Ciuman Pertama Aruna

Graffiti Hendra



Graffiti Hendra

0"Hendra pelankan montornya kita berhenti di jembatan itu". Pinta Aruna.     
0

"sepertinya ini melanggar aturan lalu lintas".      

"Hais'". Aruna memukul helmnya.      

"Tidak akan ada polisi patroli selarut ini". Aruna jengkel sendiri pada orang yang terlalu disiplin.      

"ngapain kita di sini?".      

"Aku ingin memintamu melompat ke dalam air sungai itu".      

"apa? kau menyuruh ku bunuh diri?".      

"Tentu saja tidak, barusan itu gurauan! Dasar!".      

"Lalu apa yang akan kita lakukan sekarang".      

"nggak ngapa-ngapain cuma berdiri di sini sambil lihat pemandangan malam".      

"begitu saja!".      

"Jangan tanya terus!. Menggangu tahu..".     

Hendra menggaruk sudut lehernya dia tidak pernah menyia-nyiakan waktu atau melakukan hal yang disebut nggak ngapa-ngapain. Alias tanpa alasan.      

"Aku ingin tanya satu lagi, apa alasannya kita di sini".      

"Anggap saja sedang menyenangkan hati perempuan yang sudah kau kurung beberapa minggu".      

"Oh oke.. aku hanya butuh jawaban itu". Pria otak kiri ini memang cenderung aneh. Selalu bertanya untuk hal-hal baru yang ditunjukkan Aruna.      

"Sebenarnya kau lelaki yang manis, tapi mengapa aku belum bisa menerima cinta mu. Malam ini aku kontrak kau jadi driver ku. Jangan banyak bertanya ikuti saja cara ku menikmati hidup. Dan jangan banyak aturan. Mengerti pak ojek!". Celetuk perusak logika.     

"Nanti aku dibayar apa?".      

"pasti kau ingin bibir ku kan? Aku membayarnya dengan itu".      

"aku nggak mau itu".      

"lalu kamu ingin apa?".      

"Beri aku harapan palsu, jangan bilang kau belum menerima cinta ku. Cukup katakan : tunggu saja aku, mungkin suatu saat.. bisa jadi aku menerima cinta mu".      

"Yang kedua ntar kalau pulang, kita tidur satu kamar ya". Tambah Hendra.      

Aruna berjalan mendekati jembatan, jalanan sedang sepi. Tinggal jembatan tinggi nan kokoh melukis air tenang membentang di bawahnya.      

"TUHAAAAN... LENYAPKAN SEMUA PRIA EGOIS YANG MEMBELENGGU KU". Teriak gadis membawa pisau bermata dua tepat di tepian jembatan.      

"TUHAAAAN JANGAN LAKUKAN ITU, PASTI AKU SALAH SATUNYA". Hendra ikut berteriak membela dirinya. Mencontoh cara Aruna yang ajaib versinya.      

Hahaha.. mereka saling memandang dan tertawa.      

"TUHAAAAN BUAT LAKI LAKI BERMATA BIRU DI SAMPING KU SADAR DIA SUDAH MENYANDRA KU..". Mohon sang perempuan.     

"TUHAAAAN BERI TAHU DIA ITU UNTUK KEBAIKANNYA". Permohonan tandingan versi Hendra.      

"TOLONG BUAT AKU SEGERA TERBEBAS DARI PERJANJIAN PERNIKAHAN INI..!!. Si mungil kembali membuat permohonan.      

"TOLONG BUAT DIA JADI ISTRIKU SELAMANYA". Balas Hendra.      

"Hendra!". Jengkel.      

Pria ini mengangkat bahunya. entah apa yang terjadi mereka bisa saling mencair satu sama lain dengan melakukan teriakan bodoh.      

"JANGAN BUAT DIA SELALU BODOH DAN MENGHARAPKAN KU".      

"BIARKAN AKU BODOH ASAL AKU... KU TETAP BISA MENGHARAPKANNYA".      

Perempuan ini berjalan mendekati pria yang berusaha mengganggu permohonannya.     

"kau ini benar-benar mengganggu ku". Protes aruna.      

"kau ini benar-benar membuat ku bahagia". Bahkan saat di protes dia pun membuat kalimat tandingan berkebalikan.     

.     

.     

"ayo cepat dimakan!". Aruna memaksa lelaki bermata biru berhenti di pinggir jalan membeli makanan sampah. Bakso di malam hari yang dingin sungguh nikmat. Tapi mata biru terlalu banyak berpikir. Membiarkan yang di hadapannya hampir mendingin. Bertanya terlalu banyak, apakah makanya tidak akan jadi penyakit.     

"kau tidak akan sakit.. percayalah padaku". Si perempuan menyajikan sendok untuk mulutnya, tapi dia enggan untuk membuka.     

