Ciuman Pertama Aruna

Terima Takdir mu



Terima Takdir mu

0Gadis ini membuang mukanya, tapi tangannya masih menjerat kuat sang suami.     
0

Matanya perlahan teralihkah oleh cermin yang berada di depannya. Dulu pria di sampingnya adalah analogi dari produk branded import. Sedangkan dia hanya lah aksesoris etnik lokal kecil mungil dengan karakteristik standar. Awalnya si branded terlihat kaku, kasar dan dingin luar biasa. Memarahinya hanya karena tidak sengaja melamun atas paras tampan yang tertangkap dari cermin lift Djoyo Rizt hotel.      

Kini brand import sedang diam-diam mengamati dirinya, dia tidak sadar Aruna pun menatapnya dari cermin. Aruna hampir tak yakin dia bisa sedekat ini dengan Mahendra.      

"Emm..". keduanya spontan bicara bersamaan.      

"kau duluan..". seru Hendra mempersilahkan perempuannya bicara terlebih dahulu.      

"Tidak kau saja..". sama dengan Hendra, Aruna juga mempersilahkannya.      

"Baiklah aku yang dulu..". Hendra ambil bagian.      

"ada kabar baik untuk mu besok kau sudah boleh pulang, tapi sepertinya ada hal kurang menyenangkan yang harus kamu lalui".      

"apa itu?". Tanya gadis ini, perlahan mulai berkenan menatap Mahendra suaminya.      

"Aku ingin minta izin pada mu, apa kau mau..". pria itu berhenti seketika.      

"Apa lanjutan saja.. kalau aku bisa bantu kenapa enggak??". Putri Lesmana penasaran.      

"Jadi salah satu perusahaan di bawah naungan DM grup mengalami kendala, dan kesepakatan di rapat terbatas tadi menyimpulkan supaya kita tampil ke publik. Sejujurnya aku pun tidak setuju, sayang aku tidak punya pilihan lain. Tim ku membutuhkan cara untuk mengalihkan perhatian". Hendra menjelaskan perlahan maksud hatinya.      

"Hen.. em.. aku tidak paham kamu sedang bicara tentang apa ngomong saja aku harus ngapain". Gadis ini butuh ungkapan yang lebih bisa dimengerti. Perintah sederhana untuk seorang mahasiswa tingkat 2.      

"Apa kau mau menemani ku dalam wawancara eksklusif salah satu stasiun TV". Jelas Mahendra to the point.     

"aku nggak masalah sih ikut, sayangnya aku nggak pandai bicara". Dia pernah ikut acara bincang-bincang di stasiun TV. Itu pun hanya 2 sesi bersama teman-temannya surat ajaib termasuk Damar, solois pendatang baru yang sedang di gali kehidupan pribadinya kala itu.     

Pasti Mahendra masih mengingatnya, mata biru secara mengejutkan datang tiba-tiba dan duduk di barisan paling depan, Menatapnya dengan saksama kemudian berakhir menangkap Arun. Menyekap gadis itu di salah satu ruangan Nara&TV.      

"siapa bilang kau tak pandai bicara, cara berucap mu lebih menyenangkan dan enak didengar dari pada aku. Founder surat ajaib pengisi co working dan beberapa seminar star up, jangan lupa kau pernah menggeluti bidang itu".      

Gadis ini terdiam mengingat masa lalunya yang sangat ia rindukan.      

"jangan bersedih sebentar lagi kau bisa kuliah, bisa kembali beraktivitas seperti semula bahkan bisa merasakan makanan sampah asalkan tidak boleh banyak-banyak". Mahendra meredam kegelisahannya, pria ini akhirnya memutuskan untuk memberikan kebebasan pada Aruna. Komunikasi sederhana yang terjalin antara kakak Aruna, dirinya dan gadis mungil ini mengingatkan mata biru bahwa dia sudah merebut banyak hal dari istrinya sendiri.      

"benarkah yang kau ucapkan??".  Aruna seakan ingin melompat saking girangnya.      

"Ya". Satu kata yang meluncur dari mulut pria bermata biru membuat gadisnya berjinjit dan menarik lehernya. Dia ingin memberikan kecupan di pipi, sekali lagi tinggi mata biru tidak matching.      

"Haha.. bilang dong kalau mau memberi ku gift". Hendra terkekeh melihat kelakuan Aruna yang gagal total. Putri Lesmana tertangkap malu sendiri.      

Ketika mata biru mensejajarkan dirinya, sayang sekali pintu lift sudah terbuka.      

"Hehehe.. kamu sekarang yang gagal". Kini Aruna yang menertawakan Hendra.      

***     

"Kau tak ingin memperjuangkan hubungan kita?". Mendengarkan ucapan lelaki yang dicintainya. Gadis itu bergetar memegangi gelas kaca yang barusan dia teguk.      

"baik aku maupun kamu tidak akan mungkin mampu melawan kehendak mereka". Pria di hadapannya tak lagi mampu menatap wajah syakila.      

"Kau akan menyerah begitu saja?, Aku kecewa padamu". Perempuan itu mulai meneteskan air mata.      

