Ciuman Pertama Aruna

Benarkah?



Benarkah?

0"Kira kira.. ada mobil mewahnya nggak?" Dea kian receh.       
0

"Ada"       

"Bagaimana dengan perabotan dan interiornya? Apakah cukup lengkap dengan kualitas premium?"      

"Ya benar"      

"Ada berapa kamar di rumah itu?"      

"Sekitar 5, belum termasuk kamar asisten rumah tangga"      

"Oh dilengkapi asisten rumah tangga juga ya"      

"Yup itu pasti"      

"penawaran Anda cukup menarik, bisa aku pertimbangkan" lengkap Dea.      

Lalu keduanya saling menatap, dan tertawa terpingkal-pingkal bersama.       

"Lagian Anda menawarkan pernikahan, bukannya menjelaskan kualitas pribadi, malah menjelaskan fasilitas yang bisa dapatkan" Dea dibuat jengkel jengkel geli.      

"Maaf. Jujur aku tidak tahu cara merayu perempuan. Aku pikir itu bisa membuat kalian tertarik"      

"Kalau semua perempuan seperti itu, aku yakin Aruna tidak mungkin gelisah. Sayangnya aku salah satu perempuan sejenis dengan Aruna"      

"Aaah.. jangan sejenis dong.. hidupku akan sulit seperti bosku" Surya mengeluh dengan wajah lucunya.       

"Maksudku bukan sejenis dalam arti lain, haduh susah juga jelasin sama pak Surya"      

"Iya.. Aku benar-benar ingin menikah denganmu. Tapi aku tak mau ribet seperti hubungan Hendra dan istrinya". Surya bicara dari hati dan kelihatan sibuk mengeluarkan sesuatu.      

"Siapa juga yang mau seperti mereka"      

"Lihat! Aku sudah menyiapkan cincin" Surya menyodorkan dua kotak cincin di hadapan Dea. Gadis itu terbelalak bukan main, kapan pria ini menyiapkannya. Dia pikir ungkapannya tadi sekedar main-main. Atau semacam cinta pada pandangan pertama kayaknya di drama-drama yang dia tonton.      

"aku bingung kau suka yang warna gold atau silver, jadi aku beli saja dua-duanya"      

"hehe.. Abang nggak sedang prank kan ini?"      

"Jangan bercanda lagi.. aku sungguh-sungguh. Ini serius!"       

"Pak... kau terlalu mendadak" keluh Dea yang serasa di desak.       

"Panggil aku oppa"      

"iiih... Dulu ilfil, sekarang nyuruh nyuruh"      

"Ayolah.. terima cincinku dan panggil aku oppa"      

"Aku nggak bisa.."      

"kenapa tidak"      

"Memang belum boleh menerima"      

"Jadi kamu menolakku" ekspresi Surya langsung meredup. Cincin yang tersuguh tiba-tiba tertutup dan hilang dalam genggam tangannya.      

"Bukan bukan begitu"      

"Lalu..?.."      

"Tapi sepertinya sudah jelas, kamu menolakku ya?" bukan cuma meredup Surya mulai pasrah.       

"Jangan berpikir seperti itu dulu, masih ada satu tahap yang belum Anda lewati?"      

"Maksudnya?"      

"Kalau anda ingin menikah denganku minta izinnya bukan padaku tapi pada abah. Dan karena Abah sudah almarhum, pak Surya perlu menemui paman Dea. Minimal ibu dulu nggak apa apa. Lalu baru Paman Dea"      

"Oh begitu ya.."      

"iya, simpan dulu cincinnya. Sedikit tersenyum juga boleh" Saran Dea apa pria yang menyuguhkan bibir manyunnya.      

"jadi aku terlalu cepat nih"      

"hehe.. aku malah suka yang begini"      

"benarkah?"      

"iyaa"      

"Asal kamu tahu, Aku ingin melamarmu sejak lama. Bukan sekedar karena umurku sudah cukup. Aku ingin melamarmu sejak.. Ee.. kamu membantuku menyiapkan Buck Roses"      

Dea mengernyitkan dahinya tanda dia tak percaya.      

"Yang aku ungkapkan itu sungguhan"      

Dia tersenyum melirik Surya, memberi izin pria itu bicara lebih banyak. Sepertinya dia sudah tak lagi gugup.      

"Aku berpikir mungkin akan jadi indah, ketika rumah yang aku bangun untuk calon istriku di isi perempuan cerewet sepertimu"      

"Ah yang bener, nanti setelah menikah baru tahu rasa"      

"haha.. Tak tahu juga kalau sudah menikah"      

"Haha tuch kaan..."      

"Em.. boleh aku memberi saran?"       

"Silahkan"      

"Nanti ketika paman bertanya apakah pak Surya pernah minum alkohol jangan bilang 'iya'". Dea sedikit khawatir dengan pola hidup manusia yang dia sama sekali tidak tahu latar belakangnya.       

"Hei' kau pasti khawatir karena kemarin melihat Hendra ya.."      

"Lumayan"      

"Aku tidak seperti itu.. Hendra sebenarnya juga tidak, Tania yang ngajarin Hendra aneh aneh, makanya aku tidak suka sama dia sejak dulu" Gelisah Surya.       

"Hehe begitu ya.."      

"Walau pun kelihatannya seperti ini, aku tipe orang yang sangat serius dalam setiap tidakan" Suara Surya sungguh tegas berusaha memantaskan diri.      

"Kelihatan kok, bajunya saja terlihat formal banget tiap hari hehe, cara bicaranya juga terlalu formal hehe"      

_Sepertinya membosankan tapi kalau serius dan ibu menerima mau bagaimana lagi_ bantin Dea.      

