Ciuman Pertama Aruna

II-31. Tentang Memilih



II-31. Tentang Memilih

0"Tuan istri anda sepertinya sedang menangis" bisiknya pada Hendra.      
0

Deg     

"Sorry, I'll take a minute" Hendra mengundurkan diri dari percakapan hangat antara dirinya dengan para kolega.      

"Halo, sayang ada apa?" Pria ini buru-buru menyapa perempuan di ujung sana. Pesan dari ajudannya membuat mata biru diburu rasa khawatir.      

"Aku hanya ingin mendengar suaramu" Aruna mencoba membuat ungkapan sedatar mungkin.      

"Bicara yang jelas, Aku tidak suka ada yang disembunyikan dariku. Kau sekarang ada di mana? kenapa menangis?" monolog laki-laki dominan ini menyudutkan perempuannya.      

"siapa juga yang menangis"      

"Suaramu tidak bisa membohongiku. Kamu ada di rumah atau di mana?"      

"Aku sedang di luar memang"      

"share lokasimu! orangku akan menjemputmu" Hendra tidak begitu peduli kenapa Aruna menangis, dia menyadari dirinya tidak pandai menghibur seseorang yang sedang bersedih. Dulu ketika Surya sahabat satu-satunya dilanda kesedihan luar biasa ketika ayahnya meninggal di saat keduanya masih di USA, pria ini tidak berani bertanya.     

Dia memilih memesan tiket pesawat dan segala kebutuhan untuk kembali ke Indonesia. Bahkan mata biru sendiri yang packing untuk Surya. Laki-laki ini terlalu realistis, baginya kesedihan tidak untuk dihayati. Namun fokus pada bagaimana menyelesaikan masalah untuk mengurangi gundah hati itu sendiri jauh lebih penting.      

"mohon maaf sayang, aku tidak punya waktu banyak. Hapus air matamu nanti malam pastikan menerima teleponku dan aku ingin kau jelaskan padaku apa yang terjadi" hanya itu yang keluar dari ucapan Mahendra. Kemudian bunyi 'Bip' mengakhiri pembicaraan mereka.      

Jika kejadian semacam ini terjadi beberapa bulan lalu mungkin gadis ini akan marah atau bisa jadi akan menganggapnya tidak punya perasaan. Tapi rasa mampu merubah persepsinya, persepsi perempuan yang kabarnya dingin dan keras kepala.      

Menjelma hangat dan pengertian, pikirannya melemah memilih merelakan keadaan lalu melukiskan bahwa tidak apa-apa dia yang di sana belum bisa berbuat banyak untuk dirinya. Hati manusia memang sulit diprediksi, apalagi hati seorang perempuan. Kadang pemiliknya tidak tahu ke mana hati itu mengajaknya pergi.     

Dan perempuan ini pergi ke arah berlawanan, berbalik arah dari apa yang dia yakini dulu. Tentang dirinya yang sempat ingin pergi dan berlari dari laki-laki yang kini menghadirkan rindu.      

"Hendra..." resahnya bergumam.     

***     

"apa kamu marah padaku?" Damar menemukan Aruna, sebuah halte kosong tidak jauh dari tempat mereka menonton film bareng. Pria ini sempat berlari ke segala arah, untuk sekedar menemukan perempuan yang mengisi hatinya tanpa ampun. Dia terima dengan ikhlas walau sebagian orang akan menganggapnya bekas.      

Kisah menghidupkan kembali rindu dan resah menjadi sebuah harapan karena dia akan terpisah. Telah cukup membawanya pada rasa bahagia walau masih berupa cawan kosong.      

Tak masalah, mengharap lantas tak terbalas sudah menjadi bagian dari tarikan nafas yang pernah ingin dihilangkan. Penyembuhan yang panjang sampai di titik paling kejam sudah terlalui, andai sang dia akhirnya menjadi sutradara kemudian laki-laki ini sekedar pionnya, tak apa.      

Jelaga membawa monolog lirih pemuda dengan cinta tak terbalas sampai akhir.      

"Entah. . ." Aruna tidak tahu apa yang kini dia rasa. Tapi dirinya tidak bisa berbohong bahwa arahnya bukan lagi pada pria yang saat ini berdiri di sampingnya.      

"Aku dulu pernah mengecupmu tiba-tiba dengan cara yang sama kau pun terkejut. Tapi setelah itu malu-malu menatapku. Bukan seperti hari ini" suara Damar mendesah mengajarkan pada Aruna untuk menyelam sesuatu yang pernah tertulis di masa lalu.      

"setiap orang bisa berubah. mungkin termasuk aku, kamu pun bisa"      

"artinya kau berubah?"      

"Aku tidak tahu Damar, yang aku tahu.. waktu ramah menunggu orang-orang yang mau berjalan ke depan"      

_termasuk ramah kepada laki-laki yang senantiasa memanfaatkan setiap waktunya untuk mengisi hatiku tanpa sempat memberi jeda pemahaman_     

"semoga kau tidak lupa Aruna, Kau adalah sahabatku, teman terbaikku yang menjelma menjadi rumah tempatku berpijak. Tak Habis pikir jika kau tiba-tiba berubah. Pemberi harapan yang kini jadi keputusasaan, rumah yang tak memberikan tempat berteduh, sandaran menjadi sumber penderitaan, Aku tak tahu harus ke mana?"      

