Ciuman Pertama Aruna

Ternyata Kamu



Ternyata Kamu

0Baru saja pria ini menuruni tangga panggung, hal pertama yang dia inginkan adalah segera mendatangi istrinya.      
0

Sayang sekali harapan sederhana itu sedikit terkendala. Beberapa peserta meeting mulai berhambur mendekatinya.      

"Ada yang bisa saya bantu? ".     

Hendra pikir mereka mendekat untuk mengajaknya diskusi, nyatanya beberapa ibu-ibu bahkan pria yang mendekat durinya berharap bisa berfoto dengan Mahendra, CEO DM Grup.     

"Mohon maaf, kita foto barengan saja. Sekali lagi mohon maaf.. waktu saya tidak banyak ". Hendra melirik ajudannya berharap dibantu mendapatkan jalan.      

Ajudan sudah mulai mengurangi resiko minta foto dari para peserta meeting yang lain, sayang satu dua masih berupaya dan cenderung nekat.     

"terima kasih mister!". Hendra tersenyum dengan panggilan yang baru dia dengar, masih saja ada yang memanggilnya demikian. Perawakan dan parasnya memang cenderung England. Namun dia tumbuh dan dibesarkan sangat Indonesia bahkan cenderung Jawa.     

"Siapa yang mengantarmu?". Sapa Hendra pada istrinya. Dia duduk di kursi di samping Aruna, dan mulai merentangkan tangannya mendekap bahu perempuan yang telah rias cantik dengan midi dress pilihannya.     

"Kak Leona". Mata Aruna menyorot perempuan yang duduk di sisi lain di sampingnya.      

"oh, namamu Leona ya? Sebelumnya terima kasih banyak". Hendra mencuri lihat, akhirnya CEO ini menyadari nama bawahannya.     

Aruna mengerutkan keningnya, tertangkap bingung. Leona bercerita bahwa dia teman kecil Hendra tapi mengapa Hendra masih bertanya tentang namanya. Bukankah ini aneh??     

"Ya tentu itu namaku, harusnya anda sudah tahu sejak anda kecil? Dulu Anda lebih suka memanggilku Nana". Leona bicara begitu santai dan percaya diri membalas ramah Hendra. Baginya biasa saja jika Hendra tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya apalagi perempuan. Hal itu memang karakter yang terpatri sejak mengenal mata biru.     

"Oh. Benarkah?? Sepertinya ingatanku memang buruk ". Hendra tersenyum mengakhiri interaksi, dia memilih kembali fokus pada istrinya.     

Melihat dirinya diberi kesempatan bicara, Aruna segera memanfaatkan hal tersebut untuk menjawab rasa penasaran ketika pertama kali melihat performance cucu Wiryo.      

"Hendra Apakah dulu kau juga hadir emmm... ". Gadis ini kebingungan menyusun kata.     

"Apakah dulu kita pernah bertemu sebelumnya, maksudku sebelum di cafe la rose". Gadis itu mulai menemukan cara bertanya yang benar.     

Tapi mata biru terlihat memicing mencari tahu maksud pertanyaan Aruna yang sedikit membingungkan.      

"Emm.. dulu aku pernah menerima penghargaan sebagai startup pendatang baru terbaik kategori craft. Waktu itu acaranya di kampusku". Belum selesai pertanyaannya digulirkan, gadis ini menangkap senyum Mahendra.     

"Jadi yang diundang sebagai CEO inspiratif, maksudku CEO pemuda paling berpengaruh.. itu kamu?". Aruna mencari keyakinannya.      

"Kau baru sadar?! ". Hendra tersenyum lebih dalam.      

"Oh sungguh beneran itu kamu?".      

"ya siapa lagi CEO muda paling berpengaruh di negara ini haha". Sang pria tertawa sombong.     

"Ya ampun.. beneran??". Aruna masih belum percaya.      

"Coba saja kamu periksa foto fotonya, Kalau kamu masih punya".      

