Ciuman Pertama Aruna

II-39. I Still Love You



II-39. I Still Love You

0"Nona.. kami di minta menjemput anda"     
0

_Oh.. orang-orang Hendra membuntutiku_     

Seketika Damar berdiri, dia mengenal salah satu di antara ketiganya. Pria yang pernah menodongkan pistol kepadanya tentu saja itu adalah Hery. Mata Damar membara, dia tahu ada sesuatu yang mengintai mereka. Bisa jadi akan datang bencana kedua.       

Tapi Aruna tampaknya menanggapi dengan santai, padahal anak-anak muda di sekitar mereka ikut tegang. Antara terlalu asing dan melihat ekspresi Damar yang dipenuhi gejolak emosi. Ekspresi yang belum pernah tersuguh kepada kawan-kawannya.      

"Ada apa ini sebenarnya?" Geget ikut-ikutan bingung melihat suasana kaku pada tiga orang asing yang baru datang.      

"Tidak ada apa-apa.. aku dijemput suamiku" Aruna tersenyum menenangkan para tentara receh yang tiba-tiba membeku tak bersuara.     

Jalan Aruna mendekati Hery dan dua orang yang lain membuat hati laki-laki yang tadi berniat melindunginya merasa kalut dan serasa terbanting pecah berkeping-keping: "tunggu sebentar!"      

Damar menarik lengan kanan Aruna. "Aku ingin bicara denganmu sebentar"      

Ada yang terdengar berat, seperti ombak yang ingin menghantam karang-karang pembatasnya. Rasa berat itu juga terasa di hati teman-teman yang lain. Beberapa dari mereka hanya bisa berbisik:     

"Gila.. suami Aruna sekaya apa? jemput istrinya sudah kayak polisi mengambil buronan"      

"Loe nggak tahu? Game aja kerjaan loe"     

"Wajar sih, kalau gue Sultan gue juga gituin cewek gue, eh istri gue"     

"oh jadi suami Aruna itu keturunan sultan Hameng Kubuwono" tidak ada sedetik kepala Daus kena timpuk yang lain.     

Suara lirih guyon teman-teman menghilang sejalan dengan tarikan Pemuda jangkung membawa tubuh mungil itu menuruni tangga.      

"kami tidak akan kasar denganmu nona, karena itu perintah tuan pada kami" ucapan Hery untuk Aruna sarat makna.      

Aruna sempat menarik tangannya dari Damar: "Please lepaskan aku"     

"Aku hanya minta waktumu 5 menit saja" Damar penuh harap membawanya menjauh dari tiga orang suruhan suami alap-alap kecil pencuri hati.      

"Nona kami tunggu anda di luar, kami berharap Anda segera menemui kami" Tiga orang ajudan keluar dari batik cafe and lounge.      

Aruna menatap penuh khawatir punggung suruhan suaminya yang menghilang di balik pintu.      

"Damar stop, lepaskan aku" Aruna sempat marah pada kelakuan Damar yang terus mencengkeram tangannya. Nyatanya pria itu membawanya ke sebuah ruangan di belakang hiruk pikuk cafe. Ruang untuk para karyawan.      

"Aku hanya butuh lima menit, bahkan kurang dari itu" Pemuda Padang menangkap mata Aruna. Mencengkeram kedua lengannya berharap sejenak merebut perhatian si gadis tidak tahu diri ini, gadis yang membolak-balikan hati seenak jidatnya sendiri.      

"Ini hanya 5 menit, sekitar 300 detik apa artinya dibanding dengan diriku yang sudah menggadaikan 1.5 juta menit, 88.992.000 detik" Pria ini bicara dengan nafas sesak.      

Sang rona kemerahan hanya bisa gemetaran membungkam mulutnya dengan tangan kanan. Menyadari pria di hadapannya sedang putus asa dia tidak tahu Damar sedalam ini padanya.      

