Ciuman Pertama Aruna

Panggil Aku Nona



Panggil Aku Nona

0"Hehe.. anda sudah tahu aku bajingan penghianat kenapa anda masih mengabulkan keinginan ku". Anak ini memang berbeda.      
0

"simple karena kau agak mirip dengan ku, Yah.. aku menyukainya. Sekarang keinginan mu menjadi ajudan istri ku sudah aku penuhi. Bekerjalah dengan baik. Kalian juga.. pastikan keselamatannya atau kalian yang tidak akan selamat". Cara bicara dan pembawa Hendra yang ini tidak pernah Aruna lihat sebelumnya.      

"Sayang kau bisa.. em.. ada apa dengan mu??".      

_Aruna takut atau apa? Dia gelisah?_.     

"Mendekatlah honey, tak apa apa..". Hendra kembali menghangat.      

"Kamu boleh meminta ketiganya atau salah satu untuk menemani aktivitas mu. Namun untuk tempat yang ramai mereka harus bertugas serentak oke". Jelas Hendra di sambut anggukan. Aruna masih mencoba menyelaraskan hatinya.      

"Raka bagaimana di sana?". Tanya Hendra pada salah satu lelaki yang tadi mengunci Juan.      

"Wartawan mulai melakukan liputan. Tim di lapangan tidak akan mengeluarkan statement apa pun selain menunggu mu". Jelas pria itu serius.      

"Bagus! Pastikan tidak ada yang bicara apa pun, Dream City sedang di gandrungi pencari berita sejak awal. Ah' sungguh merepotkan". Hendra membalik tubuhnya mendekati Aruna.      

"Para anggota DPR mulai berspekulasi mas". Celetuk Raka menghentikan cara Hendra yang akan mengicipi pipi istrinya.      

"Haha itu pasti.. kita gunakan cara rasional. Jangan ada uang yang mengucur pada mereka sepeser pun". Hendra kehilangan momen. Dia mencukupkan dirinya membelai rambut Aruna yang terpaku dengan suasana dan percakapan berbeda ini. Begini ya cara Hendra bekerja? Bukankah dia baru bangun dari Sindrome nya? Dan orang orang di sekitarnya sangat serius. Bertolak belakang dengan dunia Aruna yang riang dan rusuh ala anak anak muda.      

"Kita jumpa lagi nanti malam, ingat dilarang menunggu ku. Aku pasti datang tapi tidak boleh menunggu. Mengerti!". Ungkapan Hendra di diamkan, Aruna menampilkan wajah khawatir dan lesu bersamaan. Gerakan berikutnya adalah upaya mencium pipi Mata biru. Sayang  tingginya tidak mumpuni walau sudah berjinjit sekalipun.      

"Hehe..". Hendra terkekeh Heppy merunduk menyelaraskan dirinya. Kecupan kecil itu mengantarkan kepergiannya di ikuti tiga orang lainnya.      

Dia berhenti sesaat menceletuk kan sesuatu untuk Juan sebelum menghilang : "Kau! Pastikan istri ku baik baik saja.. atau kita akan bermain main lagi seperti kemarin". Sambil tersenyum lebar.     

_sial! Aku akan di bunuh, dia bilang bermain?!_ Juan hanya bisa mengumpat dalam hati.      

Kini yang tersisa tiga orang laki-laki dan Aruna tak tahu harus ngapain : "em.. Kita?.. aku? Aku harus bagaimana ya.. pada kalian?". Cara tiga orang ini berbaris di depan Aruna sangat mengganggu dan asing.      

"Beri kami perintah, sesepele itu kau tak paham. Bukannya kemarin kau pandai memberi ku misi". Juan melempar ungkapan santai. Rollan dan Alvin terkejut dengan keberanian Juan melawan aturan, bicara sembarangan pada nona muda.      

"Oh begitu ya.. baiklah semoga kita bisa be..". Belum usai Aruna bicara.      

"Ayo berangkat!". Juan melenggang dahulu, mengabaikan nona mereka.      

"Hai kau ini!". Alvin terlihat tidak setuju cara Juan. Rollan bingung sendiri. Aruna juga bingung, mengikuti mereka saja di belakang.     

Seiring langkah kakinya, Alvin dan Rollan terlihat berusaha mengiringinya. Dua orang ini tertangkap lebih sopan dari pada Juan yang sedang memimpin di depan. Beberapa waktu lalu Juan tidak seperti ini.      

.     

.     

"Kau tahu kenapa aku senekat kemarin mecari cara agar jadi ajudan perempuan ini". Cara Juan bicara sedikit menyebalkan. Dia sedang memasang sabuk pengaman pada dirinya sembari bersiap siap mengemudi.      

"Hai, aku tidak peduli bagaimana cara mu terpilih. Aku juga tidak peduli tentang kabar, kau di sukai tuan muda. Tapi cara mu bicara membuat ku risih". Alvin keberatan Juan memanggil nonanya dengan ungkapan 'perempuan ini'.  Laki laki yang duduk di belakang bersama Aruna memang tampak sangat sopan.      

