Ciuman Pertama Aruna

Sudut Pandang



Sudut Pandang

0"Kau pasti sangat kecewa pada ku?". Ungkapnya dalam sesal.     
0

"Enggak kok". Jawab santai Aruna, sungguh tidak seperti biasanya.      

"Aku minta maaf, kau pasti capek mendengarkan ku minta maaf melulu".      

"nggak apa, yang penting kamu..". Belum usai ucapannya Aruna memilih untuk memeluknya dalam dekapan.     

"Ada apa dengan mu?. Kau terlihat berbeda". Mata biru menangkap Aruna tak seperti dirinya.      

"Berbeda? benarkah?".      

"Iya.. sangat berbeda".      

"Apa yang beda?".      

"Kamu jadi begitu mudah..".      

"Emang aku sebelumnya sangat sulit?".      

"Hehe.. terlalu sulit, dan ketika kau begini aku lebih curiga lagi".      

"Anggap saja aku baru saja sadar.. dan kau sekarang sedang beruntung".      

"Terimakasih Aruna..".      

"Sama sama Hendra.. maaf aku pasti sudah membuat banyak kesulitan untuk mu".      

"Kau membuat ku makin curiga kalau begini..".      

"Ayo kita siap siap.. kita harus ganti baju secepatnya.. teman teman ku pasti sudah menunggu".      

.     

.     

"Hendra.. Carikan suster perempuan yang biasanya bantuin aku ganti baju dong?!". Perempuan di kamar mandi berteriak kencang memohon pertolongan. Suaminya sudah tampan dan rapi, namun dia sendiri kesulitan berganti baju dengan infus terpasang.      

"Infusnya dilepas aja ya.. menyulitkan tahu nggak sich". Teriaknya lagi.      

"Ada apa sebenarnya??". Lelaki yang dari tadi mendapat teriakan, penasaran membuka pintu kamar mandi begitu saja.      

"Argh! Kau!". Aruna sangat malu dia hanya berbalut dua lingkaran di dada. Bajunya terlunglai di tangan sisi kiri kebingungan melepaskannya.      

"Biar aku bantu kemarilah". Telinga pria ini memerah seperti tungku perapian.      

"Handuk, tutupi aku dulu pakai handuk..". Aruna lebih merah lagi.      

"Hee.. iya..". Pria yang terus menerus menghembuskan nafas mengikuti perintah istrinya.  Menutupi tubuh gadis itu dengan Handuk lalu mencoba menurunkan infus melepas baju Aruna.      

"Sekarang keluarlah.. aku panggil lagi kalau butuh bantuan".      

"Begitu doang? Nggak boleh mandi in kamu nih??".      

"Jangan ngaco..".      

"Kapan kapan kita mandi bareng ya..".      

"Udah jangan ngomong aneh-aneh.. sana keluar.. hehe".      

Wajah Mahendra memelas.      

***     

"Ada apa mas Gibran?". Pembenci kopi duduk dengan aura berkecamuk dan memasang wajah lainnya, wajah yang menggelisahkan lawan bicaranya.      

"Duduklah.. kau harus bergerak cepat kali ini". Pintanya      

_Ah kenapa ekspresinya mengkhawatirkan_     

"Dia.. Gesang.. entah apa yang terjadi kita kehilangan komunikasi. Aku takut terjadi sesuatu dengannya?". Mata hitam pekat Gibran tampak mengembara.      

"Kau ingin aku bagaimana?". Balas lawan bicaranya. Pria dengan gelang buatan founder Surat Ajaib.      

"Kita baru saja berhasil merusak salah satu projects DM cousntraction akan jadi berita besar besok. Para pejabat di kota itu sudah mendapatkan uangnya untuk berbicara sesuai perintah kita".      

"Sekarang ganggu gadis itu. Aku ingin melihat bagaimana cara dia mengatasinya sekaligus. Ini akan menarik". Pembenci kopi terlihat tersenyum.      

"Tunggu! Bukankah kemarin kita sudah sepakat tidak akan menggunakan istrinya sebagai korban??". Pemilik gelang kecewa.      

"Tidak sampai membunuhnya hanya mengganggunya. Aku ingin tahu reaksi pria dingin itu. Kau tahu aku mendapatkan rekaman pesta Blue Oceans setelah susah payah menyusupkan orang di sana hampir tidak berhasil, ternyata Gesang yang berhasil mengambil dokumentasi dari dalam pesta (blue Oceans sangat melarang pengambilan foto dan video). Pesta yang sama juga diinginkan para dewan pada pernikahan ku dengan putri keluarga Baskoro". (Gibran).      