"Wah Baiklah coba aku buktikan ". Aruna mulai mencari handphonenya. Dia pernah upload foto itu di Instagram, sudah cukup lama.      

Sembari melihat gadis di sampingnya benar-benar berburu pembuktian. mata biru tersentil untuk bertanya     

"Kenapa kamu baru sadar sekarang? ".      

Aruna menghentikan sentuhan di handphone menatap wajah Mahendra yang menyiratkan makna kecewa karena baru disadari.      

"ya karena aku baru tahu sekarang. Ternyata kau  bisa punya sopan santun yang luar biasa. Ketika di depan publik, Kamu benar-benar seperti orang lain". Aruna mengajukan penjelasan dan tertangkap bersemangat.     

"Memang Apa bedanya? Lihatlah aku sama saja?!". Hendra mengangkat tangannya menunjukkan bahwa dia orang yang sama.     

"Sama apanya? Jelas beda jauh?''. Aruna mulai mencari perbedaan di dalam otaknya     

"Mungkin karena dulu waktu pertama kali kita bertemu kau terlihat jahat. Ah' bukan jahat sih, tapi kasar dan semaunya sendiri. Tentu saja aku tidak pernah berfikir kalau kita pernah bertemu sebelumnya".     

"karena kesannya terlalu berbeda antara CEO yang jadi pemateri itu, sama laki-laki yang tiba-tiba menyerahkan lembaran..".      

"hu..St". Hendra memberi kode pada Aruna supaya tak menyelesaikan ucapannya, ada orang di samping mereka.      

"sungguh.. aku belum yakin CEO itu.. ternyata kamu Hendra".      

"CEO itu beneran aku sayang, memangnya kenapa??".      

"enggak.. aku masih belum yakin sungguh!!".      

Aruna kembali menggerakkan jemarinya diatas aplikasi Instagram dia geser-geser akun pribadinya.      

_Eh ada inbox, Apakah ini balasan Damar?_ sang Rona kemerahan mengurungkan niatnya. Layar handphone miliknya ikut diamati mata biru, iya perlu meredam keinginan yang membuka inbox. Dari pada menjadi masalah.     

"Wah ini dia, iya beneran kamu hehe". Aruna tersenyum cerah, senyum langka dari gadis yang dulu sangat hangat.     

"tak menyangka 1 tahun yang lalu kita pernah bertemu". Aruna seolah kembali merasakan perasaan bahagia pada masa itu.     

"sepertinya aku lebih menarik di foto dari pada aku yang di sebelahmu". Hendra kecewa aruna lebih suka memandangi foto dari pada dirinya yang real.     

"hehe.. tau nggak Dulu aku pernah punya keinginan, suatu saat aku ingin jadi orang sepertimu. Itu lucu banget kan.. haha". gadis ini tertawa lebar dia bahkan menutup mulutnya dengan jemari karena giginya terlihat jelas. Dia sedang tertawa lepas.     

Tawa pertama Aruna setelah pernikahan yang begitu berat mengikatnya. Hendra ikut kembali merasakan hangatnya gadis ini. Rasa hangat yang susah payah ingin dihadirkan kembali.     

"Baguslah sekarang CEO muda idola mu sudah jadi suamimu". Hendra mengimbangi hangatnya suasana hati Aruna. Dia ikut tersenyum dan bergaya songong.      

"Sayang.. Sekarang tidak ada keren-keren nya".      

"Loh kok bisa?!".      

"ya karena aku sudah tahu kepribadianmu yang asli, jadi tidak ada yang menarik lagi".      

"Ah yang benar.. tapi tadi aku keren kan..".     

"sedikit... sedikit saja".      

"jangan berbohong, lihat kamu masih tersenyum itu artinya iya. Mengaku saja..".      

"Ndak mau..". Aruna menggelengkan kepalanya diiringi senyum cerah yang menghiasi pipi merah merona, cantik luar biasa di mata lelaki bermata biru.      