"kalau memang dulu Kau pernah menjadikan diriku alasan untuk bahagia, harusnya saat ini kau tidak menjadikanku alasan jatuhnya air mata. Konsisten bukan dari berubahnya perasaan, konsisten lebih kepada Aku selalu berharap kau bahagia. Ada aku atau tidak, memilikiku atau tidak. Aku sendiri tidak yakin, aku bisa kembali dengannya. Sidang perceraian kami sudah di depan mata. Tapi sebesar itu pula, aku masih berharap dia bahagia bersamaku atau tanpa diriku"      

"kau memilihnya"      

"Ini bukan tentang memilih Damar, bahkan bukan tentang siapa yang kalah dan menang. Ini tentang berharap aku tetap jadi yang terindah baik di dalam hatinya maupun di dalam benakmu" Aruna sempat berhenti sejenak menatap Damar yang setia mendengarkan ucapannya.     

"bahkan kini aku sudah pasrah dengan apa yang akan terjadi nanti. Aku pun tidak menyesal aku pernah menikah dengannya. Bukankah itu aneh? Pasti pemikiran ini buah dari  jalan hidup yang mengajarkanku menjadi perempuan lebih dewasa" Aruna menumpahkan lebih banyak isi hatinya.      

"aku rasa kau benar Aruna. Aku yang kehilangan sikap dewasa. Harusnya mencintaimu, kemudian kehilangan dirimu dan tiba-tiba kini Kau datang seolah memberi harapan sudah mampu membuatku mahir"     

"hee... Hehe" tiba-tiba Aruna tertawa melirik sahabatnya.      

"Kenapa kau tertawa"      

"jalan hidup menjadikan masing-masing dari kita tampak mengenaskan, Tahu..."      

"Ah benar... Hehe" Damar pun ikut terkekeh.      

"Andaikan kita bisa menghindari takdir yang kita miliki dengan berlari di lorong-lorong gerbang kereta lalu melompat keluar, aku yakin aku akan melakukannya" siluet masa lalu tiba-tiba hadir menyapa gadis dengan sebutan rona kemerahan.      

"sayangnya itu mustahil"     

"Kau benar. Mustahil"      

"Hehe" dan keduanya tertawa bersama.      

"kau ingin pulang bersamaku?"     

"Dengan Vespa antik yang sering menghiburku dulu?"      

"Ya tentu!"      

"baiklah.. tak masalah.."     

"kau tidak takut jatuh cinta padaku lagi dengan pendekatan Vespa si bentengterbaik"      

"Enggak, karena lelaki itu pernah membawaku dengan Ducati XDiavel" Balas Aruna menyusuri jalan setapak mengikuti pemuda jangkung.      

"Gila! Itu membuatku langsung minder"      

"Aku rasa bukan itu yang membuatmu tersingkir"      

"Lalu?" Mereka memasuki tempat parkir.      

"Aku rasa karena dia sedikit gila"     

"Hai aku juga gila karenamu.. jangan lupa itu"      

"Dia lebih gila lagi" Aruna mendapatkan helm dari Damar, pemuda Padang bahkan sempat membantunya memasangkan benda setengah bola tersebut di kepala Aruna.      

"Contohnya??"      

"Kau yakin ingin tahu?"      

"Ya.. minimal nanti kalau aku berebut perempuan lagi aku bisa jadi pemenangnya"     

"Dia tidak bisa berada di dekatku kecuali dengan menyentuh denyut nadiku"     

"Aneh" Damar nyengir mendengarnya. Pemuda ini sudah siap di atas motornya, kemudian sebuah gerakan memutar gas dari tangan kanan mengawali laju perjalanan mereka.      

"Itu Cuma satu keanehan... Belum yang lain, dan sepertinya aku terjebak ke dalam keanehannya"      

"Jadi dia menjadi juara pertama karena aneh"     

"haha.. bisa jadi.."     

"Hati perempuan memang laknat"     

"haha.. kata-katamu Damar.. kau jengkel??" Rona Kemerahan memukul bahu bentengterbaik sambil tertawa lepas.      

"Hibur aku.. kau sudah membuatku patah hati!"     

"Bagaimana caranya?"     

"Peluk dong! Merana nih!"     

"Duh kasihannya.." Aruna memeluknya dari belakang dan pria itu bersiul serta berdehem melantunkan irama Rona Kemerahan. Si perempuan di belakang punggung peramu sajak     

ikut bernyanyi seiring nada itu bergerak seirama.      

***     

"Tuan nona tidak ada di poin lokasi yang anda kirim"     

"cari sampai dapat buntuti pergerakan handphonenya"      

.     

.     

"Apakah anda yakin anda ingin tahu istri anda sedang apa tuan?"     

"Maksudmu?"     

"Sepertinya lebih baik anda tidak mengetahuinya"     

"jangan membuatku marah Hery! Kirim fotonya padaku.. ini perintah!"     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.