Ciuman Pertama Aruna

II-35. Baju-baju Bekasku



II-35. Baju-baju Bekasku

0"dia takut kehilanganmu Aruna"     
0

"Antara takut kehilangan atau jangan-jangan sebuah obsesi kompulsif"     

"kakak tidak mengerti?"     

"Hendra orang yang berbeda Kak, Andai kakak melihat tempat tinggalnya yang sekarang, antara bahagia karena dia begitu mengagumiku dengan caranya yang unik itu.. atau sebuah obsesi yang terlalu berlebih"     

"kayak apa tempat tinggalnya?"     

"Hendra memasang fotoku di mana-mana, lukisanku di mana-mana, itu masih wajar.. mungkin dia rindu padaku, atau menyiapkan semua benda dengan jumlah dua.. yang satu seleranya yang satu seleraku.. termasuk menyiapkan bajuku, make up ku, peralatan mandiku, walau aku tidak tinggal di sana, itu pun masih wajar mungkin dia yakin suatu saat aku akan datang ke padanya"     

"yang tidak wajar?"      

"Dia tidur sambil memeluk baju-baju bekasku.. waktu aku sampai di kamarnya, aku tahu dia menyelipkan baju bekasku yang tampaknya belum tercuci. Aku tahu itu baju yang aku pakai di Bali waktu honeymoon bersamanya"      

"Aneh..." Alia ikut menerawang gemetar.     

"Hendra memang aneh, unik dan berbeda sejak awal"      

"sejak awal? Sebenarnya dia sakit apa?"     

"sejujurnya aku tak ingin kakak tahu"     

"Hai.. kau bisa berkeluh kesah kepada siapa selain kakakmu sendiri?!"     

Mata coklat menunduk kemudian menatap kakaknya mencari keyakinan: "dulu Hendra mengidap post traumatic syndrome disorder"     

"PTSD?"     

"Ya.. tapi sudah sembuh.. Sayangnya dia terkadang masih berperilaku berbeda dibanding orang pada umumnya"     

"hidup yang kau lalui pasti sangat sulit" Alia kembali memasang wajah penyesalan.      

"tenanglah Kak, itu semua sudah berlalu. Hanya saja sekarang aku terkadang ragu kalau harus menghadapinya lagi.. Aku pun perlahan memahaminya lalu jatuh cinta padanya. Sayangnya, aku takut hal yang sama terjadi lagi" Aruna tertangkap gelisah.     

"hal yang sama?"     

"iya.. aku takut perilaku Hendra membuatku mulai lelah, ujungnya aku tidak sanggup menghadapinya"      

"Kakak boleh tahu?! Pernikahan impian Aruna seperti apa?"     

"sederhana sekali, kakak tahu sendiri aku suka yang sampel"     

"iyaa.."      

"Sebelum aku mengenal Hendra, aku pernah membayangkan mungkin suatu saat aku akan menikah dengan Damar. Aku bukan gadis payah seperti yang teman-teman pikirkan. Aku tahu Damar mengejarku terang-terangan, sering bicara dengan kata-kata absurd atau berperilaku nggak jelas sekedar untuk mencuri perhatianku"     

"Dan kau sebenarnya suka padanya"     

"Iya.. waktu itu, tapi ayah melarang kita pacaran"      

"Kau menuruti kata-kata ayah lalu mengabaikannya"     

Si bungsu mengangguk lalu berucap: "saat itu pikiranku sangat sederhana, andaikan Damar mau bertahan mengejarku 2 sampai 3 tahun lagi, aku akan memintanya menikahiku saja langsung"     

"jadi bayangan pada otakmu adalah menikah dengan Damar?" Tatapan Aliana lebih intens dari sebelumnya.      

"iya kadang-kadang, tapi aku tidak pernah memikirkannya dengan serius. Kita masih muda, masih sibuk kuliah, dan membangun surat ajaib"     

"Tapi kamu pasti punya bayangan bagaimana pernikahan yang kamu inginkan"      

"Harus ya, aku ceritakan hal semacam itu kepada kakak"     

"Harus..! Siapa pun yang akhirnya bersamamu dia harus tahu apa yang kamu inginkan, agar kamu bahagia. Kalau kamu tidak bisa menyampaikan pada mereka, kakak yang akan menjelaskan" Alia terlihat bersemangat, ingin tahu lebih banyak tentang keinginan si bungsu yang suka menyembunyikan perasaannya.      

"Em.. pernikahan yang aku inginkan? Sebelum bertemu Hendra berarti.." Aruna mengingat-ingat bayangan pernikahan yang dia inginkan.      

"Mungkin tiap pagi aku akan menendang suamiku karena dia bangun terlambat. Hee.. dibayangkanku kala itu memang Damar. Lalu dia cuma menggeliat dan aku terpaksa menyemprotkan pistol air di wajahnya. Hal itu sebenarnya kebiasaanku setiap pagi kalau Damar ketahuan molor di outlet Surat Ajaib"     

"Terus.."     

"ya semacam aktivitas sehari-hari keluarga pada umumnya. Di mana aku sebagai istri baik masak untuk suamiku. Dan dia menunggu masakanku yang belum tentu enak, sambil memainkan sendok dan garpu membuat musik kecil sambil bernyanyi. Eh' itu juga kelakuan Damar sih.. kalau dia lapar dan menunggu makanan yang aku dan Dea pesan"     

"Impian pernikahanmu.. seputar Damar ya.."     

"Sudah aku bilang, kan kak. Kalau kakak bertanya impian pernikahanku sebelum bertemu Hendra yang aku pikirkan pasti kebiasaanku dengan Damar. Kami memang sangat dekat dulu"      

"Kalau sekarang, setelah kamu menikah dengan Hendra.. apa yang kamu inginkan"     

"Aku sendiri juga tidak tahu, tapi aku tidak menyesal pernah menikah dengan Hendra. Sebenarnya aku sangat merindukannya. Makin kesini, aku makin merasa tidak ingin pisah dengannya."     