"Hendra terlihat menikmati pesta itu, seperti dugaan mu pernikahannya tampak sempurna". Pernikahan yang di atur namun saling mencintai pada sudut pandang Gibran.     

"Kau sudah bertemu syakila?". Lawan bicaranya mengajukan pertanyaan tentang calon istri Gibran, Putri terkecil keluarga Baskoro.      

"Haha.. Jangan di tanya. Aku malas membahasnya".      

"Rey.. berupaya lah lebih cepat dalam menyusup dan menyusun strategi atau para dewan mengambil alih dan lebih kacau lagi". Pria dihadapannya mengangguk.      

***     

"Aruna aku tidak bisa menemani mu". Hendra membantunya menanggalkan infus. Setelah begitu kesulitan, gadis ini masih kesulitan lagi mengenakan pakaian. Dia masih berbalut piama handuk.     

"Ach!". Suara itu muncul seiring di cabutnya infus dan aliran darah segar segera di tangkap dengan tisu.      

"Sakit ya..? Sabar sebentar". Terlihat Hendra menanganinya dengan tenang, cukup ahli.      

"Menemani? Maksudnya Restoran?". Gelisah Aruna.      

"Iya". Jawab singkat Hendra.      

"Kenapa? Kau mau kemana?".      

"DM cousntraction sedang mengalami kendala. Setelah ini aku harus meluncur ke TKP. Kesalahan membuat pernyataan akan menimbulkan spekulasi panjang. Tidak bisa di limpahkan pada yang lain atau dream city akan terkendala". Mata biru meminta pemahaman istrinya. Wajah cemberut mulai di suguhkan Aruna.     

Sesaat berikutnya ketukan pintu terdengar. Hendra berucap : "Masuklah".      

Secara perlahan ada tiga laki laki masuk ruangan.      

"Kemana brandal kecil itu?". Hendra menanyakan seseorang.      

"Butuh sedikit penanganan". Balas salah satu dari mereka.      

"Aruna.. ganti baju mu ya sayang.. aku nggak suka istriku terlihat begini". Pinta Hendra.      

"Iya!". Gadis ini tangkas menuruni ranjangnya dan segera menyusup ke kamar mandi.      

.     

Ketika keluar dan baru saja dia menatap keadaan di dalam kamarnya yang rusuh akibat kelakuan teman temannya bercampur dengan 7 orang berdiri di sana termasuk Mahendra.      

Aruna hanya mengenali dua orang saja selain Hendra. Satu yang pertama masuk tadi adalah pengawal yang menjaganya selama di rumah sakit ini. Satunya Juan, lelaki yang dipegangi dua orang sekaligus.      

Aruna gemetaran ingin kembali ke kamar mandi. Gadis dari lingkungan biasa sangat sulit beradaptasi dengan keadaan semacam ini.      

Ketika Hendra mendekati Juan dan memeriksa wajah pemuda yang terikat kunci dari dua tubuh manusia lainnya. Aruna merasa Hendra berbeda.      

"Oh' sini! Kemarilah akan ku perkenalkan kau pada para ajudan mu". Suara riang Hendra terlihat bertolak belakang dengan gayanya memperlakukan orang orang di sekitarnya tadi. Sebelum menyadari Aruna keluar dari kamar mandi.      

Otomatis gadis ini berjalan dengan lebih hati hati. Hendra segera meraihnya karena dia tidak punya waktu banyak.      

"Ada tiga orang, yang ini Alvin lalu Rollan dan yang satu kau sudah tahu siapa dia.. Lepaskan Juan". Penjelasan Hendra seiring permintaannya pada tubuh yang mengunci Juan untuk melepaskan pemuda itu.      

"Em.. kenapa tidak perempuan saja seperti Oma dan ibu Gayatri". Gadis ini mulai gelisah.      

"Belum ada yang sesuai kualifikasi, mereka yang terbaik dalam audisi. Lain kali akan aku carikan kalau kamu menginginkan yang perempuan.      

Aruna lebih sibuk melirik Juan, bibir pria itu bekas luka pelipisnya juga. Sepertinya dia mengalami hal yang buruk.      

"Juan tundukkan kepala mu! Kau tidak boleh menatap istri ku secara langsung".      

"Hehe.. anda sudah tahu aku bajingan, penghianat, kenapa anda masih mengabulkan keinginan ku". Anak ini memang berbeda.      

"simple karena kau agak mirip dengan ku, Yah.. aku menyukainya. Sekarang keinginan mu menjadi ajudan istri ku sudah aku penuhi. Bekerjalah dengan baik. Kalian juga.. pastikan keselamatannya atau kalian yang tidak akan selamat". Cara bicara dan pembawa Hendra yang ini tidak pernah Aruna lihat sebelumnya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.