Ciuman Pertama Aruna

Buck Roses



Buck Roses

0Aruna selalu di luar prediksi. Membuatnya kembali bertekuk lutut.      
0

Menjadi terlalu baik mengakibatkan semuanya tersiksa, namun juga mendorong sang pemburu makin tergila-gila.     

.     

.     

Bentley  continental black mulai memasuki gerbang yang terbuka secara otomatis. Ruang di dalam mobil hitam itu masih saja membeku. Keduanya keluar tanpa getaran gelombang longitudinal.      

Hingga sebuah pintu kamar yang menjulang tinggi dengan ukiran khas Jawa terbuka sempurna. Sang perempuan tertegun bukan main.     

 "Hendra jangan kau tutup pintunya". Gadis itu segera membuka lebar kembali pintu kamar mereka dia merasa aneh dengan pemandangan didepannya, tidak layak untuk pasangan suami istri perjanjian pernikahan. Tapi sejalan berikutnya dia berdiri dengan mata terpana.      

Hendra mengabaikan wajah tertegun itu, dia memilih menanggalkan coat yang membungkus dirinya seiring dengan caranya meletakkan sembarangan koper yang dia bawa.     

"Dari mana kau mendapatkan ide sejauh ini, tidak mungkin kau menyuruh orang menyiapkan ini semua kan?? Inisiatif ini pasti bukan darimu". Gadis ini bergetar antara terpesona dan merinding.      

Terpesona karena semua perempuan pasti terpana melihatnya, dan merinding karena kado macam ini berasal dari Mahendra.     

Istri Mahendra mendekat, semakin dekat dengan super king bed makin dekat dia pada kumpulan alat reproduksi seksual pada tumbuhan divisio Magnoliophyta atau Angiospermae (tumbuhan berbiji tertutup). Salah satu jenis tanaman dari genus Rosa L terhampar melimpah ruah dari lekukan bed cover berwarna putih jatuh ke bawah menghamburkan susunan bunga yang diambil dari nama seorang profesor, Griffith Buck. (Buck Roses)     

Jenis mawar buck roses berbaris dari warna putih menuju merah muda, semakin memerah dan berakhir di merah merona pekat, terlalu menakjubkan.     

Sama dengan yang terhampar di atas ranjang. Susunan mahkota bunga mawar buck Roses menghiasi permukaan super king bed. Di tengah-tengahnya ada balon indah terbang yang ujungnya terkait box berpita keemasan.      

Mata Aruna masih berkelana bersama rasa takjubnya yang belum bisa dikendalikan, lilin-lilin itu menerbangkan zat kimia tercampur dengan udara menyusup kepada indra penciuman. Sangat harum, harum yang lembut dan menenangkan.      

"Tunggu!".     

Kenikmatan gadis itu terganggu, balon yang tersusun di atas kepala ranjang bertuliskan 'happy birthday my little darling Aruna'.     

Aruna terusik oleh tulisan my little darling. Dia segera memanjatnya berniat mencopot kata 'd a r l i n g'. Saat si mungil berjinjit kesusahan meraihnya.     

Tiba-tiba seseorang yang lebih tinggi sudah berada di sampingnya. Mencegahnya mencopot tulisan apapun sambil berkata : "Apa yang kau lakukan? ".     

"Aku ingin mencopotnya, tulisan itu menggangguku".     

"Copot saja tulisan A r u n a! yang lainnya, kau tak berhak menyentuhnya".     

"Mengapa harus namaku?".     

"Aku belum mengatakan kado ini untukmu, dan aku menyukai benda-benda ini sekarang. Di rumahmu tadi juga banyak barang-barang tidak berguna, tapi membuat suasana jadi hangat. Jadi aku aku sedang ingin menikmatinya".      

"Nih!! Ambil ini! nama Aruna". Hendra melepas huruf A dari kata A R U N A.     

"Hai.. kau tak boleh, tak boleh melepas namaku. Jelas sekali tadi kau katakan sudah menyiapkan kado ulang tahun spesial di kamar kita, jadi ini milikku". Gadis itu tidak setuju.      

"Aku belum memutuskan Apakah kado ini akan aku serahkan padamu atau tidak, artinya kau belum punya hak memilikinya". Hendra mencopot huruf R.      

"Beraninya melepas huruf R, kembalikan tempel lagi!!". Aruna meminta huruf a dan r yang di genggam tangan lelaki bermata biru.      

"Kamu baru saja menolak cintaku mentah-mentah, dan sekarang masih berani meminta kado ulang tahun dariku!".     

"Gadis kecil yang tak tahu diri!!".      

"Lihat! Sekarang siapa yang perasaannya berubah dalam waktu singkat". Hendra mengembalikan kata-kata Aruna yang tadi digunakan untuk melukai hatinya.     

"Tapi..". Gadis ini bingung sendiri.      

"Tidak ada tapi-tapian, semua yang kau lihat sekarang Masih milikku!". Hendra mulai memunguti huruf u lalu n.      

"Hendra hentikan!".      

"Aku minta maaf.. biarkan namaku menempel". Sang gadis naif memohon dengan wajah tanpa dosa.      

"Enak saja kau bilang maaf! Setelah membuatku terlihat seperti orang bodoh. Kau lupa siapa yang Kau permainkan!".      

Gadis bernama Aruna memungut huruf A yang terjatuh dari tangan CEO DM grup. Dia melindunginya, CEO yang tadi hatinya sudah terlanjur terluka meremas kumpulan huruf R U  N. Dan huruf-huruf itu menghembuskan udara, meletus memekikkan telinga.      

