Ciuman Pertama Aruna

Epidermis Pina (Menikah+)



Epidermis Pina (Menikah+)

0Author : Adillah pada diri mu sendiri, memilih tetap menjadi anak baik merupakan hak mu.     
0

__________________________     

.     

Dua Pemuja     

Siapa dia, berani menyusupkan benih di hati dua orang pemuja sekaligus.     

Lalu tanpa ampun dia diamkan keduanya.      

Tidak memilih dan tidak menunjukkan tanda-tanda siapa yang akan di pilih.     

Aku di sini yang selalu berharap hanya bisa meratap.     

Mengharap bahwa dia akan melepas bentengnya untuk aku rengkuh dan aku miliki.      

Padahal statusnya sudah jadi hak milik ku hakiki.     

Sayang kenyataannya itu sekedar simbol yang memabukkan dan menuntut untuk berbalas tanpa ampun.     

Ketika mata itu menatap kosong ke luar sana aku pikir aku punya hak untuk memilikinya.     

Sayang bukan kidung cinta yang bersuara melainkan tanda tanya besar dari mulut terkunci dan mata menerawang kosong.     

Disini aku memelukmu bahkan mencuri curi menggigit mu.      

Berharap kau bisa merasakan betapa besarnya keinginan ku.     

Sayangnya kau tetap sama, bungkam seribu bahasa dan aku akhirnya turut tumbang bersama dia yang mencari penyembuhan.     

***     

Seiring langkah berani Hendra membuka resleting gaun yang menjuntai indah membungkus Aruna. Dia tatap punggung itu dan mulai membuat gigitan pertama. Aruna terdiam tanpa balas, mungkin itu artinya dia mendapatkan izin.     

Dan Hendra kembali menyusuri punggung, membuka lebih luas hamparan epidermis selebar 4 telapak tangan. Menyentuh dua garis sejajar, suatu benda yang berasal dari perjalanan panjang kapas ringan yang dipintal menjadi benang kemudian ditenun menjadi kain dan kain itu termodifikasi sempurna menyangga barang berharga di depan sana.     

Hendra melepas pengaitnya, dan mengecup sekali lagi punggung perempuan kecil menggoda. menyikap rambutnya saja sudah bikin merinding jari-jari yang dimiliki pria berpostur sempurna.     

Punggung itu lapang, walau nyatanya tidak lebih dari satu setengah kilan. Dia yang terdiam seolah memberi harapan.      

Hendra mengambil sabun mandi harum yang diletakkan tak jauh dari bathtub. Perlahan dia belajar memuja dengan cara membilas dan memijatnya.      

"gimana enak nggak? Terlalu kasar nggak?". Sang pria berusaha membuat perempuannya bicara. Mungkin sekedar komentar kecil tentang tidak berkenan dengan gangguan atau ungkapan bimbingan bagaimana cara memberikan pijatan yang diinginkan, itu saja cukup, tak masalah.      

Tapi Aruna benar-benar terdiam. Tidak ada yang lebih membuat sesak selain caranya mendiamkan.      

Padahal beberapa menit telah berlalu. Akhirnya mata biru putuskan berani menatap mata perempuan itu.     

"Apa yang kau lihat? Sepertinya membuatmu terlalu fokus?". Tanya Hendra kembali merebahkan punggung itu di dadanya.      

Bukannya menjawab dia membuat pernyataan lain.      

"Hen.. kalau besok aku dan kamu masih sempat melihat senja itu bersama. Aku ingin di temani jalan-jalan di tepian pantai itu". Jendela membentang menyajikan hamparan pantai dari ngarai kecil di sudut belakang kamar hotel spesial. Seolah pantai itu hanya milik kamar yang mereka tempati. Sedikit berpencar dan menjauh dari hotel yang berdiri megah. Hendra menyiapkan tempat spesialnya khusus untuk si mungil yang sulit didekati.      

"tentu saja! Kau mau apa lagi?". Tanya nya supaya perempuan ini membuat permintaan. Dia memang jarang meminta, mata biru baru menyadari itu setelah tadi bertemu dengan teman perempuan lamanya. Perempuan yang suka benda-benda pelengkap penampilan, dan itu sangat wajar. Mayoritas mereka memang demikian.      

Dan Hendra baru saja tersadar bahkan dia belum pernah membelikan make up untuk istri kecilnya sendiri.      

Sambil bersantai menatap langit merah, sang pria kembali berjelajah menyusuri epidermis Pina, bagian dari organ pendengaran yang fungsinya mengamplifikasi suara untuk mengarahkannya ke saluran telinga.      

Hendra membuat tembusan hangat. Supaya amplifikasi hembusannya mampu menggetarkan jiwa terdiam. Pertama, kedua tidak mempan juga. Dan yang ketiga dicoba mengulum Lobule-nya, ujung daun tempat diletakkannya anting kecil pemanis perempuan. Masih tidak mempan, si pria makin tertantang berani menyesap Helix, bagian terluar dari daun yang konon katanya mampu menggugah desahan.      