"jangan! jangan! gunakan sambel itu! sepertinya sudah berhari-hari, saos juga jangan! Pasti berasal dari bahan yang tidak jelas, warnanya aja terlalu merah. Kau baru sakit". Dia gelisah dan begitu cerewet menyingkirkan hal-hal yang tak boleh Aruna makan.     

"Hiduup mu... Ribet amat..!".      

"Biar!".      

"tapi kau harus ikut makan!". Perintah Aruna memaksa Hendra membuka mulutnya, dia bahkan menekan rahang pria itu agar mulutnya berkenan membuka.      

"lumayan ". Ungkapnya setelah satu suap lolos ke dalam mulut.      

"Tuh kan aku bilang juga apa!". Aruna mengajarinya menikmati jajanan sampah.      

Ketika bakso itu tinggal beberapa sendok : "kadang-kadang ada campuran daging tikus di dalamnya makanya harganya cuma Rp. 15.000". Aruna bicara santai mengganggu.     

"Huk!.. Hoek Hoek...". Hendra benar-benar memerah memuntahkan makanannya.     

"Hahaha". Aruna tertawa terpingkal-pingkal bukan main. Sampai ada air mata di sela kelopak matanya. Melihat tuan muda kacau balau gara-gara kebohongan kecil yang dia lakukan.      

"Ha ha.. kau bodoh percaya pada ku. Ha ha". Perempuan ini masih tertawa tiada henti.     

"sialan! Kau membuat ku tersedak". Hendra merasa dijahili. Dia meraih tubuh gadis itu dan mendekapnya di ketiak. Tak diizinkan bergerak.     

"ampun.. lepaskan aku tuan muda.. ampuni cewek lemah ini..". saling menggangu satu sama lain.      

"Panggil sayang!".      

"Sayang ku yang tampan!".      

"hehe.. sebutkan lagi!".      

.     

.     

"Aruna tempat apa ini". Tanya tuan muda yang tidak tahu cara menikmati hidup.      

"Sudah ikut saja.. jangan banyak tanya!". Ucap gadis itu. Bangunan tua tidak berpenghuni, mereka naik ke lantai paling tinggi. Wajah si laki-laki tertangkap ngeri. Terdapat banyak tulisan tidak penting di dinding. Dia sama sekali asing dengan hal semacam ini.     

Perempuan ini mengeluarkan peralatan yang tadi dia inginkan, berburu pilox keliling kota. Meminta laki-laki bermata biru duduk diam dan tidak boleh banyak bertanya.      

Sang gadis mahasiswa desain, memainkan pilok di tangannya. Hendra tahu dia sedang membuat graffiti, tapi belum jelas kata apa yang akan dia tuliskan di tembok usang itu.      

Bahkan si mungil menyeret meja kotor tak jauh dari dirinya. Naik ke atas meja itu. Dan perlahan-lahan tulisan abstrak mulai dapat terlihat. Semakin mendekati finishing pria yang awalnya duduk diam saja, secara perlahan berdiri mendekat.      

H E N D R A     

Aruna membuat graffiti namanya. Dia tertegun bukan main, sebuah kado indah bersama fajar yang perlahan menyapa.      

"bagaimana kau suka?". Tanya perempuan yang menghabiskan waktu hampir dua jam.      

Dia memeluk istrinya dari belakang, mengabaikan tangan dan baju kotor terkena percikkan pilox.     

_kau yang mengajari ku banyak hal, perlahan menyembuhkan penyakit ku, menunjukkan ku cara menikmati hidup dan aku semakin takut kehilangan mu_     

"Sangat suka". Jawab Mahendra. Ini terlalu spesial untuknya.     

"ini kompensasi untuk suami ku yang akhir-akhir ini sangat baik merawat ku, walau kadang dia menyebalkan juga he he". Ucap Aruna.     

"kompensasi yang kedua, aku putuskan mau pergi honeymoon dengan mu".      

"di Lombok?".     

"nggak, sesuai permintaan ku semula di Bali saja. Kita ajak pak Surya dan beberapa pengawal yang harus menjaga kita. Rame-rame pasti seru".      

"Itu namanya bukan honeymoon, tapi liburan bersama".      

"Nggak apa-apa aku malah merasa aman jika seperti itu, dijaga banyak orang dan bisa berteriak kalau kau ngapa-ngapain aku".      

"hehe mereka nggak akan menolongmu juga kalau aku apa-apain, kau kan istri ku aku berhak dong!".      

"oh ya.. syaratnya masih sama jangan menyentuh ku sembarangan, Aku harap kau menepati perjanjian pernikahan kita".      

"pelit".      

"biarin".      

.     

"Hen pulang yuk! Aku ngantuk". Perempuan ini tertidur sepanjang perjalanan. Bukan lagi malam yang menyapa, melainkan fajar pagi telah memerah di ufuk timur.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.