Ciuman Pertama Aruna

Photoreceptors Panorama



Photoreceptors Panorama

0[FLASHBACK, Bait Pertama. Chapter 118]      
0

"Hehe iya.. saya orang baru.. baru lolos recruitment".  Balasnya, dia juga punya lesung pipi.      

"Apa anda yang bernama nona Aruna?".      

~      

[Sebelum Kejadian ini]      

Seorang anak muda dari keluarga terpandang secara berani mendatangi Wiryo, kata pertama yang dia ungkapan begitu berbeda dari kebanyakan orang yang bertatap muka langsung dengan tetua Djayadiningrat. Lelaki tua yang membuat banyak orang tertunduk di hadapannya walaupun itu sekedar menatap secara langsung sebagian besar lebih memilih menundukkan pandangan.       

"Secara tidak langsung kau adalah kakekku benar kan?". Ungkapan tersebut sangat mengejutkan, pemuda yang menghadang jalan Wiryo berani bicara sembarangan. Spontan para bodyguard setia Wiryo langsung menangkapnya.      

"Aku sudah muak dengan keluargaku, Aku ingin ikut denganmu. Walaupun aku nantinya hanya kau jadikan pengawal seperti orang-orang yang sekarang memegangi ku tidak masalah".       

"Hee..." Wiryo hanya tersenyum sambil mengamati gerak-gerik pemuda itu.       

"Kau berani berlari kepada ku berarti sudah siap menjadi penghianat keluarga" Suara lelaki tua itu dingin terdengar menyergap hati setiap orang yang mendengar apalagi pemuda yang sedang ditundukkan. Dia mengamati identitas yang terlihat dipegang oleh anak muda itu sejak awal melakukan penghadangan.       

Gesang Juang Diningrat.       

Sebuah nama yang tidak asing, nama keluarga ayah yang meninggalkan Wiryo dan dihapus dari silsilah keluarga. Nama sebelum Wijoyo dan diningrat melebur jadi satu.       

"Baiklah. Bawa dia ke rumah induk". Ungkap Wiryo berikutnya dan anak itu diseret masuk ke mobil para bodyguard.      

.       

Anak muda tersebut dibiarkan begitu saja berhari-hari hidup di rumah induk, dia sempat protes kepada Wiryo.       

"kenapa kau tidak bertanya apa alasan ku menghianati keluargaku?!". Gesang sesekali mendatangi tempat Wiryo menghabiskan waktunya untuk bekerja.      

"Seorang kakek yang baik tidak akan menanyakan masalah cucunya ketika dia butuh tempat untuk berlari, tinggallah yang nyaman di sini. Sampai kau menemukan dirimu dan punya keinginan untuk pulang". Wiryo selalu mengatakan hal yang sama, ketika pemuda itu meringsek ke dalam ruang kerjanya.      

"oh ya, satu permintaan ku jangan gunakan nama Gesang di rumah ini, sepertinya nama juang juga tidak begitu baik. Carilah nama yang cocok untuk dirimu sendiri. Tunggu! Juang? Juan?! Juan bisa kamu pakai". Wiryo meliriknya lalu tersenyum ternyata anak itu sedikit mirip dengan Hendra. Memiliki kemauan kuat dan keras kepala. Jika Hendra tidak tercampur dengan gen England mungkin wajahnya akan lebih mirip lagi selain sikapnya.       

"Kau tidak ingin memperkerjakan ku. Aku tidak mau ditampung seperti gelandangan"       

Wiryo mengamatinya sekilas kemudian mengabaikannya.      

"Atau minimal kau tak ingin mencurigaiku? Bisa jadi aku adalah mata-mata dari keluargaku"      

"Tidak ada apa-apa di tempat ini yang bisa kau selidiki, kecuali perempuan-perempuan yang terkurung" Wiryo tersenyum lebih mengerikan.       

"Apa kau tak takut aku bisa membunuhmu kapan saja"      

"Clara tidak mengajarkan putra dan cucunya untuk membunuh, dia hobi membayar orang lain untuk melakukan kejahatan tapi tidak untuk keturunannya. Aku yakin kau bisa menggunakan senjata tapi kau tak bisa mengakhiri nyawa seseorang. Itu tidak diajarkan pada dirimu"      

Deg'      

Pemuda bernama Gesang yang menjelma menjadi Juan menemukan titik ngerinya terhadap Wiryo. Lelaki tua itu tahu segalanya dibanding yang dia perkirakan. Tarantula selalu menganggap Wiryo tidak tahu apa apa nyatanya dia mengeriti sangat jelas lalu mengapa Djoyodiningrat hanya bertahan. Perlahan Gesang menyadari ungkapan-ungkapan yang didengar dari teman teman ayahnya.      

Akhirnya pria ini ikut terkurung di dalam rumah induk sampai suatu hari dia dipanggil untuk memperhatikan gerak-gerik salah satu perempuan terkurung.       

Istri dari tuan muda Djayadiningrat, yang akhir-akhir ini suka sekali mengamati Danau indah sisi rumah induk.      

