Ciuman Pertama Aruna

Melihatnya



Melihatnya

0"Pak Surya?!". Aruna tersenyum melihat sekretaris Hendra datang malam malam ke kamar inapnya. Dia pasti di minta Mahendra untuk memantau dirinya.      
0

"Boleh aku masuk?".      

"Oh silahkan". Aruna segera membuka pintu lebar-lebar menandakan Surya di perkenankan masuk. Asisten ini bahkan membantu nonanya mendorong tiang infus.      

"Saya akan mengganggu anda agak lama, apa tidak.. oh anda sedang makan?".      

"Iya, tadi ada yang menjengukku dan membawakan nasi goreng untukku".      

"Siapa?".      

"Emm...". Perempuan ini terjebak dengan pernyataannya sendiri. Dia tidak terbiasa berbohong.      

"Hanya seorang teman". Pasrah berbicara jujur, tapi dia tidak akan mengungkap nama Damar.     

"Oo..". Untung sekretaris Mahendra tidak banyak bertanya.     

"Aku kali ini tidak sendirian, ada seorang dokter yang ingin berkenalan dengan anda. Mohon maaf istirahat Anda akan terganggu". Surya perlahan duduk seiring caranya membantu istri Mahendra kembali berada diatas ranjang.     

Tak lama seorang dokter paruh baya dengan senyum sumringah menyapa Aruna, rambutnya sebahu bercampur antara warna hitam dan putih. Namun masih saja terlihat anggun dan tampak menenangkan.      

Surya menggeser kursi lain untuk dokter tersebut, sesaat berikutnya dia terlihat duduk dan terus saja memandangi Aruna. Gadis ini merasa sedikit gugup, Kenapa ada dokter yang tiba-tiba mendatanginya selarut ini. Apa yang dia inginkan? Siapa dia?.      

Sang dokter mencoba memperkenalkan diri dengan cara paling ramah : "perkenalkan saya Diana. dokter psikoterapi, Aku tahu anda Aruna. Ternyata kamu secantik dugaan ku".     

Gadis itu membalas dengan senyuman meredam rasa penasaran dan rasa untuk menghormati lawan bicaranya.      

Di sisi tersembunyi seseorang yang sedang penasaran mencoba menggali suara. sayang gelombang longitudinal tidak begitu kuat memberikan getaran berarti pada gendang telinganya. Damar kesulitan mencuri dengar. Padahal pintu kamar mandi dicoba untuk terbuka sedikit. Tapi percakapan mereka memang tidak begitu keras. Merasa sia-sia Damar kembali menutup pintunya.      

"ada sesuatu yang sangat penting yang ingin saya sampaikan pada anda. Bagaimana ini? aku perlu memanggilnya nona atau Aruna? Bagaimana menurutmu mas Surya??". Dokter itu mencoba mencairkan suasana dengan sedikit candaan.      

"Aruna saja. Saya lebih suka dipanggil seperti itu".      

"Oh boleh kah?". Dokter itu mencoba melirik Surya untuk berkenan di ajak mencairkan suasana. Namun Surya hanya diam saja dia lebih banyak terpaku.     

"tentu". Aruna segera memberikan balasan.      

"Baiklah Aruna kita mula ya..". Dia seolah menghirup nafas dalam-dalam, sesaat kemudian diembuskan perlahan.     

"Apakah Aruna pernah melihat sesuatu atau mengamati perilaku yang agak berbeda dari Hendra?". Dokter ini menggali sebuah cara memberi pemahaman kepada gadis yang sudah saatnya tahu banyak hal.     

Gadis itu melirik sekretaris pribadi suaminya, sebuah ungkapan bahwa dia sedang membutuhkan dukungan.      

"Katakan saja yang anda tahu. Tak apa-apa dokter ini dokter keluarga Djoyodiningrat bertahun-tahun lamanya".      

Ungkapan Surya mendorong tumbuhnya keberanian. Gadis ini mulai mengungkap pemahamannya : "Hendra perlu memegangi nadi ku tiap saat, ketika kami tidur bersama, aku pun baru tahu hari ini kalau dia benar-benar kesulitan melihat seseorang yang sedang sakit. Kadang ketika marah emm...". Aruna kesulitan melanjutkannya lagi.      

"ketika dia marah dia kesulitan mengendalikan emosinya". Sang dokter memberikan penjelasan lebih detail.     

"Apa aku boleh tahu yang terjadi pada kalian sebelum dia pergi?!, maksudku sebelum Hendra meninggalkan anda di sini". Dokter itu membuat pertanyaan yang tidak bisa dijawab Aruna. Mana mungkin seorang istri menceritakan pertengkaran dengan suaminya pada orang lain. Pertengkaran di luar kendali, sampai-sampai sang suami tega mencekik istrinya.      

Gadis ini tidak berkenan menjawab. Dia menunjukkan ekspresi keberatan dan terdiam saja.      

"Maaf". Hanya kata maaf yang meluncur dari mulutnya.      

"Saya tahu tidak semua hal bisa di ungkapkan pada orang lain namun keterangan ini sangat penting untuk membantu Hendra kita". Ungkapan Diana hanya berbuah kerutan kening istri Mahendra.      

Dia tetap keberatan. Menutup diri rapat rapat : "Pak Surya aku ingin istirahat".      

Buru buru dokter Diana meraih tangannya : "tunggu sebentar, Beri saya kesempatan. Apakah anda tahu Mas Hendra mengidap Post traumatic syndrome?".      

Aruna mengurungkan niatnya untuk berbaring. Gadis ini menegakkan punggungnya dan menatap lekat dokter di depannya.      

