Ciuman Pertama Aruna

Copy Paste



Copy Paste

0Perjumpaan     
0

.     

Atmosfer bumi kala itu sedang membara, bukan karena ada erupsi gunung berapi. Namun sekedar rasa di dada yang tidak tahan menunggu perjumpaan.      

Dia yang hidup dalam angan-angan akan tertangkap secara nyata oleh mata. Fisiknya bisa disentuh. Partikel yang menyusunnya bukan lagi lukisan maya di dalam otak.      

Lebih kepada sel sel yang membentuk jaringan kemudian kumpulan jaringan menyusun organ. Dan organ yang saling berinteraksi dan bercengkerama satu sama lain memenuhi keberadaan makhluk hidup sempurna bernama manusia.      

Tambah sempurna lagi karena dia tertaut rasa. Seperti rasa yang kini masih berkecamuk di dada, padahal dia ada secara nyata sekian jam lalu. Nikmat sebuah perjumpaan ketika rindu telah di tampung dalam wadah tak terbendung.      

Kapan aku bisa berjumpa lagi dengan mu?.      

Kenapa perjumpaan sesingkat itu bisa membakar atmosfer bumi di sekitar ku?.      

Apa aku boleh menampung rindu dalam wadah sekali lagi?.     

.     

Damar membuat tulisan pada notebook layaknya seorang pelukis menggoreskan kuas di kanvas. Dia terlihat terlalu bersemangat, ide otaknya mengalir seperti air terjun dengan debit yang cepat melesat mampu menggerakkan generator penghasil kWh kilowatt jam, satuan energi peralatan listrik dengan daya ribuan.      

Dalam sehari dia sudah menghasilkan beberapa bab novel tanpa rasa lelah. Hal yang paling luar biasa dari seorang seniman pengembara rasa adalah perjumpaan dengan visualisasi karyanya.      

Dan Damar makin kehilangan kendali semenjak di jauhkan dari jangkauan perempuan yang dulu berlarian di seputar kesehariannya. Kehidupan sederhana yang sontak menjadi istimewa langka bahkan tak dapat di mimpikan kembali. Sebab luka ternganga berserakan dimana-mana.      

*Man teman dah dengar Aruna sakit? (grup chatting Surat Ajaib) Dea melempar pertanyaan.      

*Benarkah? Sakit apa?  (Lili)     

*Sepertinya kecapekan karena pesta kemarin, sekertaris suaminya bilang Aruna pingsan. (Dea)     

*Iya, tamunya sebanyak itu.. siapa juga yang tidak capek. Aku aja tinggal makan doang juga capek (Agus)     

* 'Stiker Marah'     

(Lili melempar stiker marah, Agus makan tanpa kendali di pesta Blue Oceans)     

*Kak aku ikut.. kalau kalian jenguk kak Aruna, jangan di tinggal ya. (Laras)     

*Males! Kecuali kamu bawa cowok yang sama kamu kemarin. (Lili)     

*Leandra? Idih ogah.. aku aja merasa sial ketemu dia di pesta. (Laras)     

*Enaknya kapan nich?? (Dea)     

*Gimana kalau besok pulang dari kampus?. Sekalian kasih kejutan ulang tahun buat founder kita. (Lili)     

*Belum bisa ikut. Kayaknya Aku bakal nyiapin tugas ujian sampai malam nich. Titip salam aja ya.. (Tito)     

*Masak anak sastra pakai lembur segala nyiapin tugas?! Noh Damar boro boro nyiapin tugas masuk kuliah aja dah untung untungan, nilainya bagus pula. (Agus, mahasiswa IT dianggap wajar tidak tidur karena tugas koding)     

*Kak Damar mah beda.. dosennya bakal malu ngasih nilai jelek. karyanya udah bertebaran dimana-mana, pemes melebihi karya dosen. (Tito tidak terima)     

*Tito semangat ngerjain tugas, aku bakal sampaikan salam mu, kita kumpul di outlet pulang ngampus ya. Khusus Agus jangan TELAT!! (Dea)     

*Boleh aku ikut? (Damar, secara mengejutkan nimbrung percakapan mereka. Silent reader yang berbulan bulan terpendam dalam keheningan)     

Krik      

Krik     

Krik      

Tidak ada satu pun penghuni grup yang berani membalas pesan dari sang solois.       

hingga akhirnya setelah beberapa jam terlewati seseorang yang akan dijenguk secara langsung membalas pesan Damar.      

*Nggak apa Damar ikut aja. Aku tunggu kalian ya. Kamar ku di lantai dua, bilang aja kamar keluarga Djoyodiningrat.     

Seberkas senyum terpaku menatap handphone, sedangkan lainnya membaca dalam kegetiran. Mereka melakukan spekulasi apa yang bakal terjadi nanti.      

.     

.     

"Buat dia berlutut!!". Wiryo memegang kendali setelah berada dalam wilayahnya.      

Cucu tetua tidak mau menuruti perintah. Dia Masih berdiri tegap kokoh melawan bodyguard kakeknya.      

"kau masih keras kepala, setelah jelas-jelas melakukan kesalahan". Wiryo terlihat gusar.     