Hingga suatu ketika dia berlari menemui Wiryo, memanggilnya dengan wajah serius. Perempuan muda terkurung itu mendekati sisi danau dengan cara berbeda lebih dekat daripada hari-hari sebelumnya.       

"Kau ingin mendapatkan kepercayaanku! Jadilah ajudannya" Ungkap Wiryo sambil berjalan cepat menangkap hal ngeri mungkin saja terjadi.       

Putri Lesmana sudah membasahi mata kakinya, kosong dan berjalan semakin dalam menuju genang air.      

"Larilah! dan beri anak itu harapan!". Teriak Wiryo mengamati dari kejauhan.       

Juang membuat suara suara dari langkah kakinya. Gadis yang tersadar ada orang yang sedang mendekati dirinya. Berusaha mundur perlahan, kembali mengenakan alas kaki nya. Dan seolah-oleh tidak terjadi apa-apa, menyapa dan tersenyum.      

"Nona apa yang anda lakukan sendiri di sini?". Laki-laki dengan kaos hitam dan celana jeans mendekati Aruna.      

Ajudan bernama Juan mulai ngobrol dengan Aruna menawarkan banyak hal yang bisa dia harapkan, asal berkenan memilihnya menjadi Ajudan.      

~     

[SEKARANG]     

"kenapa enggak kau tunjukkan saja bapermu padaku"     

"Hal itu tak boleh aku lakukan"     

"Siapa yang melarangnya?! Kau istri ku"     

Aruna tidak berkenan menjawab dia hanya tersenyum. Mungki sedang beruntung hujan datang disaat yang tepat, rintik itu mampu mengalihkan  perhatian Hendra yang sedang fokus mencari jawaban.      

Segera mengeluarkan jaket dari dalam selempang bag lalu menjadikannya layaknya payung untuk menghalau air dari langit.      

"Ah' kemana kita akan berteduh" gelisah Aruna.      

"Tenang saja sayang ada gua di dekat sini"      

"Benarkah?"     

"Ya. Dan tempatnya tak kalah indah, ikuti aku!" Seru Hendra di iringi lari keci keduanya.      

.     

"Kenapa tadi hanya fokus memayungiku saja? Lihat! kau basah semua!" Aruna merasa khawatir melihat mata biru basah kuyub bahkan jaketnya masih saja terungkupkan untuk menghangatkan tubuh Aruna. Mereka sudah berdebat tentang letak jaket, benda tebal itu lebih layak berada di punggung siapa dan Hendra bersih kukuh dia dalam kondisi baik.     

"Sudahlah jangan di bahas lagi, sakit mu lebih berbahaya untuk ku". Hendra bersih kukuh.     

"Bagaimana kalau kita berbagi?" Aruna mendekati tubuh basah. Mencoba mencari cara agar si dia juga merasakan hangat, akhirnya gagal juga. Tidak mungkin berbagi dengan Hendra yang memiliki postur perpaduan Jawa England.     

"Huuh.. gimana ini?!" Kamu pakai saja aku nggak apa apa Hen..!". Keluh Aruna khawatir.     

"Kemarilah duduklah di depanku" Pria itu mendekap gadis penurut dan dia pun bisa menikmati hangatnya jaket, membungkus tubuh menggigil.     

"Ternyata ide mu tidak buruk.." Senyum Aruna mengembang bersama pelukan mata biru, Kaki dan tangan besarnya mampu menyembunyikan hampir seluruh tubuh mungil putri Lesmana dan dia begitu menikmatinya. Bersama panorama Air laut yang makin pasang menuju sore, laut pantai Gunung Payung menyihir mereka.     

Pantulan cahaya panorama pantai berupa garis lurus menuju mata. Panorama itu mengembara melalui kornea, menyusuri pupil dan diteruskan ke lensa mata. Kerja sama yang kompak antara Kornea dan lensa membelokkan (membiaskan) panorama sehingga terfokuskan ke retina.     

Photoreceptors panorama pantai kini mengkonversi cahaya menjadi gelombang elektrik. Dan Gelombang elektrik melalui saraf optik menuju otak. Otak memproses sinyal-sinyal panorama menjadi sebuah bayangan (image). Bayangan Sempurnya dari pantai biru tertangkap kornea mata berwarna biru.     

Dan keduanya tertegun, namun ada yang lebih tertegun dengan cara berbeda yakni cara Aruna. Pria yang menopang tubuhnya temasuk meminjamkan sudut bahu dan leher untuk menyandarkan kepalanya. Membuat retina gadis ini bukan lagi menyajikan photoreceptors panorama pantai untuk saraf optiknya, melainkan pantulan birunya lautan pada kornea mata biru yang cemerlang. Dia terkesima tersenyum dan mengusung pelukan untuk tubuh basah dengan mata cemerlang.     

Sang tertegun tidak menyadarinya, pria itu masih asik mengamati nyanyian alam dari ombak pantai ketika gadis mungil perlahan memberinya sun sayang. Sontak gelagapan, bibirnya mendapat kecupan.     

"Terima kasih Hendra"     

"Akulah yang harusnya mengatakan terima kasih"     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.