Ciuman Pertama Aruna

Mata Menyala



Mata Menyala

0"Boleh aku mendapatkan pelukan mu?". Hendra ingin dipeluk istrinya.      
0

Dengan ragu gadis mungil mendekati tubuh yang duduk di ranjang pasien miliknya, sesaat kemudian dia mendapatkan dekapan pria yang mengusung postur tubuh bule England Jawa. Kecil dan hampir tenggelam tidak kelihatan karena habis tertutup pelukan erat.      

"Aku ingin mendapatkan pelukan ini tiap saat.. apa boleh?". Dia minta lebih, Aruna mulai hafal dengan kebiasaan Hendra, hobi sekali meminta tambahan.      

"Entah lah aku sendiri tidak tahu..".     

"Em.. harusnya hari ini kepulangan honeymoon kita dari Italy andai kamu tidak sakit. Ya sudahlah.. pekerjaan ku juga sedang padat kemarin, sebagai gantinya apa kau mau haneymoon di Gili (pulau) milik keluarga ku, aku jamin kamu tidak akan kecewa tempatnya sangat indah". Hendra menawarkan.      

"Hee.. apa yang berangkat hanya kita berdua?". Telisik Aruna perlahan melepaskan pelukan suaminya.      

"Ya tentu saja hanya kita berdua, tapi jangan khawatir di sana sudah ada petugas yang berjaga". Jelas Mahendra.      

"Apa tempat itu sepi?". Si mungil mulai gelisah.     

"He eh.. di Gili Arum hanya ada satu mansion, dan itu mansion pribadi Djoyodiningrat".      

"Jauh ya..?".      

"Tidak juga.. hanya di kepulauan Lombok, tidak jauh dari Gili Lebak dan Gili Trawangan, kau pernah ke sana?".      

"Pernah sih.. waktu ayah liburan kami sekeluarga jalan jalan ke pulau itu". Aruna terlihat berpikir, entah apa yang mengganggunya.     

"Jika akhirnya aku memutuskan untuk menolak, apakah kamu tak akan marah?".     

"Tidak tentu saja tidak!     

"Sebenarnya aku tidak keberatan haneymoon dengan mu, cuman aku lebih suka di tempat yang ramai. Liburan seperti orang-orang pada umumnya. Kalau pun tidak di Gili Arum boleh aku minta di Bali saja". Aruna takut dengan apa yang terjadi pada pasangan dewasa sempurna pelanggar aturan ayah.      

"Sayangnya kalau kita pergi ke tempat serame Bali, kita tidak bisa berangkat berdua saja. Ada beberapa orang yang terpaksa ikut (Bali terlalu ramai)". Hendra berharap Aruna tidak memilih Bali.      

"Wah itu yang aku inginkan!?". Seru sang perusak logika.      

"Kita ke Bali saja". Dia terlihat lebih bersemangat.     

"Nggak jadi ke Gili Arumi nih?". Semburat kekecewaan terlintas di wajah Mahendra.     

"Bali sudah sangat bagus, Aku maunya di situ". Aruna sedang berusaha menyelamatkan dirinya dari hal-hal yang belum bisa dia hadapi.      

***     

"Yuhu hari ini kita akan bahas tentang berita paling viral dan hangat jadi jangan pindah channel stasiun TV kalian".     

"Danu Umar, siapa sih yang kenal? Danu Umar solois, novelis dan sekarang lebih sibuk menjadi pencipta lagu dibalik layar dari pada bernyanyi di atas panggung".     

"Pagi ini pelantun lagu hist rona kemerahan baru saja keluar dari pemeriksaan kepolisian terkait video viral yang melibatkan dirinya tengah menerobos jalanan ramai di depan RS Salemba".      

"Hal yang paling melegakan ialah ternyata dugaan terkait dirinya yang sedang mabuk atau sedang menggunakan obat-obatan terlarang, sehingga menerobos jalanan ramai di tengah malam tidak terbukti benar adanya".      

"Dia memang tidak banyak ngomong sih waktu kita wawancarai". Pembawa acara infotainment kasus yang menjerat solois Danu Umar.      

"Tapi manajernya Pandu mengatakan memang malam itu dia yang menerobos lalu lintas, alasannya karena Danu Umar sedang kacau sebab ada seorang yang sangat penting dalam hidupnya sedang dirawat di rumah sakit, jadi dia tidak sadar ketika melintasi jalanan". Perempuan berbaju merah ikut berkomentar dia juga salah satu pembawa acara infotainment tersebut.     

"Menurut ku sich wajar ya.. ketika kita punya banyak pikiran dan tiba-tiba tanpa sengaja kita jalan aja tanpa melihat kanan kiri, memang kalau kita amati dari video tersebut si Danu ini tampak kosong gitu? Ya nggak sich??". Yang lainnya menanggapi hangat.     