"Kalau aku harus berlutut, akan aku lakukan di hadapan istri ku bukan di hadapan mu". Hendra tidak merasa bersalah kepada kakeknya, dua orang ini sama-sama keras kepalanya sebuah gen yang diturunkan secara copy paste.     

"Oh, baiklah kalau itu isi kepalamu". Gerakan ringan dari jemari Wiryo seperti perintah tersirat yang disambut gerakan melepas pewaris Djoyodiningrat dan para bodyguard keluar dari ruangan secara sukarela.     

"kau harus mengembalikan anak itu kepada keluarganya!". Wajah itu khawatir tapi kata-katanya bertolak belakang.     

"Siapa kau berani menyuruh ku?. Dia istri ku, tidak ada yang boleh menyentuhnya!. Apa lagi meminta ku melepaskannya". Mata biru menyala, dia marah dengan ungkapan sembarang kakek tua Wiryo.      

"Lalu kenapa kau tega mengunci istri mu?! Jangan bilang karena penyakit mu makin parah!!". Pada guratan raut muka tetua ada sedikit kesan pilu yang dia sembunyikan rapat.      

"Ya. aku tahu aku salah.. tapi dia sudah memberi ku maaf, artinya aku cukup memperbaiki diri ku. Siapa pun tidak boleh ikut campur!". Hendra kembali membela dirinya.      

"Kau pikir kakek mu ini tidak tahu. Semalam kamu hampir membunuh dua orang sekaligus. Aku kira pernikahan akan membuat mu semakin baik.. nyatanya kamu membahayakan orang lain.. kembalikan dia pada ayahnya!".      

"Tidak!".      

"Kau bisa mengatur hidup ku, tapi urusan Aruna tidak ada yang boleh mendahului ku". Hendra menunjukkan ketidaksetujuannya dengan nada kasar.      

"Apa alasan mu? Jika kamu tidak punya alasan yang masuk akal, aku yang akan bertindak untuk mengatur kepulangan istri mu". Wiryo memburu penjelasan.      

Hendra terdiam dia tidak mampu membuat jawaban. Tidak mungkin dia membuka aib istrinya sendiri bahwa kemarahannya karena perempuan itu menemui pesaingnya. Termasuk tentang dia yang tidak bisa berbuat banyak karena keterikatan MOU pernikahan di antara mereka.      

"Aku punya alasan yang bisa ku pertanggungjawabkan. tapi tidak untuk kamu ketahui". Pewaris ini melangkah pergi, berniat meninggalkan ruangan.      

"Jangan sampai Aruna kau perlakukan sama seperti Nana, dulu kamu masih anak-anak. Jadi kakek anggap insiden itu hanya sekedar kenakalan".      

Hendra berhenti melangkah dia tidak punya ingatan apa pun tentang nama Nana kecuali anak berponi memegangi boneka dan berlari memeluknya.      

Mata biru memutuskan mengabaikan saja sesuatu yang dirasa asing. Dan kembali melanjutkan kepergiannya.      

"Sekali lagi kau perlakukan putri Lesmana dengan buruk. Ku pastikan dia pulang ke rumah ayahnya, emosi mu semakin mengkhawatirkan".      

"Hehe, apa aku ini moster? Yang perlu di beri ancaman supaya menjaga istri ku sendiri? Kau atau aku yang moster?? Kau yang mencetak ku, jadi kau lah yang bertanggungjawab atas semua perilaku buruk ku". Pintu terbanting oleh penerus tunggal satu satunya.      

Di iringi jatuhnya tongkat lelaki paling angkuh dan kuat. Untuk pertama kalinya Hendra berani melawan ke hendak dan kata-kata tetua Wiryo, sungguh di luar dugaan.      

"Masuk lah ke dalam kakek ku butuh pertolongan". Ungkapan Hendra kepada bodyguard yang berdiri menjaga pintu.      

Dia sempat ragu untuk meninggalkan tempat tersebut, sayang kecamuk lain di dalam diri mengokohkan pendiriannya untuk melenggang pergi.     

Pengetahuan yang perlahan utuh terkait keberadaan anak angkat Wiryo yang ditumbuhkan seperti dirinya, membuat pria ini punya sudut pandang lain tentang kakeknya sendiri.      

Dulu mata biru hanya berspekulasi, kini bukti otentik bersuara sebagai saksi mata yang bisa di nalar. Riswan perlahan membuka tabir kekuasaan Wiryo sekaligus kelemahannya sebagai seorang kekek yang memiliki cucu secara manusiawi.      

Konklusi awal mata biru adalah Wiryo memperlakukan cucunya seperti barang, produk ideal yang siap di pasarkan pada bursa pimpinan perusahaan. Sama seperti perilakunya kepada Aruna, tanpa disadari dia pun sama dengan Wiryo, menjadikan Aruna barang kesayangan.      

Dalam langkahnya kali ini mata biru bertekad merubah sifat dasar pada Key Performance Indicators yang di susun untuknya selama bertahun-tahun.     

.     

.     

.     

------------------------     

Syarat jadi reader sejati CPA:     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik      

Ngasih Gifts.. Boleh banget     

Saya selalu merindukan komentar readers     

Review bintang 5     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)      

Nikmati visualisasi, spoiler dan cuplikan seru tokoh-tokoh CPA.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.