"aku pernah melihat laki-laki ingin bunuh diri hanya karena dia berusaha melawan takdir. Awalnya aku berpikir akan melakukan hal gila untuk mempertahankan mu. Tapi lama-lama aku sadar jika aku bertahan untuk melawan takdir, ke depan aku akan sama terpuruknya. Padahal dia lebih beruntung, saingannya bukan bagian dari keluarga". Laki-laki ini menatap wajah gadisnya untuk terakhir kali.      

"biarkan aku pergi shakila, suatu saat kalau kau bisa terlepas. Datangi aku kapan pun kau inginkan". Pria itu merapikan handphonenya dan meraih tas menyelempangkannya di pundak. Dia siap untuk pergi.      

"kau dulu tidak seperti ini. Tapi? Kenapa sekarang kau jadi begini?". Ada air mata jatuh berserakan.      

"Karena aku harus realistis, jika aku memutuskan bertahan. aku pun harus siap menatap mu dalam pelukannya. Itu tidak realistis, Dan lebih tidak masuk akal lagi ketika kita melawan kehendak ayahmu maupun kehendak keluarga ku. Kau dan aku bukan lawan seimbang untuk mereka. Walaupun kita berlari di pulau terpencil di negara ini. Tetap mustahil, kapan pun kita bisa tertangkap. Dan kau akan lebih menderita lagi. Terima takdir mu dan akan ku terima takdir ku".      

Pria itu pergi meninggalkan perempuan yang sedang kacau, menyembunyikan dirinya di dalam kedua telapak tangan, sesenggukan bukan main. Sedangkan yang di depan tak pernah menoleh lagi kepadanya. Enam tahun mereka bersama, di cukupkan berakhir begini saja.      

***     

Si hitam Bentley continental melesat menyusuri jalan ibukota. Ada senyum bahagia dari wajah gadisnya, dia terus saja tersenyum sejak kemarin. Sudah cukup lama dirinya tidak diizinkan kembali pada dunia sederhana. Kampus, surat ajaib, bisa jadi termasuk tentang dia yang mungkin bisa mengajar lagi di rumah belajar tempatnya mencari kebahagiaan bersama anak anak kecil itu.      

"Aah.. senangnya..". Aruna membuka jendela mobil dan merasakan udara menghempas rambutnya. Seraya sigap mencari-cari pita rambut. Sesaat kemudian rambut panjangnya berubah menjadi ikatan kuncir kuda.      

"Hendra.. apa mobil ini bisa berhenti sebentar". Izin Aruna.      

"Tidak! kau barusan sakit, tidak ada makanan sampah untuk hari ini dan beberapa hari ke depan". Seperti biasa CEO DM grup sedang sibuk mengamati handphone, menerima panggilan dan chatting dengan orang-orang dari entah berantah.      

"Hen... Jadwal mu hadir di stasiun TV hari ini pukul 8 malam, tapi kau sudah harus di sana untuk ikut briefing pukul jam 18.30". Surya mengingatkan kembali agenda atasannya.      

"oke baik, seperti biasa siapkan baju untuk istri ku termasuk make up nya". Pinta Hendra.      

"Tenang saja aku sudah menghubungi Leona, dia yang akan mengurus semuanya". Jelas Surya.      

"Aruna tolong tutup pintunya! udaranya kotor". Pria ini masih sempat melihat perilaku Aruna di sela-sela diskusi pekerjaan.      

"Di depan masih macet ya..?". Hendra sedikit gelisah, tidak ada satu jam lagi di harus menuju agenda berikutnya di kantor, sayangnya masih terjebak di jalanan untuk mengantarkan istrinya pulang terlebih dahulu.      

"Bagaimana kalau kita langsung ke kantor saja". Surya memberi solusi. Hendra sedang dibutuhkan orang-orang lantai D, mereka berhasil menggagalkan sabotase kedua. Tapi sayangnya para penyelidik yang menangani kasus sabotase pertama belum bisa di taklukan.      

Mereka sudah menghadirkan konsep sealami mungkin termasuk data analisis pendukung retorika yang disuguhkan CEO mereka. Seolah mengada-ngada penyidik mencari kelemahan tiap inchi tiada habisnya. Itu sebabnya pengalihan isu perlu digencarkan. Atau kondisi semakin parah, karena banyaknya spekulasi yang sengaja digulirkan oleh beberapa pihak.     

"Aruna bagaimana dengan..". Belum usai mata biru bertanya.      

"aku ikut ke kantor!".      

"benar tak masalah".      

"kalau aku lelah aku cukup tidur di kamar pribadi mu kan? Kalau lapar aku tinggal minta makan?. Apalagi yang perlu aku pusing kan?". Gadis ini masih bersemangat, pulang ke rumah induk lebih menyulitkan baginya. Terasa terkurung.      

"Tapi nanti aku akan menghilang cukup lama.. Aku coba menghubungi para ajudan mu, istirahat yang baik selama aku pergi. Pukul 17.30 kita ketemu lagi, Aku harap kau sudah cantik". Atur Mahendra.      

"Baik CEO!". Aruna berseru mengejutkan.     

"tapi ngomong-ngomong hari ini aku belum dapat sarapan dari mu". Hendra mengingat jatahnya.      

"Ya elah kalian akan begitu lagi, lakukan itu nanti saja. Sebaiknya kau simpati pada kami, jangan lupa aku dan Hery jomblo". Surya keberatan.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.