"Mungkin dia sedang terlalu kacau, untungnya si Danu ini bisa selamat walaupun banyak yang maki maki dia. Coba deh kita lihat lagi videonya, banyak banget yang maki maki dia?!. Dan dia diem aja kayak kosong gitu".      

"Menurutmu siapa sih orang yang sangat spesial itu?".      

"Aku juga penasaran banget".      

"aku rasa bukan ibunya, sebab menurut informasi ibunya masih masuk kerja seperti biasa".      

"Jadi tim kita langsung grecep, ibunya ternyata seorang HRD di sebuah perusahaan multinasional dan dia masih masuk kerja seperti biasa aja".      

"oke.. dia juga anak tunggal single parent, sepertinya ini akan jadi berita hangat deh!".      

"Kayaknya ini berhubungan dengan cewek, sama nggak sih pikiran kamu sama aku".     

"mereka kan awalnya penasaran sama si Danu ini menggunakan narkoba atau jangan-jangan dia sedang mengonsumsi minuman keras, ternyata nggak sama sekali kan..?! aku rasa opini publik akan mengarah kepada 'siapa yang bikin novelis dan solois pencipta syair sendu itu sampai melakukan hal separah itu'".     

"Tampaknya ini nggak akan jauh jauh dari masalah perempuan dech.. dia memang terkesan jomblo.. tapi siapa yang ta..".      

"Klik". Seseorang mengambil remote TV dan mematikan siaran Infotainment yang sedang serius ditonton Aruna.      

Aruna tidak sengaja mendapati video viral yang dibahas hangat Infotainment tersebut, awalnya dia hanya iseng mencari hiburan. Sembari menunggu yang sedang melakukan rapat terbatas dengan Surya dan orang-orang dari perusahaannya.     

Aruna langsung lari ke kamar mandi dan mengunci dirinya ketika dia tahu Hendra lah yang mematikan televisi. Dia takut lelaki bermata biru tidak bisa mengendalikan diri, karena tahu Hendra memiliki sindrom yang membuatnya sangat berbeda.      

"Aku tidak akan marah keluar lah.. turuti permintaan ku, keluarlah Aruna". Pria ini mengetuk pintu kamar mandi perlahan.      

"Aku tidak akan melakukan hal bodoh seperti kemarin percayalah.. ayolah keluar!". Mintanya sekali lagi.      

Sambil takut takut  membuka pintu kamar mandi Aruna menunduk dan tak berani menatap Hendra.     

"Aku minta maaf.. aku..". Terbata-bata Aruna menyatakan permohonan maaf.      

"Tolong Hendra, jangan marah..". Aruna sedang ketakutan.      

"Lihat aku, tatap aku, aku sedang berusaha meredam amarah ku.. semampu yang aku bisa. Aku tidak akan mengulangi perilaku bodoh yang kemarin. Aku tahu kau dan dia bagaimana pun juga kalian..". Belum usai Hendra bicara, laki-laki itu mendapatkan pelukan.      

"Aku akan berusaha di sini selama 2 tahun sesuai perjanjian kita, Aku tidak akan membuat ikatan dengan siapa pun sebelum tugas dari ayah ku usai. Kamu bisa pegang janji ku Hendra.. kamu tahu kan aku orang yang konsisten". Ucapan itu bukannya meredam hati Hendra, pria ini segera menanggalkan pelukan perempuannya. Tanpa melihat lagi dia memilih pergi, berjalan tergesa-gesa keluar menyusuri pintu keluar kamar inap Aruna.       

_Ya Tuhan apa yang aku lakukan?! apa dia akan tidur lagi seperti kemarin?_ Aruna tidak bisa diam saja.      

Dengan cepat mengikuti langkah laki-laki di depannya secara tersembunyi. Aruna butuh tahu perginya Hendra.     

Pria itu naik lift menuju lantai empat dan Aruna berlari menaiki tangga berharap bisa sampai di lantai 4 bersamaan dengan Mahendra, gadis sakit ini cukup kelelahan dia tidak mendapati Hendra.      

Namun dirinya tidak patang menyerah, terus mencari di setiap sudut ruangan di lantai 4.      

