Ciuman Pertama Aruna

II-3. Frustasi



II-3. Frustasi

0"Masuklah ke dalam mobil, biar aku yang bicara dengan Lesmana. Atau kau akan membuat keadaan semakin buruk, redakan emosi mu" Wiryo yang mencoba mengingatkan cucunya. Nampaknya lelaki bermata biru itu tidak sabaran. Untung dia masih mendengar ucapan tetua Djoyodiningrat setelah salah paham yang sempat terjadi diantaran keduanya.       
0

Dengan wajah tidak begitu mengenakkan Hendra menuruti ucapan Wiryo, duduk menenangkan diri di dalam Bentley Black berkode HD 100 AJ.      

.      

"Buat apa anda masih berusaha mencari saya?, Setahu saya urusan Kita telah usai?" Lesmana tidak terlihat seperti biasanya. Wiryo tidak pernah melihatnya menggunakan celana selutut atau kaos oblong yang terlalu santai seperti hari ini.     

Mantan ajudan itu selalu kelihatan rapi setiap saat. Tapi tidak kali ini, sepertinya Lesmana mulai menikmati kehidupan barunya. Bersantai sambil sibuk dengan kayu-kayu yang tergeletak pada teras samping rumahnya. Entah apa kesibukannya sekarang? dan untuk apa kayu kayu itu? Dari pengamatan singkat Wiryo nampaknya ada satu meja dan dua buah kursi yang terukir pola tumbuhan menjalar khas tempat asalnya dulu, Jepara.      

"Tampaknya kamu nikmati hari-harimu yang baru?" sapa Wiryo yang masih berdiri. Sepertinya Lesmana sengaja tidak menawarkannya duduk. Karena ayah Aruna sedang enggan menerima tamu besar ini, dia asik duduk santai di lantai bermandikan keringat, sibuk melanjutkan aktivitasnya tanpa peduli kedatangan orang yang diketahui punya kekuasaan luar biasa.       

"Ya seperti anda lihat. Kadang menjadi orang biasa lebih menyenangkan" Lesmana mulai berdiri dan membersihkan telapak tangannya.       

"saya sedang sibuk, bisakah anda mengutarakan keinginan anda dan pergi dari rumah ini segera!. Kedatangan anda bisa membuat keluarga aku takut" ada rasa getir di hati Wiryo mendengar ucapan orang yang dulu dekat dengannya.       

"aku ingin minta izin pada mu, cucu ku berharap bisa berjumpa dengan putrimu. Bagaimana pun juga mereka masih suami istri, kalau harus selesai biarkan mereka selesaikan dengan cara terbaik" Wiryo berusaha mengatur kalimat yang dia utarakan.       

"Setahu saya cucu anda sendiri yang menginginkan perpisahan. Dia yang menyusun perceraian dengan putriku. Aku yakin dia sudah siap. Tidak ada lagi yang perlu kita bicarakan" Lesmana sudah siap dengan kemungkinan seperti ini, pria itu terlihat santai mengambil air putih yang disajikan istrinya di tepian bangku hasil karya pria yang secara tidak langsung mewariskan bakat seni mendesain kepada putri bungsunya, bakat yang lama diabaikan. Dari gerakan meneguk air dan membiarkan mantan tuannya terus berdiri membuat tetua Djoyodiningrat menyadari dia di usir secara halus, lebih tepatnya Wiryo kesulitan mencari cara untuk membujuk.       

_Aku bukan orang yang sama seperti dulu, setelah kau ambil putriku. Rasa sakit itu tidak bisa diobati. Rasa sakit sebagai ayah yang menjerumuskan putrinya sendiri dalam kehidupan pernikahan yang sulit_      

"PYAR" Gelas jatuh.       

Gelas Lesmana berisikan air putih tersisa sedikit runtuh dari genggamannya menimbulkan suara mengganggu. Dia terkejut mendapati laki-laki bermata biru di belakang Wiryo menodongkan pistol kepadanya.       

