Ciuman Pertama Aruna

Sudut Elevasi



Sudut Elevasi

0"takdir membawamu ke tempat yang berbeda, sekarang tinggal kamu memilih untuk menjadikannya pijakan atau kembali ke tempat yang kau anggap nyaman. Semua tergantung padamu.. my honey". Bisiknya sembari menghisap rambut harum Aruna.     
0

Gadis ini masih terdiam, sesuai dugaan Hendra. Dia tetap pada pilihannya menutup diri serapat-rapatnya, tak tersentuh dan tak bisa dimengerti.      

"Sudah saatnya kita kembali bukan? Pasti walikota menunggumu". Keduanya berjalan perlahan beriringan. dulu Aruna tidak berkenan berjalan beriringan dengan pria ini, mendengar ucapan sayang, my darling, my honey dan semacamnya membuatnya sangat ngeri. Tapi akhir-akhir ini dia biarkan laki-laki bermata biru memanggilnya demikian.      

Entah, karena jengkel memperingatkan atau sudah mulai terbiasa.      

Ketika kembali kepada kerumunan. Ternyata wartawan masih berada di sana menyergap keduanya dengan todongan pertanyaan.      

Riswan dan beberapa ajudannya langsung meringsek melindungi koleganya. Demikian juga orang-orang Hendra. Mencoba menenangkan dan memberi ruang 2 pasangan suami istri ini untuk berjalan.      

"Bisakah anda menjawab pertanyaan kami sekali saja".      

"Mohon maaf, untuk menghormati walikota saya hanya akan membahas tentang dream city,  selebihnya jujur tidak ada yang spesial dari kami berdua". Hendra tersenyum ramah dia bahkan mengajari Aruna, berbisik di telinga Gadis itu supaya ikut serta tersenyum. melihat kerumunan seperti ini sejujurnya Aruna trauma dengan apa yang pernah terjadi pada dirinya.      

Hendra merengkuh pundak mungil sebagai cara memberinya rasa aman.     

Dan Riswan mulai mengambil bagian berbicara lebih banyak kepada para wartawan. Dia basa-basi cukup lama.      

"Mas arah tenggara, sudut elevasi 35 derajat". Hendra memutar kepalanya mengarah sesuai intruksi yang terdengar di telinga.      

Menjadi krodit ketika ada berapa orang di depan tiba-tiba lebih berani menyuarakan permintaannya mendesak Hendra berbicara.      

"bawa istriku.. bawa dia secepatnya.. pergi dari sini". Perintah Hendra disambut para pengawalnya dia mulai memutar kepalanya lagi mencari-cari sudut yang dimaksud Praditya di telinga.      

"tenang Mas.. timku sudah membekuknya". Suara Raka yang kini terdengar di telinga     

"Siapa mereka?". Hendra mengajukan pertanyaan.     

"Kali ini sniper bayaran.. orang iseng tadi hanya pengecoh".      

"Mas sudut elevasi 62 derajat, arah barat daya".      

_Sial yang ini lebih dekat_ Hendra berjalan cepat meninggalkan Riswan dan kerumunan nya.      

"Raka bagaimana tim mu?? ". Pradita meneriaki rekannya.      

"Kami sedang berupaya secepatnya". Raka bersuara.      

"Bagaimana dengan istriku pastikan dia selamat". Hendra berjalan cepat disambut oleh mobil yang bergerak lebih cepat mendekatinya.      

"Mas.. kita masih punya agenda makan siang bersama, aku harap anda berkenan, jangan pergi dulu". Walikota menghentikan langkahnya.      

"Riswan jauh-jauh lah dariku!". Mata Hendra menerawang sekeliling sebuah bisikan terdengar lagi elevasi 47 derajat, Timur.      

"mohon jangan menolak jika permintaan saya, mari kita ngobrol santai sambil makan siang". Sang walikota malah menarik lengan Hendra. Mobil dibawah memencet bel beberapa kali minta atasannya segera masuk.      

"Anda mencari apa??". Riswan bingung melihat mata, berpindah dari satu sisi ke sisi Lain.      

"Riswan menjauhlah dariku". Hendra melempar tangan walikota, berjalan lebih gesit menuruni tangga menuju jalanan tempat mobil yang menjemputnya berada. sayang tiba-tiba dari dasar tangga, seseorang tersenyum meringis mengerikan menodongkan pistol kepadanya. Hendra mencoba mundur, melirik berbagai kemungkinan dimana dia nanti bisa melarikan diri.      

Ketika pelatuk itu ditarik, secara mengejutkan seseorang mendorong tubuh Hendra. Per sekian detik gerakan itu mampu menyingkirkan tubuh Hendra dari sasaran tembak.     

"DOR!". Walikota terjatuh  bersimbah darah, dan penarik pelatuk dikejar secara membabi-buta oleh para pengawal Hendra.      

"Riswan.. Riswan..". sang walikota pingsan, beberapa wartawan segera berlari mengabadikan tumbangnya sang walikota dan suara ambulance meraung-raung membawa tubuh seseorang dengan luka tembakan.      

Hendra berlari turut serta ikut ambulans, Semua orang terserang panik, termasuk perempuan yang jauh di ujung sana tersembunyi dibalik mobil Bentley.      

"Apa yang terjadi? Mengapa disana tiba-tiba sangat gaduh? Kenapa ada ambulans? Hendra di mana?".      

"Aku ingin keluar.. keluarkan aku sekarang?". Gadis itu memukul berkali-kali pintu Bentley, tapi penghuni lain di dalam mobil tidak ada yang peduli.      