Hingga akhirnya dia temukan salah satu ruangan bertuliskan psikiatri menyajikan dua orang sedang berkomunikasi. Hendra dan perempuan itu, perempuan yang secara spontan membuat mata coklat menyala merah penuh kemarahan.      

~~~     

"Jika anda merasa tempat ini tidak cocok dengan anda, Mudah saja.. buat Mas Hendra berubah. Rubah rasa cinta yang dimiliki mas Hendra untuk anda, kalau perlu buatlah perasaan itu menghilang. Maka anda akan semakin cepat terbebas dari belenggunya".     

"Cinta??". (Aruna)     

"Aku merasa dia biasa saja terhadap ku". (Aruna)     

"Ah' anda benar-benar belum tahu??. Pernikahan ini berlangsung lebih cepat karena anda dipilih oleh mas Hendra. Pernikahan anda dengannya bukan sekedar perjanjian pernikahan antara ayah Lesmana dengan tetua. Tapi lebih kepada karena dia menginginkan anda".     

"Selama perasaannya pada anda demikian kuat selama itu juga dia tidak akan melepas apa yang dia genggam, setahun, dua tahun, bisa jadi selamanya".     

"Aku masih percaya pada Hendra walau dia orang yang sulit dipahami".      

"Apa anda yakin?".      

"Eem.. apa aku boleh tahu kenapa dia sering menemui mu?".      

"Karena mas Hendra merasa tidak nyaman menceritakan hal hal pribadi dengan istrinya, untuk itu dia membutuhkan ku tiap saat".      

"Lalu bagaimana cara menghilangkan perasaan Hendra".      

"Untuk seseorang yang selalu berharap. Pertama pastikan anda menolaknya dengan tegas berulang kali, supaya dia sadar betapa anda tidak menginginkannya. Kedua hadirkan dan dekatkan dia dengan perempuan lain. Saya bisa membantu anda jika anda membutuhkan kehadiran perempuan lain".      

"Aku coba dulu cara pertama".      

"Pastikan anda segera memutuskannya , sehingga orang lain segera bisa memosisikan dirinya".      

~~~     

"Dokter macam apa dia?".      

"BRAK". Pintu  di dorong kasar oleh perempuan mungil Aruna.     

_Dia mengelabui ku, menyembunyikan keadaan Hendra yang sebenarnya. Oh ya Tuhan, Teganya dia memanfaatkan kondisi Hendra yang berbeda untuk mendapatkannya_     

"Hentikan!". Suara Aruna menyentak sesi konsultasi antara dokter dan pasien.      

"Bagaimana kau bisa berada di sini!?". Hendra terkejut bukan main.      

"Hen ikut aku! Keluar dari sini sekarang juga". Perintah Aruna penuh amarah.      

"Anda tidak di izinkan mengganggu aktivitas konsultasi dokter dengan pasiennya". Sang dokter tidak terima.      

"PLAK!!". Tangan mungil melayang dan secara mengejutkan mendarat di pipi perempuan bergelar Sp.KJ.      

"Aruna apa yang kau lakukan". Hendra bukan lagi terkejut, melainkan syok. Dia tak yakin dengan apa yang dia lihat. Perempuannya yang halus bisa menampar orang lain dan korbannya adalah dokter pribadinya.      

"Tanyakan sendiri pada Dr. Nathasya M Triyuono yang terhormat ini". Sindiran Aruna.      

"Ada apa sebenarnya?". Hendra tertangkap bingung dengan dua perempuan berselisih.      

"Oh.. kenapa anda diam saja dok? Cih cih cih anda malu mengakuinya kah?!". Aruna mendesaknya.      

"Ayo Hendra kita keluar!". Aruna menarik tangan suaminya. Lelaki bermata biru masih berusaha memahami situasi.      

"Dia sedang butuh bantuan nona?". Sela Nathasya memegang tangan lain Mahendra.      

"Beraninya kau pegang lengan Suami ku, menyingkir!". Gertak Aruna.      

"Kau kenapa Aruna". Ucapan Hendra terabaikan.      

"Suami ku tidak layak di tangani dokter yang mengharapkan dirinya bisa berperan sebagai perempuan lain, dia terlalu terhormat!". Aruna menyingkirkan tangan Nathasya, bersusah payah menarik dan mendorong tubuh Hendra yang masih melongo kebingungan.      

"Hen.. kenapa kau tak mau bergerak?!".      

"Aku hanya bingung kenapa kau marah marah sampai seperti ini".      

"Itu bisa aku jelaskan nanti. Yang terpenting Sekarang, ayo keluar dari sini!".      

"Aku ingin tahu penyebabnya sekarang juga". Pinta Mata biru.      

"Baiklah kalau kau tak mau mendengarkan ku, aku yang akan keluar dari sini. Silakan kau ceritakan hal-hal pribadi mu yang luar biasa itu dengan dokter Nathasya".      

"Hai.. hai.. bukan begitu maksud ku". Sang suami sedang membuntuti istrinya yang keluar dari ruang psikiatri, tiba tiba istrinya terhenti. Berbalik memandanginya, lalu meraih lengannya. Perempuan bernama Aruna menarik lengannya dengan gusar.      

"Sebaiknya kau tidak lagi menggunakan jasa dokter Nathasya, kalau perlu sudahi dia sebagai dokter pribadi mu sekarang juga".      

"Aku tidak bisa melakukannya tanpa alasan". Hendra masih penasaran, penyulut emosi Aruna.      

"Huuh.. aku malas membahasnya, begini saja! Kau pilih aku atau dia?? Kalau kau pilih mempertahankannya jangan harap ada sarapan pagi untuk mu".      

"Sarapan pagi dari bibir mu?!".      

"Ya! Apa lagi?!".      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.