Ciuman Pertama Aruna

Memukul Udara



Memukul Udara

0"Kalau ingin makan apa? akan aku belikan?".      
0

Aruna menggelengkan kepala terhadap semua yang di tawarkan Hendra.     

_huuuh.. kau penyiksa paling ulung_     

"Ayolah Aruna tambah lagi makannya.. kamu bilang ingin segera pulang kan?". Hendra mengatur emosinya sedemikian hingga untuk membujuk perempuannya. Dia masih konsisten dengan gelengan kepala, siapa yang lebih menguji kesabaran selain gadis ini.      

"Baiklah aku sudah tidak tahan!. Apa yang kau inginkan katakan! akan aku turuti semuanya asal kau mau makan". Mata biru berusaha meyakinkan.      

"he he... Aku tidak yakin kau bisa mengabulkan keinginan ku". Suaranya sangat rendah dan mulai memejamkan mata memilih mengurung diri dalam selimut. Entah apa yang terjadi pada dirinya, tanpa Air Mata gadis ini sudah menunjukkan kesedihannya, dia layu, murung dan lesu.     

"Kau ingin pulang kan? Habiskan makanan mu sekarang! kita langsung pulang". Bujuk Mahendra, dia lakukan apa saja supaya gadis itu menanggalkan kesedihannya. Nyatanya Aruna hanya terdiam.     

"Baiklah selain pulang, besok kita kunjungi surat Ajaib. Kamu pasti merindukan tempat itu!?". secara mengejutkan ungkapan Hendra kali ini langsung dibalas dengan gerakan bangkit dan terduduk.      

"Berikan piring ku! Airnya sekalian!". Sejalan kemudian bukan lagi kegundahan yang dirasakan CEO DM Grup, tapi miris. Aruna membuat sendokkan besar lalu menyesakkan mendalam mulutnya tanpa banyak di kunyah gadis itu mendorongnya dengan air. Sekali, dua kali, tiga kali, Hendra tidak sanggup melihatnya lagi.      

"Hentikan! Hentikan Aruna". Mata biru menarik piringnya.      

"Jangan di ambil! Kau bilang akan mengijinkan ku mengunjungi outlet Surat Ajaib?! Biar aku habiskan". Aruna mempertahankan piringnya.      

"Ya tuhan Aruna HENTIKAN! Aku tak bisa melihatnya!". Gerakan menarik piring menyisakan gelas berisi air tumpah membasahi ranjang. Gadis itu berkaca-kaca meratapi tumpahan air. Perilaku aneh yang memilukan lawannya.      

Hendra mendekati tubuh perusahaan logika dan bergegas memeluknya. Dalam dekapan dia mengusap rambut gadis itu sembari berkata : "Jangan seperti ini, aku mohon..". Hendra mencari wajahnya mengusap butiran air matanya.      

"Berikan tangan mu". Sejalan berikutnya Hendra melepas infusnya. Dan bergegas mencari jaket gadis ini. Karena tidak ditemukan, mata biru menggunakan jas yang tadi dia kenakan waktu bekerja untuk membungkus tubuh mungil.      

Sembari membuat panggilan dia berusaha merapikan beberapa barang : "Surya siapkan mobil ku dan tolong urus administrasi termasuk kamar inap istriku, Aruna aku bawa pulang sekarang".      

"setahu ku masih besok?". Surya menanyakan.      

"Nanti aku jelaskan!".      

Hendra mengangkat tubuh gadisnya dan membawanya menyusuri lorong  rumah sakit menuju mobilnya di besmen : "berhentilah menangis! Kita akan pulang sesuai permintaan mu!".      

Pria ini meletakkan Aruna pada kursi didekat pengemudi, memasang sabuk pengaman dan memosisikan kursi setengah terbaring, sigap, cepat dan segera menyusup di dalam kemudi.      

Membawa mobilnya berjalan cepat di ikuti mobil lain di belakang, mobil para pengawal.      

"Hendra aku haus". Permintaan lirih itu membuat seseorang berubah serius. Memasang mata awas mencari minimarket terdekat. Dan segera setelah melihatnya dia bergegas lari keluar membeli pesanan istrinya dan kembali secepat dia bisa.      

"Bisa bangun?". Gerakan tubuh Aruna segera di sambut bantuan mata biru.      

"Tenanglah.. aku tidak separah yang kau bayangkan, Suasana hatiku hanya sedang buruk saja". Ungkap gadis perusak logika di sela sela upayanya meneguk air.      

"Ya! Terlalu buruk sampai aku tidak lagi melihat gadis bersemangat memukuli ku hanya karena tak sengaja menyentuh bibirnya". Hendra masih enggan memacu mobilnya dia seolah sedang mengamati sesuatu.      

Ketika Aruna bangkit, barulah dia pahami Apa yang sedang diamati Hendra. Ini tempatnya, tempat yang menjadi awal banyak cerita di mulai, mungkin hanya perlu menggerakkan Bentley 100 meter lagi. Di situ dulu CEO gila mencuri ciuman pertamanya.      