"Bukan begitu.. Aku sudah kursus mengaji agar kamu mau menikah denganku"       

"BENARKAH??"       

"Iya benar.."      

"Nggak bohong??"      

"Buat apa aku bohong"      

 "Sini" Gadis berhijab menengadahkan tangan kanannya.       

"Apa?" Surya bingung.       

"Cincin! Cincinnya mana?" Tagih Dea.       

"Oh cincin! Tunggu.. Tunggu.. Cin Cin Kamu bilang??"      

"Iya mana?!"      

Pria ini langsung mengeluarkan dua kotak perhiasan sekaligus. Secara mengejutkan Dea membuka salah satu dan memakainya.       

"Apa ini artinya aku diterima??"      

"Bisa jadi"      

"BE.. BENARKAH??" Surya mencoba mencari pemahaman.       

"Hai BENARKAH??" Dia belum puas dengan anggukan Dea.     

Gadis itu hanya tersenyum lalu menutup mukanya kemudian bersembunyi di balik dua lulut yang sedang di tekuk. Dea sedang dirundung malu dengan dirinya sendiri, ditambah melihat kelakuan pak Surya yang melompat lompat seperti anak kecil.       

"Aaaaargh.. Senangnya.." Pria melompat berlari pada Dea lalu memeluknya.       

"Oppa.. Pergi! Kau belum boleh memeluk ku!" Dea menimpuk Surya.       

"Hehe Maaf aku terlalu heppy"      

"Tapi tetap izin ke Paman dan ibu ya.."       

"Iya.."      

"Kenapa melihatku begitu?, senyum pak Surya aneh tahu"      

"Hehe masih belum percaya, 'calon istriku'" Panggil Surya.       

"Jangan panggil begitu" protes Dea.       

"Calon istriku" ganggu Surya.      

"Argh.. Malu.." Gadis berhijab menutup wajahnya sekali lagi.       

"Calon Istriku" dia masih setia mengganggu Dea.      

***      

"Kenapa kamu bawa bapak kamu segala.." Protes Juan sudah ke tiga kalinya mereka berhenti dalam perjalanan menuju Segara Anak. Dari tiga jalur pendakian Rinjani Juan dan Damar memilih jalur Torean dari pada jalur Timur maupun jalur Utara.          

Mendaki melalui jalur Torean membutuhkan waktu tempuh kurang lebih sekitar 12 (dua belas) jam. Start Damar dan Juan mulai jam 06.00 pagi (wita) dan seharusnya sampai di kawah (kalak) tempat pemandian dengan air belerang pada pukul 18.00 (wita) malam.      

Sayangnya bang Bay membuat semuanya menjadi kacau, Pria itu sudah cukup lama tidak beraktivitas fisik yang berarti alhasil dia gampang lelah. Apalagi paling tua dibandingkan ke duanya.       

"Sabarlah sebentar Juan" Desah Damar mengamati ayah angkatnya yang tampak berpeluh.       

Dua anak muda dengan nasib yang sama, sama-sama di tinggal dan meninggalkan perempuan yang mereka harapkan. Membuat keduanya semakin akrab dan sering nongkrong bareng sampai pada suatu ketika Juan memilih cuti sebagai Ajudan dan ikut pendakian bersama Damar. Cara pemuda yang pandai bersajak ini dalam menyembuhkan dirinya perlu dicoba.       

Dulu dia sering melakukan pendakian kala kuliah di UK (United Kingdom) Inggris, Cambridge University. Latar belakang yang aneh untuk seorang ajudan. Pendakian pertama Juan yang sebenarnya bernama Gesang Juang Diningrat adalah Scafell Pike, gunung tertinggi di Inggris dengan ketinggian 978 meter atau 3209 kaki di atas permukaan laut. Gunung yang terletak di Cumbria, Taman Nasional Lake District ini, tidak mudah untuk didaki. Namun, Juan bisa menakhlukannya dan berhasil menikmati pemandangan istimewa.       

Baginya Rinjani biasa saja, dia jadi tidak sabaran.       

"Bang Bay kalau kamu nggak sanggup nanti kita bermalam di kawah kalak, kau bisa berendam dengan air belerang, lumayan untuk membuang rasa lelah" Damar memberi saran seiring cara ketiga pria kembali melangkahkan kaki menyusuri punggung Rinjani.       

"Kalau nanti ternyata bang Bay tidak sanggup, besok pagi kita lanjutkan perjalanan menuju Danau Segara Anak  jangan khawatir waktu tempuhnya kurang lebih hanya 2.5 (dua setengah) jam. Nanti kita siapkan tenda untuk menginap di sana selama 2 (dua) malam. Bang Bay bisa memancing di Danau Segara Anak, walaupun ikannya tidak selezat ikan air tawar, lumayanlah untuk bertahan minimal bisa menunggu kami melanjutkan pendakian dan turun menjemput bang Bay lagi. Gimana kau setuju Damar". Juan memberikan ide lain mengingat kondisi bang Bay yang terlihat kesulitan menghadapi pendakian dadakan ini.     

"Tapi ngomong-ngomong mengapa Bang Bay bersih kukuh untuk ikut?" Damar merasa aneh dengan perilaku ayah angkatnya yang lebih suka nongkrong dari pada berolahraga. Tapi bersih kukuh untuk ikut pendakian Gunung Rinjani.     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Hadiah anda adalah motivasi untuk kreasi saya. Beri aku lebih banyak motivasi!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.