Akhirnya dia berhasil, alis mengerut menoleh kepadanya. Dibalas dengan senyuman nakal tanda kemenangan. Berhamburlah sang pria memeluknya dalam dekapan, menunjukkan kesungguhan dan wujud besar rasa cintanya.      

"Aruna, apa aku masih belum boleh memiliki mu? Kau tahu aku menginginkan mu lebih dari segalanya?". Sang pria bukan sekedar memohon, Dia sedang merintih menyembunyikan wajahnya dibalik perempuan yang dia dekap.      

"Lakukan yang kau inginkan, sampai sebatas pencurian mu. Percuma juga aku melindunginya kau sudah mengoyaknya". Ungkapan berawal dari kata lakukan Sudah menyulut api semangat membara di hati Sang pria. Dia lupa mencerna makna dibalik ungkapan perempuannya.      

Segera meraih bibir merah tempatnya mendapatkan kokain tiap pagi. Dada pria itu berguncang luar biasa ketika tiada perlawanan saat kain yang di depan ia turunkan.      

Gadis mungil itu menyajikan Apa yang disebut candu dunia. Tempat banyak pria tumbang karenanya. Sembari menjaga ritme ciuman yang ternyata tak dapat balasan. Sengaja direkatkan tubuh mungil pada dadanya. Supaya dia dan makhluk kecil yang sulit dipahami mendapatkan sensasi dari gesekan epidermis mamma betina dan dada miliknya.     

Pada gerakan yang tampaknya datar dan biasa saja, Hendra menangkap Aruna mulai mencari tempat berpijak. Gadis itu memegang kuat kuat tepian bathtub. Nafasnya mulai berburu padahal dia tak mau membalas apa pun yang diterima.      

"Kau menyiksa diri mu atau menyiksa ku? Cobalah beri kita berdua ruang. Sedikit saja tak masalah, kali ini ku mohon runtuhkan ego mu itu?". Bisiknya sambil menatap lekat perempuan yang mulai kesulitan mencari nafas.      

"Batasan ku hanya sampai di sini. Tidak diizinkan lebih atau aku sendiri yang akan menyesal". Mungkin Aruna sedang mengigau entahlah Hendra tak peduli.      

Pria ini lebih berani berharap dia akan tergugah dan merelakan sesuatu yang terlindungi. Dari pada mencari tahu apa yang tersembunyi dalam ruang spasial tempat perempuannya menaruh teka-teki, wujud dari sikapnya yang sulit ditebak. Hendra sudah menyerah dengan hal yang bertemakan memahami Aruna.     

Mata biru mengecup dahinya kedua matanya turun ke pipinya ujung hidungnya dan berakhir kembali ke mulut gadis itu. Berusaha membuat ritme lambat sesuai kesukaan Aruna.      

Seperti gerakannya tiada guna. Hendra mencoba sesuatu yang dia pelajari sehari sebelumnya. Denyutan somatosensori disuguhkan oleh jemarinya pada seputar mamma betina milik mamalia kecil bernama Aruna.      

Satu saja nyatanya tak cukup membuat gadis itu tergertak. Sang pria tersenyum menyeringai. Dia gunakan kedua tangannya. Sembari masih berupaya melumat menyatukan Saliva di dalam mulut pasangan suami istri perjanjian pernikahan.      

Bisa jadi cara mata biru yang begitu intens memungkinkan kumpulan enzim Amilase dan lipase dibuat bingung. Harusnya enzim-enzim itu memulai pencernaan pati karbohidrat dan lemak, namun yang mereka jumpai ialah sesamanya. Seandainya mereka diizinkan bersuara pasti mereka saling menyapa lalu larut bercinta. Segitu besarnya dan dalamnya cara Hendra mengharap gadis itu bergejolak.     

"Ouuch... Haaash.. eeemmh..". suara itu berderu menyapa gendang telinga milik laki-laki yang dari tadi berusaha sendiri. Dia biarkan saja seruan itu mendendangkan wujud aslinya. Hendra menuruni membuat gigitan di sela-sela leher perempuan. Kiss mark mulai ditanam dan merekah. Sembari meneruskan apa yang dia usung sendirian.      

Pria itu mencoba melirik gadis nya. Perempuan bernama Aruna nampak jelas tersiksa. Hampir-hampir tak tega tapi demikian yang dia tawarkan.     

Hendra tahu perempuan itu berpegangan kuat. Kedua jemarinya bukan lagi melayang bebas. Dia menjerat tepian bathtub sampai otot tangan mungilnya terlihat menyapa. Seolah sedang disiksa bukan menerima cinta. Padahal nafas itu naik turun menderu deru lebih bising dari pada denyut kehidupan metropolitan. Matanya pun berusaha dibuat awas. Si coklat beberapa kali tenggelam tapi pemiliknya membuka kembali lebar-lebar sekuat dia bisa.     

_bercinta macam apa ini??_     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, kalau bisa berupa kalimat ya kak ^^     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi Ciuman Pertama Aruna     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.