Dia bahkan meraih huruf A akhir yang masih menempel meremasnya dengan tenaga penuh tentu saja letusan itu terdengar lebih kuat.      

"Ada apa?? Ada apa??". Keluarga dan para penghuni rumah induk Djoyodiningrat mulai berdatangan.      

Letusan berbunyi: "DOR..". Dalam keluarga Djoyodiningrat lebih identik sebagai suara tembakan.      

Apalagi suara balon yang mirip tembakan berasal dari pintu terbuka kamar pengantin baru. Rasa khawatir menyergap seluruh penghuni rumah.      

Mereka mulai berlarian mengintip ke dalam. Tidak ketinggalan sang nyonya besar meminta jalan dan mendorong dirinya untuk maju ke depan melihat apa yang terjadi.      

"Aruna berikan PADA KU!!".      

"Tidak!! Kau tidak boleh memegangnya ini milik ku!". Gadis mungil ini meringkuk melindungi balon hurup A ke dalam dekapannya.      

Dia menyembunyikan balon itu diantara perut dan dadanya, dan menyelinap masuk selimut  mengakibatkan mahkota Buck Roses yang tersusun indah mulai berserakan.      

"Berikan!". Hendra mendekati tubuh yang meringkuk itu, seolah menindihnya dan memaksanya merelakan sesuatu, melepas tangan secara paksa.      

"Oh ya Tuhanku..". Oma Sukma tertegun melihat cucunya yang seolah sedang memaksa istri mungil di bawahnya.     

"Hendra!! Jangan paksa istrimu jika dia tak mau!!". Bunga-bunga mawar yang tersusun sempurna menambah kecurigaan nyonya besar. Cucunya sudah menyiapkan segala hal tapi istrinya menolak, kesimpulan Oma Sukma salah besar.     

Sang cucu menyikap lebih lebar selimut dan membalik paksa tubuh istrinya.      

"Aa..! Hen..!". Istrinya berteriak tak terima, balon hurup A terlepas darinya.      

Mata biru mengabaikan oma-nya apalagi keluahan istrinya.      

Oma keluarga Djoyodiningrat dibuat tercengang. Ternyata dua pasangan muda dihadapannya berebut balon berwarna emas.      

"DOR!!". Hendra meremasnya dengan perasaan puas. Setelah berhasil merebut paksa dari perempuan yang satu jam lalu menancapkan pisau di dadanya.      

"Oh ya tuhaaan kalian.. Oma keburu salah sangka.. tutup pintu kalau sedang bermain-main". Oma keluarga ini tersenyum. Walau nyatanya cucunya kini malah yang sedang di pukuli istrinya pakai bantal.      

"Hendra kau jahat! Kau jahat sekali..".     

"Kau bilang aku jahat??! Harusnya kamu ngaca!! Au.. jangan memukul ku!.. benda-benda dikamar ini milik ku". Hendra merampas apa pun yang dipegang Aruna.      

Oma keluarga yang Terabaikan akhirnya memilih keluar kamar.      

"Tutup pintunya.. kalian semua bubar.. angapain disini!? Bubar! Ayo Bubar!". Oma Sukma sempat menggelengkan kepalanya tidak percaya melihat kelakuan absurd mereka yang luar biasa.      

Dan yang di dalam ujung-ujungnya bertengkar sungguhan.      

"Sekali lagi kau berani memukuli ku. Akan ku buat kau menyesal sungguhan". Ucap pewaris tunggal Djoyodiningrat. Yang kini berhasil mengunci tubuh mungil dari belakang.      

Hendra tega mengikat dua tangan Aruna di belakang punggungnya hanya dengan satu tangan besarnya.      

"Memohon kepada ku atau aku tidak akan melepaskan mu!".      

"Nggak mau!!". Aruna masih keras kepala.      

"Bocah naif beraninya sok-sokan dihadapan ku. Jangan kira karena aku menaruh hati pada mu kau bisa seenaknya sendiri".      

"Aku tidak naif".      

"oh iya.. iya.. aku lupa.. Aruna bukan gadis naif". Hendra mebalik tubuh putri Lesmana dan membenamkannya dibawah dada kokoh Mahendra.      

Gadis itu tersungkur dengan kedua tangan terkunci Di sisi kanan dan kiri kepala.     

"Memohon kepada ku. minta dilepaskan.. atau aku akan membuat mu kehilangan makna naif.. apalagi polos!!. Dia mengancam Aruna terang-terangan.      

Bau harum buang mawar bercampur lilin terbang mempengaruhi keduanya.      

Wajah mereka bertatapan dengan hati yang tak terkendali satu sama lain.      

Dan sang pria mendaratkan kecupannya  pada bibir merah merona tanpa penolakan.     

Putri Lesmana tidak membalas ciumannya tetapi sesuatu terlepas lolos dari mulut mungilnya.      

Desahan mengeluh dan terbakar.      

Ketika Hendra membuka mata dalam lumatan perlahannya. Dia dapati nafas terengah-engah dalam tatapan teduh, sayu dan dada naik turun.      

Hendra memahami dirinya sedang menyiksa seseorang. Pria itu melepaskan kedua tangan Aruna. Dan menghentikan lumatannya.      

Mata biru melepaskan mangsanya dan perlahan pergi menghindar, menuruni ranjang bertabur mahkota buck Roses.      

Tak disangka.      

Dua tangan si mangsa menyelinap disela-sela lengan pemangsanya.      

Mendekap, dan menempelkan tubuh mungil pada punggung Mahendra.      

"Jangan membenciku. Aku menolak mu karena aku takut jatuh cinta pada mu".      

"Aku minta maaf".      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.