Ciuman Pertama Aruna

Kehidupan Rumit



Kehidupan Rumit

0Gadis ini membuat permohonan kepada para ajudannya, ingin berjalan-jalan di taman rumah sakit sekedar melepas kepenatan. Dia duduk di kursi taman menatap hamparan tumbuhan berbunga yang enggan menunjukkan mahkotanya. Boro-boro mahkota kuncup kecil tidak terlihat menghiasi tumbuhan tumbuhan itu. Ini bukan musim bunga, hati Aruna pun sama, di cukupkan  menghijau saja.      
0

Juan datang belakangan bergegas dan duduk sembarangan di samping nona muda Djoyodiningrat. Sedangkan yang lain terkejut bukan main. Mereka hanya mampu berdiri dengan jarak tertentu sesuai aturan, tapi rekannya duduk menghembuskan nafas lelah lalu memutar tubuhnya menatap sang nona tanpa rasa bersalah.      

"bagaimana bisa gadis seperti mu hampir membunuh orang lain semalam". Ucapan Juan sembarangan menyentilkan rasa tidak terima dari dua rekan kerjanya. Mereka sempat protes dan menarik Juan. Tapi pria ini malah berucap : "kau tidak penasaran, hal besar apa yang semalam aku lakukan demi nona". Juan menatap Aruna lekat-lekat seolah menghantarkan sinyal yang terpahami antara dia dan Juan saja.      

Spontan nona muda keluarga Djoyodiningrat mengusir Rollan dan Alvin membiarkan ajudan yang dulunya sopan dan sok baik kini baru ketahuan aslinya seresek apa, tetap tinggal.      

"bicaralah sekarang jangan membuat ku penasaran". Tegas Aruna.      

"he he.. sepertinya kau harus membelikan ku Handphone baru sama halnya yang dilakukan suami mu kemarin karena aku berhasil menyelamatkan mu". Ungkapan Juan membuatnya semakin penasaran.      

"Tapi aku nggak punya uang.. eh tunggu! uang saku yang diselipkan Hendra tiap hari di nakas.. mungkin sudah terkumpul banyak. Baiklah! Aku harus membayar mu berapa?".      

"Ha ha ha.. bagaimana bisa?? Pria itu kalut dan ingin mengakhiri hidup hanya karena gadis naif seperti ini, cantiknya juga standar aja. Apa yang menarik dari mu?". Juan mengamatinya sekali lagi.      

Gadis tidak terima mengangkat tangannya lalu menarik telinga Juan dengan cara cepat penuh amarah.     

"Au..". Juan menghempas tangan itu dan kini Aruna yang terlihat kesakitan.      

"Apa aku terlalu kasar? Nona kau nggak apa-apa?".      

Aruna tidak berkenan menjawabnya, hanya wajah cemberut dan perilaku mengusap usap tangan yang ditunjukkan.     

"Jadi semalam solois yang anda temui di pesta pernikahan, datang ke kamar mu". Kalimat pertama yang terucap dari mulut Juan langsung menyulut rasa khawatir dan ekspresi was-was pada diri Rona Kemerahan.     

"Sepertinya perasaan Anda kepada pemuda itu begitu dalam ya..? Dia masih beruntung". Sentil Juan.      

"Jangan berbelit-belit ceritakan apa yang terjadi?". Aruna semakin penasaran.      

"Aku akan mendapatkan apa?". Celetuk Juan menggoda nonanya.      

"Sudah ku bilang aku punya uang saku banyak dari Hendra, aku bisa memberikannya untuk mu". Aruna menawarkan.      

"Bagaimana dengan mobil roll royce anda yang jarang dipakai itu".      

"ah benar aku lupa aku punya mobil, asal kau bisa mengambilnya nggak masalah mobil itu hadiah pernikahan ku dari tetua Wiryo". Balas Aruna.      

"Aku tidak akan memintanya.. Aku hanya ingin meminjamnya sekali saja".  Juan memang ingin pergi ke suatu tempat menemui seseorang dan dia butuh mobil.      

"Baik! Pakai saja aku pun juga belum pernah mengendarai nya. Tapi jujur aku tidak tahu gimana caranya supaya kamu bisa menggunakan mobil itu. Maksudku?! kau tahu kan banyak pengamanan".      

"Tenang saja aku punya cara. Asal kau berikan kuncinya". Celetuk Juan.     

"Oke deal". Ungkapan Aruna di balas dengan kisah dramatis yang di temui Juan semalam. Danu Umar dengan segala kebodohannya.     

Dalam segala kepelikan Juan sempat dibuat tertegun. Gadis ini meneteskan air mata dengan tenang. Tanpa emosi berapi-api, atau sesenggukan dramatis. Ucapan berikutnya yang disuguhkan sang nona : "bagaimana kondisinya terakhir, Apakah kamu sempat mengantarnya pulang sampai ke rumah?".     