"tidak ada cara lain, dia harus melihatnya Surya". Dokter itu berucap pada sekretaris Mahendra.      

"saya akan keluar duluan, saya tunggu di tempat Hendra dirawat". Dokter itu bangkit dan mulai meninggalkan pasien perempuan yang tertangkap kebingungan.      

"nona Aruna, saya akan antar anda menemui Hendra".     

"tapi dia sedang marah besar pada ku, aku belum siap untuk menemuinya".      

"Anda tidak akan mendapatinya dia punya kesempatan marah. Dia sedang tertidur pulas, belum tentu terbangun walau anda membangunkannya".      

Sekali lagi alis Gadis itu menyatu, tanda ketidakpahaman.      

"Ikutlah dengan saya, tapi berjanjilah untuk tidak memberitahu Hendra bahwa anda mengerti kelemahannya. Dia berusaha sangat keras supaya Anda". Surya sempat berhenti bicara. Aruna hanya terdiam mendengarkan Surya berbicara.      

 "Dia sangat mencintai istrinya, dia tidak ingin istrinya tahu bahwa dia memiliki kekurangan". Surya membuat anak muda ini terpaku.     

_Apa kekurangan Mahendra? Apakah tentang cara tidurnya yang aneh? Atau caranya kesulitan melihat orang sakit?. Entahlah sepertinya ini lebih serius_.     

Gadis ini sempat minta izin ke kamar mandi dan membisikkan pesan kepada pemuda nekat yang menyusut di kamarnya : "Damar pulanglah, hati-hati, berhenti merokok. Terima kasih sudah datang menjengukku. Lain kali jangan senekat ini. Kau membuat ku khawatir".     

Bentengterbaik tidak mengucapkan sepatah kata pun kecuali tatapan mata penuh menyeluruh seolah dia perlu menyimpan tangkapan visual Aruna dengan cara paling sempurna. Sesaat berikutnya secara mengejutkan pemuda nekat memeluk tubuh di hadapannya.      

_kalian sama-sama keras kepala, harus kepada siapa aku menaruh hati_     

Ketika terlepas gadis ini berjalan perlahan dibantu sekretaris suaminya menuju lorong lain dan berhenti pada pintu kamar pasien.      

Ia mencurigai sesuatu tapi ditelan saja. Hingga akhirnya pintu terbuka menyajikan pemandangan mengejutkan luar biasa.     

Gemetaran Gadis itu mendekati tubuh terbaring di sana. Bukankah sesaat yang lalu pria ini beringas menangkap lehernya? Bagaimana ceritanya dia bisa terbaring di sini?. Pencari pemahaman mendapati dokter yang tadi bicara dengannya sudah berdiri di dekat pasien.     

"Kenapa dia? apa yang terjadi?". Menangkap dan memegangi tangan Mahendra tanpa perlawanan. Dia benar-benar tertidur pulas atau??.     

"dia terjatuh tak sadarkan diri setelah meninggalkan anda". Dokter itu menjelaskan sesuatu yang sulit dipahami. Aruna kembali memutar memorinya, Hendra menuruni ranjangnya pergi meninggalkan dirinya sendirian dengan langkah tergesa-gesa.     

"Apakah ini tentang post traumatic syndrome yang ada sebutkan?". Tubuh tinggi, beras dan tegap seolah tanpa daya. Terdiam membeku tak memberikan respon apa pun. Usapan tangan Aruna pun tak ada balasan.      

"Ya..". jawab sang dokter.      

"separah apa dia mengidapnya". Aruna memburu penjelasan.      

"separah dia menaruh perasaannya pada anda". Dokter Diana membuat Aruna sama sekali tidak paham. Gadis ini menangkap Surya, seolah sekertaris Hendra turut bersalah karena menyembunyikan sesuatu.      

"Apa jatuhnya Hendra ketika di mension sky tower juga ada hubungannya dengan syndrome yang di idap?". Aruna semakin memojokkan Surya. Istri Mahendra tidak terima dirinya dibohongi dan dibuat tampak bodoh.     

"Hendra mengidap trauma sejak dia kecil. Semua sudah berakhir ketika usianya mencapai 10 tahun. Saya juga dokternya kala itu. Kami yakin walau dia masih sama kesulitannya melihat perempuan terbaring, atau lebih tepatnya tertidur di hadapannya. Kami percaya dia tidak akan jatuh dan kesulitan seperti awal-awal kami menanganinya. Hingga kejadian di mansion itu mengubah segalanya. Untuk pertama kalinya setelah 22 tahun. Trauma itu kembali hadir menyapa Hendra". Panjang lebar dokter Diana memberikan penjelasan.      

"Ada hubungan apa dengan perasaannya kepada ku?". Gadis ini makin gemetaran memegang erat tangan Mahendra.      

"Semakin dia menaruh perasaan pada anda, sekuat itu dia kesulitan mengendalikan dirinya, termasuk sindrome yang dia idap". Dokter ini mencoba kembali mendekati istri pasiennya.      

"Jadi saya benar-benar butuh pengertian anda, cobalah untuk menceritakan kejadian terakhir sebelum dia meninggalkan Anda?".      

_Kejadian serupa terulang kembali, menumbangkan Hendra untuk kedua kalinya separah ini. Apa yang sebenarnya terjadi antara dia dan gadis biasa saja ini_ (Tanpa Alasan, Chapter 54) Pikiran Diana berkelana tanpa kendali.      

.     

.     

.     

------------------     

Karakter siapa yang paling kuat dalam Novel CPA?      

Kenapa kau pilih karakternya? Apa yang spesial dari dia?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.