna hanya diam, gadis ini melempar pandanganya di jalanan ibu kota yang sama sekali tidak menarik.     

"Sehebat apa dia, sampai kau bisa memasang benteng demikian kuat".     

Ucapan yang di luncurkan Mahendra sama sekali tidak mendapat sambutan.     

"Kemarilah. perhatikan aku sekali saja!". Memohon dengan suara rendah, berharap disambut.     

"Lihatlah aku.. tatap aku.. aku ingin melihat wajah istriku!". Mulai merasa hatinya dilukai.     

Aruna tidak bergeming.     

"Aruna..!".     

Masih tidak mau menoleh.     

"Aruna lihat AKU!". Sang suami mulai menggertak.     

"LIHAT AKU SEKALI SAJA!". Dia muntap. Menarik siku perempuanya. Membuat ajudan di depan ikut tersentak.     

"Bagaimana aku bisa menaruh perhatian pada laki-laki yang perasaannya bisa berubah hanya dalam hitungan detik". Sang perusak logika tersenyum miris.     

D e g'     

_Dia benar-benar mengujiku, Beraninya dia begini pada ku_     

Hendra menarik pinggangnya agar mendekat.     

"Apa kau memerlukan ciuman ku?? Jika iya, aku akan memejamkan mata, kau bisa memanfaatkan poin 21".     

_Perjanjian kita_ Aruna menambahkan gumaman dihatinya. Perjanjian ini tidak boleh didengar para ajudan.     

_Apa??_     

_Kenapa semenyakitkan ini_ Sang taun muda melepas cengkraman tangannya dari gadis yang dia ikat dengan perjanjian pernikahan.     

Menutup mata, meredam sesuatu di dada, berikutnya membuat pukulan kasar pada sofa mobil. Terlalu kasar hingga gadis itu terkejut dan merinding ketakutan.     

.     

.     

"Kau tahu aku menyukai mu kan?". Tiba tiba kebekuan itu pecah setelah tawa terkekeh sang pewaris Djoyodiningrat terhembus sejalan dengan kalimat tanya yang keluar dari mulutnya.     

Aruna meliriknya kemudian memandanginya, tawa itu terdengar sama seperti tawa dia sebelum menghajar ajudan-ajudan kakeknya pada malam pertama Aruna bermalam di rumah induk.     

"Kau bilang : Bagaimana aku bisa menaruh perhatian pada laki-laki seperti mu??"      

"Haha artinya, kau sebenarnya sudah mendengar pernyataan cintaku berulangkali". Hendra sudah tahu bahwa dirinya di abaikan. Namun dia perlu mencari alasannya.     

"Dan kau mengabaikannya".      

"Menyedihkan sekali nasib ku". Suara Hendra mengakibatkan Raung sempit Bentley mendingin.     

"Hentikan analogi mu Hendra". Gadis itu kini berkenan menatapnya, walau tatapannya sebuah keterpaksaan.      

 "Karena hati ku adalah milik ku, biarkan aku menentukannya sendiri".      

"Walau kau seorang penguasa, kau tidak akan bisa mengaturnya. Apa lagi memilikinya dengan cara menggertak ku".      

Setiap kata yang meluncur dari mulut gadis perusak logika, menjelma menjadi pisau yang di hujamkan berkali-kali pada dada lelaki bermata biru.      

Dia terluka, kesakitan tanpa darah.     

"Menjadi baik adalah pilihan.. Menutup telinga dan mata juga pilihan..".     

"Bahkan tidak memilih pun adalah sebuah pilihan".     

"Tolong hargai lah pilihan ku dan berhentilah berharap". Getaran lirih dari gelombang longitudinal (suara) si mungil merambat melalui medium udara, menyusup menggetarkan membran timpani (gendang telinga) sang CEO. Getaran itu menyeruak, memperkuat dorongan tulang pendengaran untuk mengirimkannya ke telinga bagian dalam. Lalu menjelma menjadi impuls listrik dan ditangkap oleh saraf pendengaran pada otak CEO yang sedang tergila-gila.      

Ketika otak sang CEO menerjemahkan impuls listrik milik perusak logika.     

Sekali lagi putri Lesmana mampu membuat cucu Wiryo tertegun.      

_Dia tidak akan memilih, memilih siapa pun di antara kami_     

Aruna selalu diluar prediksi. Membuatnya kembali bertekuk lutut.      

Menjadi terlalu baik mengakibatkan semuanya tersiksa, namun juga mendorong sang pemburu makin tergila-gila.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.