"Aku memang tidak tahu diri, dan aku sadar memohon ampunan mu juga tidak ada gunanya. Aku tahu kau kecewa karena aku memperlakukan putri mu dengan buruk" Hendra ke hilangan akal sehatnya. Dia menodongkan pistol kepada mertua yang sudah dianggap ayah sendiri.      

"Apa ayah tidak membaca isi kontrak yang aku buat. Sebagian besar poinnya adalah caraku bertahan dari sindrom yang ku derita" Pewaris tunggal yang kacau balau melempar ungkapan dengan intonasi menekan berusaha keras mengontrol emosinya. Dia berupaya sebisa mungkin menggunakan akal sehatnya, menyadarkan dirinya bahwa saat ini dia sedang bicara dengan mertuanya.      

Sang mertua yang tertodong berupaya menemukan ketenangan: "kamu yang berniat menjadikannya janda sebelum menikahinya. kau tahu betapa beratnya itu untuk gadis biasa dengan mimpi besar seperti Aruna" Suara kekecewaan menggoyahkan seseorang.     

"Kau hancurkan putriku secara perlahan, Lihat perbuatan sekarang! Putri bungsuku lupa cara tersenyum dan tertawa. Kau membuatnya menjadi gadis pemurung!" Sejalan dengan ke kecewaannya suara Lesmana lebih keras dibanding Hendra.      

"lalu aku harus bagaimana? Aku memang punya kekurangan, apakah kalian tidak bisa melihat perjuangan ku melawan diriku sendiri, melawan sindrom yang ku derita. Dan sekarang aku baru sembuh Aruna sudah diambil. Apa sangat sulit memberiku kesempatan" Hendra terlihat kacau, namun di balik itu semua ungkapannya seolah menunjukkan sisi manusiawi.       

Lesmana tidak bisa menjawabnya, dia terdiam.       

.      

"Linda, Ada ribut-ribut apa?" bunda yang baru saja keluar dari kamar karena terganggu dengan suara di teras samping rumah membuatnya perlu mencari tahu apa yang terjadi.      

"Keluarga Djoyodiningrat datang bun, suami Aruna ingin berjumpa dengannya, Bun?" lirih perempuan itu berbisik di dapur.      

"apa mereka ndak tahu kalau ribut-ribut kayak gini bisa didengar tetangga" dengan ragu istri Lesmana mencoba untuk hadir diantara keributan yang ada.      

"ayah masuklah" hanya itu pesan yang disampaikan bunda Aruna. Lelaki bermata biru sempat menatapnya. Perempuan ini juga merasakan betapa kuatnya Hendra ingin bertemu Aruna.      

Lesmana mulai memperhatikan suasana di sekitar, rumahnya tidak sama seperti dulu tertutup oleh tembok menjulang tinggi. Dia tahu keributan ini akan didengar oleh tetangganya. Lesmana meminta kedua orang Djoyodiningrat itu masuk ke dalam ruang tamu yang lebih tertutup.       

"sekarang apa yang kamu inginkan?" tanya Lesmana ketika mereka pada akhirnya menurunkan masing-masing emosinya.       

"Aku ingin diberi kesempatan kembali, Aku ingin bertemu Aruna, Aku harus bicara dengannya" tegas Hendra.       

"itu tidak mungkin putraku tidak akan setuju" balas Lesmana.      

"Lalu bagi mu aku siapa ayah? Bukankah aku juga putramu?"      

Lesmana kini terdiam dia tak menduga Hendra bisa bicara manusiawi seperti itu.       

"anantha pasti sangat kecewa jika aku memberimu kesempatan bertemu Aruna" Jawab pria itu dengan nada yang lebih halus.       

"ternyata hanya aku yang terlalu berlebih menganggap mu ayah, semenjak anda jabat tanganku untuk menikahi Aruna. Aku selalu berbangga hati karena kini aku memiliki ayah. Nyatanya Aku tidak pernah kau anggap sebagai anak" dari gerakannya mata biru memutar arah pistol dan mendekatkan barang itu pada Lesmana.       

"Bunuh saja aku sekarang, kalau untuk bertemu istriku saja aku tidak diberikan harapan" Lesmana menatap menantunya. Pria itu terlihat benar-benar frustasi.     

      

 .     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5,     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.