Ciuman Pertama Aruna

Terkantuk-kantuk



Terkantuk-kantuk

0_Ah' dia sudah istirahat_ Mata biru mencukupkan dirinya duduk di lorong depan kamar inap istrinya kembali. Menutup mata lelah diiringi penantian penuh makna.     
0

Lelaki setia yang di impikan banyak perempuan, sudah sejauh mana laki laki yang dulu lebih mementingkan citra dirinya di hadapan publik atau personal branding yang terbangun dalam lingkungan kerjanya telah luluh dan menanggalkan semuanya.      

Lorong tempat beberapa pasien VVIP memang tidak banyak terlewati, tapi sekali di lewati kadang mereka adalah irisan di lingkaran bisnis, pertemanan dan lainnya.      

Hendra beberapa kali terpaksa bercuap-cuap ketika mereka menyapa dan membuat alasan kenapa berada di tempat ini. Sayangnya yang sama sama sedang menginap pasti menyadari pria bermata biru banyak di luar. Bisikan mereka tentang keanehan perilakunya pun diterima dengan tenang.      

Hingga sebuah pintu terbuka perlahan. Perempuan di dalam perlahan menyadari kelemahan suaminya. Awalnya dia tidak yakin dirinya di tinggal di kamar sendirian. Hingga seseorang yang bercakap-cakap tertangkap punggungnya.      

Pasti sudah lama menunggu di luar. Apakah ini tentang tidak bisa melihat orang tidur kecuali merasakan denyut nadi, atau mencium nafas yang berhembus? Ruang pikir Aruna terus menduga-duga dan belum menemukan jawaban. Sampai gadis ini memutuskan menuruni ranjangnya lalu menyeret perlahan infus yang tergantung pada tiang.      

"Hen.. kenapa nggak masuk".      

Mata biru langsung membuka matanya dan bergegas.      

"Sudah lama disini ya??". Aruna melihatnya dengan teliti. Lelaki di hadapannya tampak kelelahan.      

"Kenapa turun dari ranjang mu? Kau bisa memanggil ku pakai handphone kan?".      

Aruna mengabaikan Ungkapannya.      

"Apa ini tentang tidak bisa melihat ku tiduran?". Aruna mendekati dan menarik tangannya.      

"Entahlah..". mata biru kebingungan membuat penjelasan.      

"Kalau kamu menyentuh nadi ku apa kamu bisa masuk?". Tanya Aruna sembari menggiringnya masuk ke dalam ruangan.      

"Aku juga belum tahu..". mata biru seolah pasrah, dia memang tidak tahu.      

"bukannya kamu tiap hari tidur dengan ku sambil memegangi denyut nadi?". Aruna mencari cari penjelasan.      

"Sedikit berbeda ketika kamu sakit". Hendra mulai berani melepas tabir yang tersembunyi.      

"Bantu aku naik keranjang". Pinta putri Lesmana yang merasa sedikit ribet menaiki ranjangnya dengan tangan terinfus. Dia mencoba mengurai ketegangan pria yang menunduk tidak berani membuat tatapan.      

Suami luluh menggendong istrinya seperti bayi lalu mendudukkan Aruna. Dia tidak membaringkan gadis ini.      

"Jadi poin MOU tentang tidak diijinkan menuntut, meminta dan berharap di rawat ketika sakit. Benar benar kelemahan mu?". (Persekian detik, Chapter 35)     

Sang pria ingin menyembunyikan rapat tapi perempuannya malah sudah memahami satu persatu dengan perlahan.      

_Jangan jangan pingsannya Hendra waktu di mansion sky tower juga karena masalah yang sama?_ (Ruang 22 tahun lalu, chapter 16)     

Gadis ini ingat betul bagaimana Surya mendatanginya secara pribadi dan memohon agar Aruna pura-pura tidak tahu tentang kejadian pingsannya Hendra. Padahal gadis itu yang mengangkat telepon dari Surya dan memberikan kabar bahwa Hendra tidak sadarkan diri. Hendra berpikir Surya lah yang menemukannya dan dia juga yang membawanya ke rumah sakit, tanpa sepengetahuan Aruna.     

Untung Aruna menangkap penjelasan karangan Surya dengan baik. Kala itu Aruna menyimpulkan Hendra akan malu seandainya dia tahu yang menolong ketika pingsan adalah Aruna. (Paras Malaikat, Chapter 17).      

Dan kini sang gadis menemukan pemahamannya, mungkin Hendra masih belum tahu bahwa dia pernah menemukan dirinya pingsan di hadapan Aruna. Kenyataannya gadis ini tahu lebih banyak.     

"Bersantailah.. aku tidak akan berbaring". Aruna memintanya menemani, sang CEO DM Grup tidak punya alasan untuk menolak. Dia juga ingin menemani istrinya. Duduk di kursi dan memegangi tangan Aruna sisi kanan, tangan tanpa infus.      

"Kau tak ingin tahu aku punya kelemahan apa?". Pria ini sangat paham dari cara istrinya menatap dia seolah-olah menelisik ruang tersembunyi yang di kunci rapat rapat.      

"Aku tidak ingin tahu.. kau salah..".      

Seperti sebuah kode rahasia yang di perkenankan tetap aman, Hendra kini berani menatap istrinya.      

