Ciuman Pertama Aruna

Tagihan Renternir



Tagihan Renternir

0"Aaaaa...". Ada keributan di ujung sana.      
0

"Ada apa dengan gadis itu?". Kumpulan orang melempar pertanyaan.      

"itu bahaya banget tahu..". Yang lain berceletuk.     

"Kita pulang saja, anak anak enggak boleh lihat orang bunuh diri". Sekelompok ibu ibu turut melindungi mata anak-anaknya.      

Hendra dan Aruna ikut penasaran melihat apa yang sedang terjadi. Tangan seorang gadis di genggam erat oleh laki-laki. Bergelantungan di lantai ke 7 pusat perbelanjaan. Dari lantai 6 bisa tertangkap secara nyata. Parahnya Gadis itu berharap terlepas sedangkan laki-laki menggenggam sekuat dia bisa. Kumpulan orang berseragam berlarian mencari cara agar gadis itu terselamatkan.      

"Kita naik ke lantai 7 Aruna, tangan pria itu sudah tidak mungkin menahannya, Gadis itu ingin jatuh". Mahendra berlari menaiki lift di ikuti  lari tangkas Perempuan mungil mengikuti suaminya.     

"Hendra kau yakin ingin menolongnya?". Teriakan Aruna di abaikan.     

_Bukankah kamu tidak bisa melihat seorang perempuan bunuh diri. Tidur saja kamu tak mampu melihatnya_     

Ternyata Hendra tidak berhenti di lantai 7 melainkan dia naik ke lantai 8 Aruna yang kelelahan mengikutinya dengan kecepatan yang kian pelan.      

Tepat ketika orang-orang di bawah sana berteriak bukan main kerasnya. Hendra sudah melompat menangkap spanduk Imlek warna merah berhiaskan tulisan emas, kain itu menjulur panjang dari lantai 12 menuju dasar pusat perbelanjaan.      

Seiring perempuan itu terjatuh, Hendra pun membiarkan dirinya merosot sambil memeluk kain menjulur lambang tahun baru Cina.      

Suara teriakan seseorang semakin keras, mereka berlari karena tak sanggup melihatnya lagi.      

Aruna tak bisa berkata-kata selain merasakan detak jantung yang melompat-lompat, dia berdoa kepada Tuhan supaya Hendra bisa selamat.     

Dalam sekian detik secara mengejutkan Hendra berhasil meraih tubuh wanita dan keduanya bergelantungan di spanduk warna merah pekat.      

Aruna tidak mengalami kejadian tersebut tapi perempuan ini ngos-ngosan saking khawatirnya melihat suaminya melakukan hal segila itu untuk menolong perempuan yang tidak dia kenal.      

Perlahan tubuh Gadis yang telah pingsan itu diturunkan menyusuri spanduk tertuliskan tinta warna emas. Hendra membuat tubuh sang perempuan ditangkap oleh laki-laki berseragam.     

 Aruna pun berlari seperti orang kesetanan dari lantai 8 menuju lantai dasar, matanya sudah tidak lagi awas menabrak beberapa orang dihadapannya dengan tujuan segera sampai lantai dasar menemui suaminya.     

.     

"Terima kasih sudah menolong tunangan ku". Seorang pria menjabat tangan Hendra.      

Ternyata pria itu adalah tuan dari orang-orang yang berseragam. Sepertinya bukan orang biasa.      

"siapa nama anda?". Tanya laki-laki yang barusan menjabat tangan Hendra.      

"Hadyan". Jawab Hendra tidak ingin identitasnya diketahui.     

"Gibran, saya bisa mengirimkan hadiah untuk anda, karena anda sudah menolong calon istri saya". Wajah pria itu seolah tidak asing.      

"tidak perlu, Aku tidak membutuhkan hal semacam itu, Aku cuman berharap semoga calon istri mu tidak melakukan hal mengerikan lagi". Hendra turut khawatir.     

"kalau dia tertekan, semoga siapa pun yang ada di sekitarnya mungkin juga anda, bisa memberinya harapan, atau akan ada banyak orang yang menyesal". Tambah laki-laki yang menyamarkan diri dengan nama tengahnya, Hadyan.     

Bersama dengan tubuh perempuan yang dibawa pergi oleh para ajudan. Pria bernama Gibran turut menghilang.      

Sekejap kemudian gadis ngos-ngosan menjatuhkan lutut sangking lelahnya.      

"Hendra kau tak apa apa? huh.. huh.. Apa kau bisa melihat orang pingsan seperti itu?? bukankah itu sangat berbahaya untuk mu??". Aruna Bicara terbata-bata tenggelam dengan nafasnya.      

"yang aku lihat kau yang sekarang malah lebih kacau". Hendra memegangi tubuh gadisnya agar kuat berdiri.      

"Aku berlari dari lantai 8 seperti orang kesetanan rasanya gemetar semua". Keluh Aruna.      

"sebentar sebentar.. kau yang harus aku khawatir sekarang. Bagaimana kondisi mu? Apa ada yang terluka?. Aruna memeriksa seluruh bagian tubuh sang suami.     

"Aku baik baik saja Aruna..". Jawab mata biru.     

"Bisa melihat gadis itu pingsan.. Apa kau sudah sembuh?". Pertanyaan bertubi-tubi menyerang Hendra. Padahal Aruna sendiri belum bisa berdiri dengan benar saking lelahnya.      