"ayolah.. matamu tidak bisa berbohong!"     

"haha kau bisa membaca mataku?".     

"ya aku bisa membaca apapun, kecuali hatimu".      

Seketika tawa gadis hangat padam, terhenti menjadi senyuman getir. Hendra sedikit kecewa kenapa dia harus berkata tentang hati.      

_Kenapa dia selalu begini, selalu menimbulkan banyak tanda tangan. Membuat hatinya remuk setelah bahagia_.     

Sebelum kebekuan itu datang, pria ini mencari inisiatif. mengalihkan pembicaraan : "kau haus? Kau ingin minum? biar aku ambilkan".      

_Ah ini harusnya kata-kata ku, dia yang baru selesai persentasi tapi dia juga yang menawari minum_     

"jangan.. aku saja yang mengambilnya untukmu, tunggu sebentar ya..". Aruna tangkas bangkit lebih dahulu menggeser kursinya.      

.     

"Mas Hendra sudah banyak berubah ternyata". Perempuan yang dari tadi duduk terdiam di samping Aruna ternyata mendengarkan dengan seksama percakapan mereka.      

Hendra acuh tak menanggapi ungkapan perempuan yang baru dia tahu namanya Leona.      

"Aku pikir Mas Hendra akan marah pada perempuan yang berani menaruh hatinya di tempat lain". Leona terlalu berani membuat pernyataannya.      

Pria itu masih mengabaikan perempuan yang mengajaknya berkomunikasi, memilih menyibukkan diri merapikan tas istrinya yang ditaruh sembarangan termasuk handphone yang tergeletak begitu saja. Dia masukkan handphone itu di dalam tas.      

"melihatmu seperti ini, aku seolah kembali ke masa sebelum kamu mendapatkan trauma itu".      

"Kamu manis dan baik, membuatku menangis tiap kali disuruh berhenti bermain denganmu".     

"kau tak ingin tahu siapa aku? Minimal penasaran?". Leona seolah bicara sendiri. Hendra sama sekali tidak peduli dengannya.      

"Apa aku perlu bersimpuh di hadapanmu, supaya kau berkenan bicara denganku". Ucapannya sudah cukup merendahkan harga diri Leona, tapi lelaki Mata biru tidak bergeming.      

"Mas, setelah ini kita tinjau lokasi pembangunan". Riswan datang bersamaan dengan kedatangan Aruna.      

"wah.. Kamu bawa istrimu". Walikota menyipitkan matanya tanda dia berbahagia, istri koleganya tak lagi bersembunyi di mobil.      

"Ya.. dia tersiksa berada di rumah terus-terusan. Aku juga lebih bersemangat ketika Ada dia disampingku". Hendra turut berdiri memeluk pinggang Aruna, menunjukkan kepemilikan.     

"uh uh.. ungkapan pengantin baru memang bikin merinding haha".      

Istri Hendra nyengir malu, sedangkan Mahendra tersenyum lepas.      

"Bagaimana? kita bisa berangkat sekarang?.. lokasinya tidak jauh kita bisa tempuh dengan jalan kaki".      

"Mau ke mana?". Istri Hendra ikut penasaran.     

"anda ikut saja sekalian, jarang-jarangkan bisa menikmati kota dengan berjalan kaki santai". Walikota memberikan saran.     

"aku tidak yakin ini baik, Aruna sebaiknya kau kembali ke mobilmu!". (Hendra)     

"Nggak mau.. aku mau ikut..". Sang istri keberatan dan mulai merengek.      

"ayolah sayang.. kita jalan-jalan nanti di tempat lain".      

"tenang.. mas Hendra. unit keamanan dari kami sudah siap, kami jamin keamanan kalian berdua". Walikota kembali bersuara.      

"Tidak! Hanya kami yang bisa mengukur kondisi yang kami hadapi".      

"Leona, bawa Aruna kembali ke mobil".      

"Hen.. Hendra..". Gadis itu merengek suaranya lebih menggelisahkan.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.