Ciuman Pertama Aruna

Makin Handsome



Makin Handsome

Gadis ini keluar dengan layu, belum semua kakinya menuruni mobil mewah. Pengawal Juan menariknya : "Nona kalung mu".      

_Ah bagaimana ini?? Hendra sudah berdiri di depan ku_     

"Mundurlah.. mundur sebentar..". Gadis ini menyusup kembali, mundur ke dalam mobil sesaat sesuai arahan ajudannya dan secara tangkas Juan meraih kado ulang tahun nona nya, menarik secepat dia bisa.     

Merasa telah bebas dari jeratan kalung delima, terdengar hembusan nafas lega. Dia siap kembali pada dunia perjanjian pernikahan kontraknya.      

_Siapa analogi dari pewaris itu, semoga ini tidak benar atau dia hanya korban_ Ajudan memacu mobilnya perlahan.      

.     

"Senang jalan jalannya sayang?". Sapa Hendra merangkulkan tangannya pada bahu mungil milik perempuannya.     

"He he seneng..". Dia memaksa dirinya tersenyum, karena hati gadis itu masih melompat lompat tegang luar biasa.      

"Hari ini kita mulai peking ya..".      

"Peking?".      

"Iya.. lusa kita Honeymoon, jangan lupa itu..".      

"He he wajah mu terlihat bersemangat aku jadi ngeri". celetuk Aruna.      

"ha ha.. iya dong. Bagaimana kalau hari ini kita jalan jalan lagi..". Tawar Mahendra.      

"Benarkah? aku mau!". Seru gadis itu bersemangat.      

"Baik.. aku ingin kita belanja beberapa hal sebelum berangkat ke Bali".      

"Hendra apakah kita bisa berangkat berdua aja seperti semalam". Tanya Aruna.      

"Hampir mustahil Honey". Hendra tidak bisa mengabaikan keamanan.     

"Kita bisa gunakan style berbeda sampai tidak ada yang mengenali kita". Rayuan yang menyulitkan mulai di kumandangkan perusak logika.     

"Apa itu mungkin?". Dia mulai kesulitan mengabaikan permintaan gadisnya.     

"Kita coba aja dulu".      

"Sepertinya kalau kamu sudah begini.. hasilnya akan seru..".      

.     

.     

"Hendra.. kenapa baju mu setelan Jas dan hem doang sih". Keluh Aruna pada Hendra, pria formal sepanjang waktu.     

"Kita cari di lorong sebelah?".     

_Mungkin saja ada_     

"Disini.. maksud mu..??". Gadis itu membuka lemari kaca di kaki lorong ruang baju huruf 'm' kamar mereka. Semua  baju mata biru terlalu mencolok terutama karena brand-nya.      

"Kalau kayak gini nggak akan berhasil!". Gelisah Aruna.      

Mata biru mendekat memahami sesuatu yang diucapkan istrinya.      

"Karena baju ku brand langit ya..".      

"Haha iya.. kamu masih ingat".      

"Iyalah".      

_Hari dimana untuk pertama kalinya aku dibuat terkesan oleh perempuan dan itu gadis mungil menyusahkan_     

"Baiklah pakai yang ada dulu nanti kita beli aja". Aruna bicara sambil memandangi nya. Dia mengambil topi lalu berjinjit dan menaruhnya di kepala Hendra, untung pria itu merunduk membuatnya berhasil memberikan topi untuk mata biru : "Dengan pakai topi.. wajah mu akan sedikit tertutupi".     

"Tunggu!". Aruna mengamatinya lagi.     

"Bagaimana kalau mata kamu berwarna lain.. nanti kita coba kau mengenakan lensa. Aneh nggak ya.. aku jadi penasaran?? Ayo cepat berangkat!".      

"Mau pakai motor?..".      

"Mauu…".      

"Sayang dulu..". Dia mengetuk ngetukkan telunjuknya di pipi.     

Tiada yang tahu apa yang merasuki gadis ini. Dia mungkin sedang dibawa perasaan bahagia mengalungkan tangannya pada leher mata biru berjinjit sempurna, sedikit kesusahan karena perbedaan tinggi badan. Berharap dapat meraih pipi mata biru.      

"lagi boleh". Pinta Mahendra.      

"Muach.. Muach". Dengan senang hati Aruna memberikannya     

"Ada apa dengan istri ku hari ini?". Hendra tertegun dengan perilaku Aruna yang perlahan berubah. Gadisnya tersenyum dan berlalu begitu saja.     

.     

.     

"Aku hari ini pergi ke outlet Surat Ajaib..". Ragu Aruna bercerita.      

"Aku tahu..".      

"Kau tahu?". Aruna sangat terkejut pria ini tidak marah padanya.      