"Kadang orang butuh ruang privasi, hanya kita yang bisa menilai sendiri kapan orang lain perlu tahu atau tidak. Dan aku bukan tipe orang yang suka mendesak hal semacam ini. Aku percaya pada mu kau punya alasan dan ku cukup kan diri ku sampai disini". Jelas Aruna.     

"Mungkin ini lah salah satu alasan kenapa aku menyukai mu. Kau sederhana". Lirih Hendra dalam rasa bangga mencintai gadisnya.      

"Benarkah? Hehe". Pernyataan cinta suami luluh, hanya di balas tawa santai.      

"Apa itu artinya aku pun harus memberi mu ruang privasi? tidak seharusnya mendesak untuk tahu isi hati mu?!".      

"Jangan terbebani!, tidurlah saja di sini. Aku akan duduk sampai kau benar-benar istirahat". Dia membelokkan pernyataan.     

Dan gadis ini memberanikan diri memberikan sentuhan di rambut Mahendra, dia bergeser lebih dekat sembari mengusap. Sebuah gerakan mengelus rambut suaminya tidak jauh dari caranya mengelus bulu Kitty, kucing gendut milih keluarga Lesmana.      

"Aku baru sadar selain mata biru, ternyata rambut mu coklat pekat dan kulit mu?perpaduan unik. Pantas banyak artis dan wartawan  mengejar mu". Aruna memandangi wajah suaminya yang mulai di terpa kantuk.      

"tapi tidak membuat mu mengejar ku". Hendra seperti sedang mengigau. Dia tidak melihat bagaimana ekspresi perempuannya. Gadis ini sempat terdiam membeku mendengar ucapan Hendra.      

Sesaat berikutnya sang pria menghilang di bawa kantuknya.      

.     

"Hen..". ada sesuatu yang sempat terlupakan oleh Aruna.      

Gadis ini mencoba membangunkan suaminya, yang tertidur pulas dengan posisi tidak nyaman.      

"Hendra.. bangun..". dia mencoba mengganggu telinga, hidung, dan mata sang pria supaya bergerak menemukan kesadaran.     

"Hem...". Hendra menggeliat, kemudian tertangkap linglung.      

"naiklah kemari.. kau bisa tidur di ranjangku". Pinta Aruna, sedikit mengejutkan.     

"nggak usah aku disini saja".      

"Enggak apa-apa.. lihat! Tempatnya luas.. sangat cukup untuk kita berdua, Apalagi aku kecil".      

"nanti aku malah mengganggu mu.. kau kan sakit". Aruna tidak peduli dia maksa suaminya naik ke atas, menarik tubuh pria yang terkantuk-kantuk, pasrah.      

"kalau begini apa aku bisa berbaring sekarang?". Gadis ini melebur dirinya mendekati tubuh pris yang mencari-cari posisi nyaman.      

"Hem iya...". mereka berakhir dengan cara seorang pria memeluk istrinya dari samping, cara tidur yang paling disukai. Namun karena Hendra sangat mengantuk dia tidak begitu sadar untuk memahami.     

"Hen.. kau harus memegang nadi ku kan..". Gadis ini membantu tangan lunglai mencari nadinya.     

"O.. iya ya". Dan kembali terlelap.     

"Apa Kau benar-benar ngantuk? aku masih ingin ngobrol denganmu!?". Ungkapan Aruna tidak terbalas. Hendra cukup lelah dari kemarin dia belum istirahat dengan benar.     

"Jadi besok itu teman-teman ku akan datang, boleh ya..".      

"Hen.. kau tidak mendengarkan ku??". Tiada balasan.      

"Hen.. bangun..".     

"Ya..h".      

_Padahal ini penting, dia harus tahu kan..?! dari pada terjadi keributan lagi_     

"Bagun..".      

"Bangun dong..". Aruna sudah mengganggu wajahnya tapi masih belum ada respon.      

Hingga gadis mungil ini sedikit berani.      

Dia tahu laki lakinya suka sesuatu, mungkin akan langsung terbelalak dengan sedikit sentuhan kecil di bibir.      

Ya! Perusak logika menyentuhkan bibirnya pada mulut pria terpejam.      

"Hehe.. Tampan". Dia memerah sendiri memahami kelakuannya.      

Tapi orang ini belum merasakan. Usapannya di rambut, di wajah, di bibir pun tiada guna     

Keputusannya untuk ketiga kali bukan lagi menyentuh bibir. Sang gadis mencoba sedikit berani. Dia sedang terbius sesuatu. Entah perlakuan manis yang disuguhkan suaminya sejak dia berada di rumah sakit, atau wajah tampan, atau caranya berjanji memberikan kebebasan.      

Aruna mengganggu bibir bawah suaminya.     

.     

.     

.     

----------------------------     

Jadi ceritanya Author CPA, melakukan sedikit kejahilan. Hehehe     

Jadi Readers tidak akan bisa mengirimkan BATU KUASA / POWER STONE     

Aku menyusupkan emoticon kedalam novel ga tahunya kena bened hahaha. Baru tahu kalau itu ngak boleh. Hehe.      

Mau sedih tiada guna aku ketawa aja kwkwkw     

Semoga segera normal kembali.      

Minggu ini nggak ada rapat kerja nggak ada lembur kemungkinan akan banyak Chapter terbit.      

Kalau dah nggak di bened jangan lupa Power Stone nya Genk readers CPA.      

Salam sayang dari Author. Love you all reader.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.