Ciuman Pertama Aruna

Siksaan Pedih



Siksaan Pedih

"Tunggu.. tunggu.. kau sedang mesum ya??". Curiga Aruna.      

"ha ha ha". Si jahil tertawa cekikikan.      

"Apa aku boleh membasuh yang depan?".      

"enggak.. biar aku sendiri..". Aruna menyita waslap dan mulai membuat gerakan membasuh perutnya. Seseorang dengan postur tinggi sedang berusaha mencuri curi lihat.      

"Nggak akan ada yang di buka. Percuma kau mengintip dengan muka mesum mu itu". Aruna melindungi miliknya.     

"Yaaah..". Keluhnya demikian menggelikan.      

"Kapan ya.. aku bisa mendapatkannya? Ngarep banget sampai ke ubun-ubun rasanya aku tu, sadar nggak sih istri ku kalau aku laki laki normal yang kadang mimpi making love dengan istrinya". Hendra sedang melakukan pengakuan jujur apa adanya yang dia rasakan. Laki laki ini tidak suka basa basi dan berbelit-belit. Apa yang ada di hatinya akan dia ucapkan begitu saja. Tidak menyadari ada jantung yang melompat ngeri mendengar kata 'Making Love'.     

"Aku tidak yakin bisa melanggar kesepakatan, aku tidak ingin bertengkar dengan mu karena diri ku yang lebih memilih mengukuhkan dan menuruti perjanjian pernikahan kita. Kau boleh menjalankan harapan mu bersama perempuan lain. Kau punya hak menjalankan kehidupan pribadi dan aku tidak akan ikut campur, anggap saja itu kompensasi karena aku tidak bisa menjadi istri seutuhnya". Pernyataan Aruna meluncur begitu saja. Tanpa balas mata biru. Sembari meletakkan waslap dan menurunkan hemnya, Aruna berharap mendapatkan baju baru yang bisa dia kenakan. Tapi wajah yang ingin dimintai tolong ternyata sedang membara meredam emosi. Dia mulai takut takut, laki laki ini mengidap syndrome salah satunya kesulitan menaklukkan emosinya.      

"Hendra apa kau marah? maaf kan aku..".      

"Bisa bisanya kau menyuruh ku bersama perempuan lain". Dalam marahnya pun Hendra masih bangkit mengambilkan baju untuk istrinya. Dia masih berkenan membantu gadisnya dengan menyiapkan pakaian ganti, wajahnya mengeras, kaku.      

"Kau marah".      

"Tak usah di tanya?!".      

"Maaf, aku pikir kau butuh menyalurkan naluri biologis mu. Dan aku..". terbata bata Aruna mengatakannya.      

"Aku akan menunggu mu sampai kau berkenan memberikannya secara suka rela, aku yakin kau hanya butuh waktu". Hendra membantunya mengenakan pakaian ganti. Kancing itu di tutup perlahan satu persatu paduan antara dirinya dan Aruna.      

Sesaat berikutnya tubuh mungil terangkat dan di letakkan di ranjang. Pria yang mengiringi dan memeluknya dari samping menyusupkan pernyataan : "bisa tidur dan melihat mata terpejam mu tiap malam sudah sangat bersyukur. Selama bertahun tahun aku tidak berani memimpikan ini sebelumnya. Lalu apa lagi yang aku perlukan? Tubuh mu?? Walau kenyataannya sebagai laki-laki aku menginginkannya tapi aku sedikit berbeda, jadi aku akan belajar dari mu untuk menerima keadaan yang di suguhkan jalan hidup sembari menyukurinya". Pria ini yakin Aruna tidak akan banyak memahami ungkapannya. Dia tidak tahu bahwa istrinya mendapat pemahaman penuh di malam sebelumnya.      

"i love you sayang". Bisik laki laki ini menghirup rambutnya "Aku mencintai mu karena kau anak yang seperti ini. Andai kau anak egois aku yakin aku tidak akan terkesan dengan mu, cara mu menuruti semua permintaan ayah mu terlihat begitu spesial di mata ku yang tak bisa menuruti keluarga ku kecuali berontak, love you honey". Hendra dari tadi berbicara sembari mencari cari tempat ternyaman di sela sela leher Aruna.      

_Jika sudah seperti ini aku bisa apa_ menerima pasrah berusaha terlelap di iringi nafas hangat pengganggu.      

.     

.     

Entah sudah berapa jam dia menghilang bersama kantuk. Rasanya ada pengganggu yang menjelajahi sudut di bawah dagu.      

"Ah.. Ehm..". Aruna merasa ada yang menjalar ditubuhnya seiring rasa jilatan dari lidah seseorang di sela sela leher, dan jilatan itu berubah menyesap semakin kuat : "Au". Rintihan Aruna membuat pelakunya buru buru melepas gigitan.      

Ketika mata perempuan ini mengintip keadaan di luar kelopak mata, ada yang terpejam rapat di sampingnya. Aruna cukup lelah untuk berdebat dia memilih tidur kembali memunggungi mata biru.      

.     

.     

Kali ini yang terjadi berbeda, bagaimana caranya dia yang tadi memunggungi mata biru kini menghadap padanya. Bibirnya di lumat perlahan sedemikian rupa, terlihat berhati hati tapi di nikmati.      

Aruna membuka matanya lebar-lebar menangkap kenakalan. Dan CEO DM Grup menyusup ke dalam celah selimut menutupi dirinya. Dia pikir hal itu bisa membuatnya tidak tertangkap.      

Tangan kecil Aruna juga turut menyusup, menangkap Telinga seseorang lalu menariknya : "kau pikir aku tidak sadar? Jadi begini cara membuat noda di leherku". Aruna sering menemukannya tiap pagi.     