"Kita yang akan mengendalikan perempuan ini bukan dia yang mengendalikan kita, dia dari latar belakang biasa aja.. jadi pasti mudah di atur". Ungkapan Juan terlalu resek.      

Aruna mulai kesal, dia putar tutup air mineral dan : "krucuk krucuk..". Air itu mengguyur di atas kepala Juan, dia terkejut bukan main.      

"Bahahaha". Rollan dan Alvin tertawa terbahak-bahak.      

"Kau hebat nona". Celetuk Rollan.      

"Panggil aku nona!". Tekan Aruna.      

"Dan kau di larang bicara sedikit pun hari ini. Mau bicara dengan ku atau dengan teman teman ku nanti. Walau kau mendapat pertanyaan dari mereka".      

"Kalau sampai terlanggar, Rollan dan Alvin!".      

"Ya nona!".      

"Pukul dia sampai menyesal".      

"hahaha siap..". Alvin      

"Wow aku tidak sabar..". Rollan.      

"Shit!". Celetuk Juan mendapat balasan Rollan. Dia kena jitak kasar.      

"Ini sudah di mulai. Bicaralah biar aku bisa memukul mu". Alvin di belakang keduanya juga turut tidak sabar mendapat kesempatan.      

.     

.     

Kedatangan yang begitu mengesankan diiringi tiga laki laki muda dengan tinggi dan baju seirama membuat mata Lili meleleh.     

"kayaknya cinta kak Lily ditolak kak Timi pun enggak masalah". Laras menangkap ekspresi Lili.      

"Yup benar sekali lalat". Jawaban membara masih di suguhkan.      

Timi hanya tertawa melihat kelakuan mereka.     

"Ada yang lebih menggiurkan dari pada Timi". Lili pecinta visual sejak awal. Bahkan dia satu-satunya teman Aruna yang tidak mempermasalahkan pernikahan Aruna. Menganggap Aruna beruntung.     

"Lho! mana suami mu Aruna?". Dea mempertanyakan keberadaan Hendra. Tuan muda yang mengatur jamu makan ini.     

"Dia harus bekerja, ada jadwal mendesak yang tidak bisa dilewatkan. Mas Hendra titip salam permintaan maaf untuk kalian". Jelas Aruna.     

Sudah dapat di duga kumpulan anak muda ini berisik bukan main. Andai Damar turut serta biasanya lebih gila lagi, dia selalu punya cara mencairkan suasana. Ya.. Kecuali Juan yang mulutnya terkunci takut kena pukul Rollan dan Alvin.      

Ujung ujungnya mereka sempat memainkan permainan 'Mafia Party Game'. Sesuatu yang dulu diajarkan Damar, Seperti namanya, permainan ini adalah permainan untuk menangkap mafia atau kelompok rahasia pembunuh rakyat tak berdosa. Tapi bukan mafia sungguhan. aturan yang paling simple adalah pertama siapkan satu orang sebagai moderator, sisanya akan 'tidur' ditutup matanya sambil menundukkan kepala. Kemudian si moderator menentukan siapa yang menjadi mafia dengan mencolek dua atau tiga pemain secara acak.     

Dua pemain tersebut 'bangun' dan saling melihat siapa saja komplotan mafianya, kemudian si mafia kembali 'tidur' sampai akhirnya moderator membangunkan semua pemain dan melanjutkan permainan seperti tidak terjadi apa-apa barusan.     

Inti permainannya adalah semua pemain termasuk mafia harus berargumen atau berdebat untuk memutuskan siapa mafianya. Jika sudah diputuskan seseorang yang mencurigakan, mereka harus mengeksekusi pemain tersebut apakah harus dibunuh atau tidak dengan cara memberikan jempol ke bawah, yang berarti dibunuh, dan jempol ke atas berarti tidak dibunuh secara bersama-sama.     

Setiap ada pemain yang terbunuh, moderator akan mengatakan apakah dia mafianya ataukah kalian justru membunuh rakyat tidak berdosa. Permainan ini akan berakhir jika mafia berhasil mengelabui rakyat tak berdosa dan membunuh mereka semua.      

Dalam adu argumen inilah mereka menjadi berisik sekali. Dan tanpa di sadari Juan kena pukul berulang karena dia ikut ikutan berargumen.      

Hingga gadis itu menyadari bahwa dia mulai lelah, minta ijin kembali ke rumah sakit terlebih dahulu.      

Baru saja keluar dari restoran mini bag nona muda di bawa lari orang. Spontan Alvin dan Rollan mengejarnya. Sedangkan Juan memintanya berjalan lebih cepat, segera ke rumah sakit.      

"Kau harus mengejar Bag ku please! Ada handphonenya". Pinta Aruna.      

"Aku terlalu berharga untuk memikirkan handphone, insting ku bicara kau harus aman atau aku yang akan di bunuh suami mu".      

"Ayo lebih cepat!!".      

"Huuh.. huuh'.. aku nggak sanggup lagi". Aruna melambat.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.