"Beritahu aku, Beritahu dengan tegas siapa yang kau cintai?" mata Damar merah, bahkan garis mukanya kaku. seorang laki-laki sedang meredam yang amarah belum pernah dia tunjukan kepada orang lain.       

"Maaf, aku tidak tahu kau masih saja mengharapkanku. Aku tidak bisa lepas dari Hendra"     

"Karena dia memaksamu?"     

"Karena hatiku pun sudah dia ambil"     

"Aruna I still love you"     

"Maafkan aku.. aku minta maaf Damar, entah apa yang terjadi.. walaupun berat, aku ingin mempertahankan pernikahanku"      

"kenapa Aruna? kenapa harus dia?!" Damar terlihat sangat tidak ikhlas hati Aruna tertambat oleh laki-laki aneh dan di luar prediksinya.      

"Aku juga tidak tahu Damar.."     

Pria ini mengenal nafas panjang, menatap aruna lekat ada rasa yang tidak rela untuk sekedar melepas genggaman tangannya.      

"sudah Damar, cukupkan dirimu, aku yakin kau bisa mendapatkan yang jauh lebih baik dariku. Coba saja.. mungkin kau akan menyukai orang lain seperti aku menyukainya karena terbiasa bersama"      

"pergilah sekarang.. Aku tidak ingin melihatmu lagi" Damar melepas tangan Aruna dan tak menoleh lagi. Terlalu panjang jalan yang ditempuh untuk menunggu gadis ini. Nyatanya semua sia-sia, sampai akhir hanya cinta bertepuk sebelah tangan.      

"Maaf.." Sekali lagi kata maaf keluar dari mulut si rona kemerahan. Perempuan yang selalu mengisi mimpinya kini menjelma menjadi penyihir jahat yang menyuarakan mantra-mantra menghunjam dada.      

Kau mempertegas pilihanmu, dan aku memperkuat pertahananku. Nyatanya masih ada getir, getar dan desir di dada. Pertanda aku tidak baik-baik saja.      

.     

.     

Laju mobil Bentley continental melesat menembus jalanan malam kota Jakarta, dia yang di dalam duduk termenung menerawang jalanan di luar sana yang perlahan lenggang. Aruna menatap handphonenya sekali lagi,  si dia yang mengirimkan para pesuruhnya belum bisa dihubungi.      

"kenapa Hendra belum bisa aku hubungi?"      

"Mungkin Tuan sudah istirahat, besok pagi-pagi sekali jadwalnya untuk terbang ke Sydney"      

Ada menghela nafas panjang, tanda dia merenungi penyesalan. Laki-laki yang kini ingin dia dengar suaranya beberapa menit lalu sudah meneleponnya lebih dari 5 kali.      

"Apa dia tahu aku berada di cafe Damar dan berjumpa dengan teman-temanku"     

"Tuan muda tahu anda jalan dengan siapa, tapi saya tidak menceritakan tentang anda mampir ke cafe milik anak itu? Saya hanya memberitahu bahwa anda belum pulang. Dan tuan meminta kami untuk segera menjemput anda"     

[Hendra Apa kamu sudah istirahat?]     

Tanpa balas.     

[Hendra Maaf ya.. tadi aku tidak tahu kamu telephon aku]     

Tanpa balas.      

[Besok kalau kamu bangun, hubungi aku ya.. Aku ingin video call]      

Tanpa balas.     

***     

"Mengapa wajahmu terlihat kacau seperti itu?     

"Hahaha.. aku dikacangin sama cewek, ini pertama kalinya dalam hidupku. Ternyata rasanya seperti ini ya"     

"Woo siapa nih, berani sekali dia mempermainkan hati Rey Barga"     

"dia manis banget, menarik, adiknya Anantha"      

"siapa Anantha?"      

"kamu terlalu lama keluyuran sampai tidak tahu sepak terjang kita dan strategi kita menjatuhkan lawan"     

Rey Barga menatap Gesang yang di liputi rasa penasarannya.      