Hendra menawarkan punggung dan memaksa gadis itu untuk naik ke atas punggungnya.      

"Lihatlah aku tidak apa-apa malah aku yang menggendong mu". Hendra menenangkan gadis yang masih saja melempar pertanyaan.     

"duh aku capek sekali..". Aruna kelelahan dan menenggelamkan dirinya di punggung pria yang sedang menggendongnya.      

"Ingat jangan sampai kau tidur, kita belum mandi bareng". Hendra menggerak-gerakan punggungnya supaya perempuan itu terjaga.     

"yang kau ingat mandi terus.. Aku capek tahu".      

"Please jangan tidur..".      

.     

.     

Entah gimana caranya Aruna sudah sampai di kamar rumah induk. Dan kini dia terbangun. Ada muka dihiasi mulut monyong rasanya bisa di ikat. Duduk disampingnya memandanginya tanpa henti.      

"akhirnya kau bangun.. kau sudah memanfaatkan platinum card aku. Tapi kamu belum membayar tagihan nya. Sekarang renternir sedang menagih hutang". Hendra membuat ancaman bersemangat. Analogi tagihan sungguh membuat Aruna geli sendiri.      

"Hahaha". Aruna tertawa, masih saja dia menagih. Dan bersihkeras mendapatkan apa yang menjadi haknya.      

"Kenapa kau tidak membangunkan ku? ini sudah jam berapa?". Aruna mencari kesadarannya.      

"yang pasti kau tidur 2 jam, aku tidak bisa membangunkan mu karena kamu tampaknya kelelahan". Jelas Hendra menyambut Aruna yang bangkit dari tidurnya. Pria itu tangkas meraih tubuh istrinya dan membawanya dalam gendongan.      

"Tunggu kau mau membawa ku kemana?".      

"Kamar mandi apa lagi? Aku kan renternir yang sedang menagih hutang". Pria itu tidak tahan.      

"Sebentar aku mau ganti baju dulu". Keluh Aruna dia butuh sesuatu untuk mengamankan dirinya.     

"Jangan lama lama ya.. ku tunggu di mangkok kuah kita".      

"pastikan airnya hangat. ya... Hendra..". dia berlari menyusup ke dalam ruang display baju.     

"Ya.. nyonya..". Balas CEO DM Grup.     

"Sudah aku siapkan dari tadi sejak kita baru pulang, yang penting jangan lama-lama". Mahendra berjalan sambil menyiulkan lagu, namun nadanya berantakan dan PD aja.      

Beberapa kali pria itu menutup wajahnya sendiri karena terlalu bersemangat, senyam senyum tiada henti.     

Sedangkan di sisi lain perempuan mungil mencari baju paling tebal. Bahkan bawahannya adalah celana panjang, training olahraga.     

.     

.     

"Apa apaan kau?! Kenapa mandi dengan baju semacam itu. Hais'.. Sial..". Hendra protes dengan pakaian yang dikenakan istrinya, training olahraga panjang dan atasan tebal lengan panjang.      

"hahaha tidak ada ketentuan aku harus pakai baju apa". Aruna begitu bahagia.      

"Tapi Hendra kenapa kau enggak pakai atasan jangan-jangan kau juga tidak pakai boxer". Aruna ngeri melihat dada telanjang.      

"Hahaha tidak ada aturan aku harus pakai baju". Hendra membalas ejekan yang dilempar Aruna sebelumnya.      

"Hais'... Sial..". mengumpat menirukan gaya Mahendra.     

"Bwahaha...". Pria tertawa lantang memahami dirinya sedang ditiru.      

"Hendra kalau kau tidak pakai boxer, Aku tidak mau masuk ke dalam kuah". Aruna mengomel dan membuat ancaman.     

"Pakai gak ya...". si jahil mulai berulah.      

"Aku pergi saja".      

"hai kau punya hutang.. ingat kamu sudah mendapatkan platinum card".      

"terserah!".      

"sini sini lihat dulu..". pria itu berdiri dari mangkok kuah memperlihatkan dirinya yang menggunakan boxer banana.      

_haduh badannya, bisa bisa aku nggak tahan..??_. Dengan ke khawatiran luar biasa. Aruna mendekatkan diri pada mangkok kuah. Menyusupkan kakinya perlahan ke dalam air hangat yang disiapkan Mahendra. Ternyata air ini sudah diberi wewangian.      

Semakin bergetar saja dadanya ketika mata biru menatapnya dengan tajam.      

"Ee.. kita ngapain?". Aruna bingung sendiri masih berdiri tegak di mangkuk kuah, belum mau menyusup.      

"sini mendekatlah pada ku". Mahendra memintanya duduk dihadapannya.      

Dengan jantung melompat-lompat gadis itu menyusup ke dalam air, kikuk kaku seperti robot. Perlahan seperti biasa ada tangan yang memeluknya dari belakang.      

"andaikan orang lain melihat adegan ini, mereka pasti menertawakan ku habis-habisan. Bagaimana bisa pasangan suami istri mandi dengan baju lengkap". Mahendra mengeluh sembari mendekatkan wajahnya di pundak Aruna.      

Dan tangan itu menariknya semakin mundur, meminta istrinya merebahkan diri di dada dan mereka seolah mencari tempat nyaman masing-masing. Hendra menyandarkan tubuhnya di salah satu tepian ujung bathtub.     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.