"Au.. au.. sakit.. lepaskan telinga ku!". Hendra tertangkap basah.      

"Hendra! minta maaf! Sekarang!". Perintah gadis mungil.     

"Nggak mau! Au.. au.. iya iya".     

"Maaf!". Tangan penarik telinga terlepas.      

"Apa kau melangsungkan pencurian tiap malam?!".      

"tidak juga.. hanya ketika libido ku tinggi dan aku sudah tidak sanggup lagi menanganinya".      

"jadi sekarang libido mu tinggi?".      

"Hehe iya.. kemarilah sayang puaskan aku..".      

"Hendra! KUA GILA menyingkir!".      

Sang suami mendekap istrinya, berhasil menangkap telinga lalu menyesapnya.      

"Hendra lepas! Jangan menggelitik, ha ha.. aargh..". teriak gadis ini kegelian. Lalu mendapat kecupan di pipi berkali kali.      

"ha ha sudah!.. sudah! Geli".      

"Brak!!". Suami Aruna tidak sengaja mendapat dorongan dan jatuh di bawah ranjang.      

"Ups! Sorry!". Aruna bangkit dan terduduk. Mendapati pria yang mengusap-usap pantatnya.      

"Dapat making love enggak bonyok iya". Keluhnya.      

"Ha ha ha.. kacian anak mommy.. sini sini aku kasih kompensasi".      

"nggak yakin aku?!". _Dapat sesuatu_ Hendra menyadari gadis gigih memegang prinsip ini tak bisa di belokkan sedikit pun.      

"Ayolah..". Aruna meraihnya dan memberinya kecupan di bibir lebih dahulu. Inisiatif yang mahal berbalas tanpa hitungan detik.      

Ya! Hendra langsung bringas menyambutnya.      

"Sebentar.. sebentar.. stop! Huuh' huh". Dada Aruna melompat lompat di perlakukan seperti ini.     

"Lembutlah sedikit.. ingat aku suka yang lembut". Pinta Aruna.      

"Ah' aku nggak suka ciuman ala cowok Cantik".      

"ini ala...ala kesukaan Aruna!!". Protes perusak logika.      

"terserah! Asal setelah ini aku tidak dijatuhkan lagi?!". Hendra tidak mau mengulangi hal yang sama seperti kemarin.      

"iya.. maaf..".      

Dan si tak sabaran sudah mengendus.      

"Tunggu bentar! 5 menit aja ya..". Aruna membuat batasan, kalau tidak sudah dapat di pastikan tidak ada yang bisa menghentikan CEO gila yang sedang menghisap kokainnya.      

"Cepat sekali? Satu jam!".      

"Apa?? Kau selalu begitu.. aku nggak suka!".      

_Satu jam bisa membuat ku Ter.. ah aku nggak bisa. itu menyiksa_     

"Ya dah 30 menit". Lobi Mahendra.      

"10 menit sudah tidak bisa di tawar lagi".      

"20 aja".      

"Enggak mau.. nggak ada penawaran".      

"15 menit".      

"No".      

"14 menit".      

"Sudah HENDRA! Nggak usah aja sekalian".      

"Ya.. ya.. baik.. baiklah.. nyonya".      

"Sebentar aku pasang Alarm dulu".      

"Apa apaan ini pakai alarm segala".      

"Mau bagaimana lagi kau bisa lupa diri kalau sudah..". Aruna malu melanjutkan ucapannya.      

"Baik.. udah!".      

"udah ya..".      

"Ah'..". Gadis ini sempat mendesah, menikmati kecupan ala 'kesukaan Aruna' istilah baru versi mereka yang sedang terduduk di atas ranjang rawat inap dan mengulum satu sama lain saling terbalas. Hendra tidak lagi membuat remasan di bantal, karena perusak logika lebih banyak memberi dari pada sebelumnya. Dia sedang melayang layang di udara lupa cara kembali ke permukaan bumi. Menghisap kokainnya berkali kali membuat lupa bahwa dunia masih ada. Dia pasti sedang menjelajahi surga.      

"Krik kriiiiik". Bunyi alarm berkumandang.      

"Aargh.. sial! Ini membuat ku streeess!!". Umpatnya dalam kekonyolan hakiki.      

"Ha ha ha.. sudah selesai". Gadisnya mengusap mulut dan santai merapikan diri. Membuat gerakan menguncir rambutnya jadi kuncir kuda.      

"Kau tak ingin tambah lagi?!". Hendra ngarep baget.      

"enggak!". Jelas, tegas dan santai.      

"Argh.. kau membuat ku gila!". Teriak Hendra tidak terima.      

"Kayaknya sudah lama kamu gila". Jawab polos kenyataan dan apa adanya.      

"Ah benar juga". Pasrah.      

"Hee..". Sang istri tersenyum menyiksa batin, menyadari dirinya tidak akan bisa tertidur hingga pagi. Apa si naif tidak sadar secara ilmiah ada bagian tubuh dalam anatomi laki laki yang butuh disalurkan ketika dia mendapatkan asupan pembangkit.      

Dan istri tidak tahu diri tidur begitu saja tanpa dosa.      

_Sial! Sampai kapan aku mendapat siksaan pedih ini, apa aku berdoa pada bintang saja??_ Kekonyolan Hendra kambuh. Mendekati jendela kaca lantai 2 rumah sakit tempat rawat inap istrinya. Sayang bintang bintang lagi enggan muncul. Sepertinya gerimis kecil mulai menyapa.      

_Aargh.. ini siksaan yang lebih kejam_     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.