"Apa pernikahan ini demikian berat. Tanpa ku sadari bukan aku saja yang berubah kau pun banyak berubah. Aku merindukan mu yang bersemangat seperti dulu". Ungkapan Hendra hanya di diamkan saja.      

"Bip bip bip". Mata biru menyentuh wajah istrinya seiring bunyi handphone. Telepon Riswan sama pentingnya.      

"ayo.. cepat.. ". Suara gadis ini tenggelam.      

 "Hallo mas?".     

"Aruna..?!". Hendra memeriksa lebih awas, dia yang mulai tertidur kembali.      

 "Bisa mendengarku?". Riswan di ujung sana butuh menyampaikan sesuatu.     

"Iya Riswan. Ya, Bicara saja!". Mata biru meletakkan handphonenya, sembari menyentuh tombol loudspeaker  untuk walikota di ujung sana, kedua tangannya sibuk memeriksa cara tidur tubuh mungil putri Lesmana.      

"Mas. Kita harus bergerak cepat, penyidik masih melanjutkan pemeriksaan latar belakang runtuhnya lantai 7".      

"Ah Sial!". Hendra menemukan tubuh Aruna pingsan. Berapa kali dia coba memastikan, dan ternyata bukan sekedar tidur biasa.      

"Oh iya ini memang sialan". Riswan terut salah paham.      

"Riswan bicara saja.. aku akan mendengarnya". ungkapan itu dia serukan kembali sembari membanting setir berbelok arah balik menuju rumah sakit. Bentley continental melesat cepat kesetanan.      

"Aku rasa kita perlu memasang peralatan yang mendukung pernyataan kita tentang eksperimen yang kita sebutkan kemarin".      

"mas hallo?!". Riswan sekali lagi mempertanyakan keberadaan Hendra yang terkesan tidak menanggapi ungkapannya.      

"Bicara saja! aku mendengarkan mu". Penelepon tidak sadar Mahendra sedang berpacu menyusuri jalanan meninggalkan mobil pengawal di belakang, dia memencet klakson dan menyusup ke sana ke mari.     

"Oh iya, satu lagi! Sebaiknya saran ku tentang tampilnya anda dan istri anda terkait menggunakan pernikahan Anda.. em.. namanya blue oceans ya?? Pernikahan spektakuler itu perlu diangkat ke publik untuk mengalihkan isu". Riswan sempat mencuri konsentrasinya, suara decit dari rem mobil menyisakan jatuhnya handphone Mahendra ke dasar mobil.      

Mata biru tak akan sempat mengambil handphone itu : "hallo Riswan, kau masih mendengarku?".      

"Ya, tapi suaranya berisik sekali".      

"matikan handphone mu, nanti aku telepon kembali".      

"tolong saranku benar-benar diperhatikan. Penyidik yang menangani runtuhnya gedung bukan dari lokal, tapi langsung ditangani penyidik pusat".      

"Ya! Iya.. aku paham. nanti aku telepon kembali!".     

"bertahanlah Aruna hampir sampai". Ada rasa hancur seiring hilangnya kembali kesadaran gadis perusak logika, di bumbui suasana hati dan ekspresi layunya. Gadis ini berhasil membuat dada Mahendra sesak seketika.      

Mobil terparkir sembarangan di depan lobby rumah sakit, disusul gerakan Hendra membuka pintu lalu Mengusung tubuh mungil istrinya sambil berlari secepat dia bisa.      

Dan Aruna masuk ruang ICU untuk kedua kali.      

"Argh". Ada ungkapan penyesalan memukul udara.      

.     

.     

"Kenapa kau bawa pulang dia? Sungguh gegabah kau ini!". Surya yang tak tahu apa-apa ikut kecewa dengan tindakan Hendra.      

"Kau tahu betapa kacaunya aku melihatnya menangis, sudah! jangan tambah lagi beban pikiran ku". Pria ini menyesali perbuatannya sendiri.      

"Harusnya apa pun yang terjadi Kau gunakan otakmu".      

"Sudah kukatakan berapa kali, otakku tidak berfungsi tiap kali berhadapan dengan Aruna". Mahendra mengacak acak rambutnya kacau.      

.     

.     

Andai kau tahu penderitan ku.      

Laki laki yang tidak mendapatkan cinta perempuannya.      

Suami yang tidak punya hak atas istrinya.      

Atau pemburu yang hanya bisa menatap mangsanya.      

Seandainya mengeluh mampu menghadirkan solusi.      

Aku pun ingin berceloteh tentang sesak di dada ku.      

Rasa perih yang selalu hadir menyapa.      

Dengan sengaja terabaikan, supaya aku terus bisa bertahan.      

Bukan hanya kau dan dia yang menderita.      

Yang kabarnya saling mencinta dan aku lah penghalangnya.      

Aku pun sama, sama terlukanya.     

Tapi aku tak bisa melepasmu karena kau adalah nafasku.      

Cobalah beri aku sedikit harapan walau pun dalam kepalsuan.     

Sebab kini seseorang yang egois mulai takut pada dirinya sendiri, takut harus mengalah untuk mu bersamanya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.