"Dia bukan perempuan nona, dia tahu jalan pulang sendiri buat apa aku antar". Juan menangkap rasa khawatir itu terlalu berlebih.     

"terakhir kami mengisap tembakau bersama, dan dia mulai menemukan dirinya. Aku rasa dia tak akan mengulangi hal yang sama". Tambah Juan.      

"ku ceritakan kisah ku yang lebih dramatis dari pada hubungan kalian bertiga yang rumit ini". Kisah Juan pada nonanya.      

"apa orang seperti mu juga punya kehidupan yang rumit?". Aruna semakin sayu.      

"jika orang melihat nona dari luar sana, tidak ada yang tahu kalau kau istri yang seperti ini".      

"Iya!. Kau benar!. Bahkan kondisi ku lebih rumit dari apa yang kamu bayangkan. Kau hanya tahu permukaannya saja. Sama seperti dua laki laki dalam hidup ku, Masing masing sama egoisnya". Jelas Aruna.      

"Mereka begitu egois karena mereka sama-sama menginginkan mu, begitulah sifat dasar kami".      

Kini yang terlukis hanya kebekuan, gadis ini terdiam tak banyak bicara. Dia melapisi dirinya dengan jubah hitam legam. Tak mau di sentuh dan tak ingin tersentuh. Aruna larut dalam pikirannya sendiri.      

"Apa yang diinginkan perempuan sepertimu?". Ungkap Juan menelisik.      

"Kenapa kau bertanya begitu?".      

"Karena gadis ku juga berada dalam kondisi yang hampir sama dengan mu. Aku penasaran saja".      

"Kadang aku ingin pergi jauh dan meninggalkan semuanya saja. Andai aku bisa, tapi itu mustahil".      

"Begitu ya..". Juan ikut serta mengembara dalam ruang pikirnya.      

***     

"Dok bagaimana kondisi istri saya?". Lelaki bermata biru bergegas menuju ruang konsultasi dokter yang menangani Istrinya. Gadis itu ingin segera pulang, dia ingin mengajukan rawat jalan. Toh di rumah induk ada perawat khusus yang bisa menjaga Aruna. Kecuali gadis ini membutuhkan penanganan lebih, maka Rumah sakit tetap jadi pilihan terbaik.     

"Akhirnya saya bisa menemui anda, Saya curiga ada maunya anda sampai mendatangi ruang sederhana ini.". Dokter Bram sempat membuat panggilan kepada susternya untuk mengantarkan rekam medis istri tuan muda bermata biru.      

"He he.. tahu saja anda dok! Saya ingin membawanya pulang. Apakah permintaan ku mungkin?".      

"Silahkan di perhatikan!". Bram menunjukkan rekam medis Aruna.     

"Saat ini mulai membaik, cukup memastikan nutrisi, cairan tubuh dan aktivitasnya terkontrol".      

"Istriku bisa pulang?".      

"Kita lihat sampai malam ini, kalau tidak ada penurunan kondisi tubuh yang berarti besok pagi sudah bisa pulang". Bram dan Hendra mulai berdiskusi tentang nutrisi yang tepat dan banyak hal untuk pasien bernama Aruna.      

.     

.     

"aku mencarimu sejak tadi, Dari mana saja kamu sayang?". Hendra segera mendekati tubuh perempuannya, turut serta membantunya memegangi infus.      

"Hanya jalan-jalan di taman sebentar". Juan yang menjawab. Karena nonanya terdiam saja.      

"Hai kau?! Kenapa istriku murung?". Desak Hendra menangkap kegelisahan yang ditunjukkan Aruna.     

"Karena ada penjahat bengis yang mengurungnya tiap saat". Mendengar ucapan Juan, Mata Hendra mengerjap berpikir.      

"Yang kau maksud aku?".      

"siapa lagi!". Ajudan ini terlalu pemberani.      

"ya aku memang penjahat bengis, bahkan aku bisa bermain-main dengan ajudan ku kapan pun aku inginkan hehe". Senyum Hendra membuat Juan ngeri dan memilih segera pergi.     

.     

"Jangan bersedih, Aku pastikan besok kau pulang. Cukup Jaga diri mu hingga malam ini.. tersenyumlah aku pulang lebih awal sesuai keinginan mu". Tapi gadisnya masih saja terdiam membeku.      

Yang paling menyusahkan adalah dia tidak bersemangat makan, hanya dua suap dan tak bisa di bujuk untuk melanjutkan.      

"Huuuh..". Hendra menghela nafas berusaha bersabar.     

"Kalau ingin makan apa? aku akan aku belikan?".      

Aruna menggelengkan kepala terhadap semua yang di tawarkan Hendra.     

_huuuh.. kau penyiksa paling ulung_      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.