"Dari mana kamu tahu? Juan memberi tahu mu?". Gadis ini mengeratkan pelukannya. Mencoba mengintip wajah suaminya dari samping. Dia mencoba mengamati ekspresi pria yang emosinya sulit ditebak.      

Bersamaan terpaan angin mata biru menyuguhkan senyumannya : "Bahkan angin yang kau lalui memberikan kabar pada ku, jadi jangan main main dengan cucunya Wiryo".      

"Terimakasih.. nggak marah sama aku".      

"Lain kali sebaiknya izin dulu".      

"Kadang aku takut kamu marah duluan". Gadis ini menjelaskan kegundahannya.      

"Siapa yang bisa marah pada perempuan yang sudah menyembuhkan ku". Gelombang longitudinal yang dihasilkan oleh suara Hendra sangat rendah.      

"Ee.. apa?".      

"Siapa yang bisa marah pada istri cantik".       

"He he kata kata mu bisa membuat ku tak mau lagi naik motor ini".      

"Oh' kenapa?". Hendra bingung.      

"Karena aku bisa terbang he he". Canda perusak logika.      

"Ha ha ha..". Hendra tertawa lebih riang.      

"Jangan bilang pipi mu merona kemerahan". Duga Hendra.      

"hee.. kayaknya iya..". Gadis ini menyembunyikan wajahnya di punggung Mahendra.      

"Aku ingin melihatnya.. ayo perlihatkan". Pinta sang pria.     

"Nggak mau ah malu..".     

"Ayo sayang.. aku penasaran". Hendra menggerakan punggungnya, minta gadis ini muncul. Dia mengintip malu spion motor mata biru. Kemudian sembunyi lagi saking malunya.      

.     

.     

"Hendra coba.. coba ini juga.. dan ini". Aruna menyerahkan tumpukan baju pilihannya. Sempat kesulitan mencari ukuran celana. Untuk itu diurungkan cukup atasannya saja yang berganti style.      

.     

Sang pria keluar dari ruang ganti pakaian. Berdiri pasrah mengangkat salah satu tanganya dan sisi bahu yang lain bersandar. Dia pasrah di dandani oleh istrinya.      

"Ha ha gaya cupu sangat cute.. Tapi kau terlalu keren. GANTI!".     

Dia masuk ke dalam ruang ganti, sesaat kemudian keluar.      

"Em… paraaah… kau makin handsome. GAAAANTI!!".      

Hendra dipilihkan gaya vintage dengan retro yet sophisticated stylege kombinasi celana jeans, sepatu boots berbahan kulit, jaket jeans atau denim jacket, serta kemeja chambray button-down, Aruna memaksimalkan gaya ini dengan tujuan menghilangkan image Hendra yang cenderung senada dengan Barney Stinson di tv series "How I Met Your Mother" alias acuan pria dengan tampilan formal. Sayang yang dia dapati suaminya makin menarik perhatian.      

Ketiga kalinya keluar dari pintu ruang ganti. Wajahnya semakin pasrah.     

"Aaargh..". Aruna mendorongnya masuk ke dalam ruang ganti tanpa berkata kata.      

Gaya Sporty membuat jantung Aruna mau copot saja, bagaimana dengan cewek lain. Dia langsung menyembunyikan prianya baik baik. Dengan kaos polos ala-ala dry fit plus jaket windbreaker. Ditambah sepatu lari alias running shoes yang sempet nge-trend tahun kemaren plus sweatpants Hendra sudah layak jadi model majalah Sporty.      

"Ada apa kamu teriak". Pria ini bingung sendiri.      

"Noh liat!". Aruna memintanya menatap cermin.      

"Ada apa dengan ku??".      

"Kau terlalu sexy he he he". Sang gadis senyam senyum sendiri.      

"Kalau nanti malam aku pakai kaos tipis ini gimana?".     

"ini buat lari pagi! olah raga! bukan buat tidur". Aruna sok tahu.      

"Kegiatan malam hari ada juga yang bisa disebut sebagai olah raga. kalau di izinkan sih". Sentil laki laki dengan naluri yang dapat tumbuh kapan saja.      

"Oh kamu mau lari malam hari, emang lagi tren sih.. nggak apa apa, nanti aku temenin". Aruna keluar dan memintanya ganti baju berikutnya. Dia tidak melihat si pria yang sedang menepuk jidatnya sendiri karena sarkas yang dibuat tidak tertangkap sama sekali oleh istrinya.       

"Style sporty nya kita beli ya.. em.. kenapa wajah mu melas gitu". Gadis naif mulai kambuh.      

"L A P A A R". Jawab Hendra malas.      

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.