"kamu bilang dia sangat aneh dan sulit dihadapi"     

"Entah kenapa aku punya keyakinan lambat laun ketika aku bersabar dan terus bersabar untuk mempelajari pribadi Hendra, dia akan luluh dan aku pasti punya cara untuk mengendalikannya"     

"Selain itu, nggak mungkin kamu tidak bisa menendangnya tiap pagi (untuk bangunkan Hendra seperti perilakumu pada Damar) lalu menyuruhnya menunggu masakanmu" tiba-tiba ibu hamil membuat ungkapan receh.      

"itu mustahil!"     

"Hah?" Aliana tidak mengerti maksud Aruna.      

"Kakak tercengang kan kenapa itu mustahil?!.. Hendra selalu bangun lebih pagi dariku. Dia juga yang masak untukku, masakannya jauh lebih enak dan sangat ahli soal dapur.. dia terlalu sempurna dalam banyak hal, kecuali cara berpikirnya yang sering aneh"     

"Hahaha.."     

"kenapa tertawa? Jangan ikut-ikutan aneh!!" si bungsu mendorong tubuh kakaknya.      

"Kau itu diberi suami dengan kesempurnaan optimal, tapi impianmu hidup biasa-biasa saja"      

"Ah.. kakak tidak mengerti, kesempurnaan menuntut pengorbanan yang banyak pula. Kehidupanku dan Hendra tidak semudah yang dipikirkan orang lain. Kadang aku berharap andaikan Hendra orang biasa pasti aku akan lebih bahagia"      

Keduanya sempat terdiam sejenak.      

"Aruna.."     

"Hem.."     

"Awalnya aku sempat yakin Damar mungkin bisa menggantikan Hendra, karena kamu punya masa lalu  yang begitu lekat dengannya. Tapi, semakin kesini aku semakin sadar kamu berusaha keras memahami Hendra dengan segala kekurangan dan kelebihannya"      

"sayangnya tidak mudah untuk hidup dengan Hendra kak.."      

"Benar.. dan kau, berusahalah untuk memahami keinginanmu, harapanmu, lalu cobalah untuk memperjuangkannya kali ini. Kakak tahu, kakak bukan contoh yang baik, kakak memperjuangkan apa yang kakak inginkan. Ujung-ujungnya kakak berakhir seperti ini. Karier kakak hancur, kuliah kakak terbengkalai dan pernikahan kakak tidak disetujui keluarga" Alia sempat mengusap beberapa butir air mata yang jatuh.      

"kakak sempat menyesal tapi bukan berarti kakak tidak bahagia, aku sangat bahagia punya utun di dalam perutku dan Aditya di sampingku"     

"saat ini giliran kamu Aruna. Mungkin selama ini kamu sudah terbiasa menuruti keinginan orang lain, membahagiakan orang lain. Aku yakin kamu tidak menyesal melakukan itu. Tapi, untuk saat ini kakak mohon perjuangkan kebahagiaanmu sendiri, egois tidak apa-apa Aruna. Menuruti keinginan dan kebahagiaan orang lain ada batasnya. Walaupun itu keluarga kita, kita harus bisa memfilter mana yang harus kita turuti dan mana yang harus kita abaikan"      

Tiba-tiba gadis bermata coklat memeluk kakaknya dan mulai menangis. Matanya sembab bersembunyi di dada Aliana.      

"Selama ini satu-satunya yang membuatku menyesal berulang kali. Kenapa bukan aku yang menikah dengan Hendra. Toh pada akhirnya karierku, kuliahku dan jalan cintaku yang aku banggakan hancur juga. Andaikan waktu bisa di ulang" si bungsu yang diajak bicara kakaknya tidak bisa lagi mengeluarkan kata-kata. Dia terlanjur menangis, kesulitan menghentikan gelisah hatinya.      

"Andaikan.. semua bisa diulang, pasti saat ini kamu sudah melanglang buana menjadi pembicara di berbagai seminar start up anak-anak muda. Kau sudah keliling Indonesia sesuai impianmu, memberi inspirasi teman-teman sesama start up. Bukannya dikurung di rumah besar itu"     

"Sudah kak.. sudah.. cukup.."     

"Kau ingin kakak berhenti menyesal?" Aruna mengangguk-angguk mendengar pernyataan Aliana sambil mengusap air matanya dengan punggung tangan.      

"kejar kebahagiaanmu, kejar impianmu, berusahalah meraih apa yang kau inginkan. Entah itu Hendra atau Damar, atau tidak keduanya karena memilih membangun impianmu sendiri. seegois itu pun tidak masalah, tidak ada yang salah untuk seseorang yang sedang berusaha. Awalnya memang tampak egois. Namun ini tentang kita, tentang individu yang ingin menapaki pakai jalan hidupnya" Aliana memegang kedua pipi Aruna, membasuh air mata adiknya dengan ujung-ujung jari lalu memeluknya dalam dekapan.      

"Kau harus melakukan apa yang kukatakan!" Tegas Aliana.     

"Iya kak"     

"Ingat.. kakak selalu mendukung"     

"Iya.. kak"     

***     

*Hery istriku sudah pulang?      

*Belum tuan, nona sampai sekarang masih di rumah kakaknya     

*Dengan anak itu?     

*Iya     

"Hem.. sudah malam, kenapa dia belum pulang juga" laki-laki bermata biru lengkap dengan setelan jas yang melekat, terlihat berdiri menangkap panorama malam Singapura dari kaca yang membentang di kamar hotelnya.      

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.