"Bawa aku pada Hendra! Kemana suamiku?! apa yang terjadi??". Mobil yang membawa Putri Lesmana berjalan lebih cepat menjauh dari tempat kejadian mengabaikan kemarahan dan tangis perempuan yang memulai kacau dengan dugaannya.      

.     

.     

Kejadian sore ini langsung menjadi headline news di seluruh TV nasional dan media cetak maupun online. Spekulasi berita dan pengembangannya bertumpang tindih satu sama lain. Tapi tidak ada satu pun yang menyebutkan bahwa kejadian ini berkaitan dengan CEO DM Grup.      

Spekulasi yang paling sering muncul adalah dugaan tentang koalisi penolak dream city turut bertanggung jawab dan terlibat dalam aksi penembakan.      

Bahkan rencana pembangunan  dream city, dikupas habis oleh beberapa stasiun TV sekaligus. Mereka menjadi tahu banyak hal tentang mimpi walikota. Dan kolaborasi yang luar biasa dengan DM contraction.      

Seperti halnya popularitas Riswan yang secara mengejutkan melejit, DM contraction juga mengambil bagian. Pembahasan terkait sistem pembangunan berkelanjutan dengan konsep ramah lingkungan serta arsitektur bangunan yang diusung benar-benar terbaharukan unik, nyentrik, dengan teknologi modern di luar prediksi membuat banyak orang terkagum-kagum.     

.     

.     

Ruang tunggu operasi.     

Camila istri Ridwan datang dan terjatuh tersungkur tidak jauh di hadapan Hendra. Perempuan itu langsung diangkat dan ditolong oleh keluarganya.     

Hendra ditemani Surya masih setia menunggu walikota keluar dari ruang operasi pengangkatan peluru yang bersarang di lengan kanan. Hendra tahu kemungkinan besar dia bisa selamat karena tempat tertembaknya masih berada di bagian lengan. Tapi jika melihat darah yang keluar tadi, Hendra hampir tak yakin orang ini bisa 100% selamat.      

Lelaki bermata biru perlu memastikan orang yang sudah menolong dirinya selamat.     

"Jangan lupa kau juga harus menghubungi istrimu, oma baru saja memberitahuku, Dia menunggumu dan masih menangis". Surya membisikkan ungkapannya tepat di telinga CEO DM group.      

"Oh ya Tuhan.. aku tidak melihat handphone ku sama sekali". Mata biru menyingkir sejenak.     

.     

"Halo..". Sapanya disambut suara isaktangis di ujung sana.      

"Mengapa kamu tidak mengangkat telepon ku sama sekali ". Aruna tidak bisa mengontrol emosinya. Dia meledak-ledak bersama rasa kalut yang membuncah di dadanya.      

"Tenanglah aku baik-baik saja, aku sedang menunggu walikota".      

"iya aku melihatnya di stasiun televisi dia masih menjalani pengangkatan peluruhan kan?".      

"bagaimana dengan mu Kau sudah makan?!, hapus air mata mu nanti malam kalau memungkinkan aku akan pulang. Sudah.. aku sudah memberi kabar, jadi tak ada air mata yang boleh  keluar lagi dari matamu! Oke!". Hendra membangun ungkapan menenangkan untuk perempuan di ujung sana.     

"aku yang harusnya mempertanyakan apa kau sudah makan?? Jangan lupa istirahat . Aku akan menunggu mu! Kalau kau tak datang, aku tak akan tidur ".     

"jangan begini Sayang.. aku pasti pulang tunggu ya..". suara Hendra terlihat jelas dia sedang kelelahan. Lelah akibat perasaannya yang tidak menentu. Bisa jadi sore ini harusnya dia yang berada di ruang operasi. Atau dia sudah tak bernyawa.      

"cepatlah pulang supaya kamu bisa istirahat.. sepertinya kamu sangat kelelahan".      

"Iya.. sampai nanti ya, miss you". Handphone itu dimatikan, dia tak mungkin menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Semua pengawalnya tak diizinkan memberitahu istrinya. Gadis ini akan ketakutan luar biasa. Bisa saja dia berlari ke tempat asalnya yang terdengar begitu nyaman.      

Seiring dengan kalutnya dia menghadapi ancaman yang semakin berani, dan kabar bunuh diri dari penembak Riswan.      

Pria ini memutuskan akan terbangun dari caranya yang halus. Mereka sudah berani memberi ancaman terang-terangan di depan umum. Itu artinya kelompok misterius pengancam nya bergerak gesit kali ini. Hendra masih punya satu orang yang hidup. Kemarin yang sempat ingin menyusuk istrinya.      

.     

"dia tidak akan terbangun dalam waktu dekat, obat bius masih mempengaruhinya datanglah kembali besok pagi". Dokter yang menangani Riswan memberi saran.     

"Bagaimana kondisinya dok? Apakah teman saya bisa disembuhkan?". Hendra bertanya kepada dokter yang berdiri di depannya.      

"ku pastikan dia bisa pulih, tadi kami memang butuh waktu cukup panjang karena peluru itu bersarang di bagian yang dalam untungnya tidak menggores tulangnya. Jadi tangannya bisa berfungsi kembali seperti semula ketika luka itu sudah sembuh". Sang dokter memberi keterangan lebih panjang dari yang diberitahukan kepada keluarga Riswan. Karena keluarga walikota terbawa emosi kesedihan sehingga mereka tak bisa mencerna kata-kata dengan baik.      

.      

Baru saja pintu kamar terbuka. Sengaja perlahan supaya perempuan yang didalam tidak bangun.     

" Hendra..!? ". Nyatanya Gadis itu sudah berlari memeluk punggungnya yang belum usai menutup pintu kembali.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.