***     

Singapura, 10.47     

Pria ini masih duduk menatap jendela membentang di hadapannya.      

Hendra bergumam lirih:  "apa yang Aruna inginkan"      

Dia menatap lekat pesan yang baru diterima, mata biru tergelitik membaca pesan dari Aruna dan memutuskan sengaja membiarkan saja pesan dari istrinya.     

Pria ini sudah tahu Aruna ngapain saja, kali ini dia tidak marah hanya saja hatinya berkecamuk bertanya-tanya?.      

Apa yang diinginkan istrinya?      

Tempat mana yang paling nyaman untuknya?     

Jangan-jangan wajah berseri tertangkap kamera handphone dan ter-up loud pada media sosial  laki-laki yang dulu membuatnya marah besar ialah pertanda di situlah tempat paling nyaman untuk perempuan yang dia cintai.      

Tak lama penjelajahannya di media sosial pada kanal-kanal insta story pesaingnya menyuguhkan sesuatu yang terlihat menyakitkan.      

Aruna duduk di dekat Damar, tersenyum manis bersama teman-temannya yang lain. Jauh sekali dunia yang baru saja terlihat, dengan kehidupan yang ditawarkan laki-laki bermata biru.     

Pantas saja gadis mungil itu selalu ingin berlari darinya. Kehidupannya yang dulu terlihat sangat menawan. Menyamtam makanan dengan bumbu hangat yakni di kelilingi keluarganya, dan berkumpul ceria bersama teman-temannya.     

Sekali lagi Mahendra menggerakkan jarinya di atas layar handphone. Membuat gerakan zoom untuk menatap lekat-lekat daya tarik perempuan yang mengisi penuh kepalanya.      

Dia yang lelah akhirnya meletakkan handphone ditangan, disusul jam analog yang melingkari pergelangan tangan, sesaat berikutnya ada gerakan tangan kanan meregangkan dasi.      

Hendra melempar dasi itu  pada meja di hadapannya. "baiklah.. kita lihat, seberapa kuat kamu mempertahankan rasa cintamu untukku. Hanya itu caranya supaya kamu sadar atas keberadaanku"     

"Tapi bisakah aku percaya diri begini?"     

"Sial!!"     

"Terserah kau saja"     

***     

"Hei.. hei.. kenapa tidak berhenti menyapa kakak" Anantha protes, berjalan membuntuti Aruna yang gesit menaiki tangga ingin melarikan diri dari kakaknya.     

"Jam segini baru pulang kemana saja kamu?" Si bungsu hanya diam tak berminat membalas pertanyaan Anantha.      

"Jawab kakak! please!" Anantha memegangi pintu kamar Aruna, sebelum gadis itu bisa menjauh dengan cara mengunci pintu kamarnya.     

"Aku sedang tidak ingin bicara dengan kakak, kakak berperilaku semaunya sendiri padaku. Bahkan tidak bertanya apakah aku ingin mencari pengganti Hendra atau tidak"     

"Jadi kau marah karena aku mendekatkanmu dengan Rey?"      

"Aku ingin tidur, Aku ingin menutup pintunya Kak". Putri Lesmana sedang gundah luar biasa, pesannya sama sekali tidak terbalas padahal sudah di-read.      

"tapi beritahu kakak kau dari mana?" Anantha menegaskan suaranya. Menyudutkan Aruna yang sedang dilanda kegelisahan.      

"Aku main ke rumah kak Alia.." untuk pertama kalinya Aruna merubah cara bicaranya. Dia bicara dengan penekanan tegas.     

.     

.     

__________________________     

Syarat jadi reader sejati CPA: \(^_^)/     

Bantu Author mendapatkan Power Stone terbaik ^^     

Gift anda adalah semangat ku untuk berkreasi. Beri aku lebih banyak Semangat!     

Silahkan tinggalkan jejak komentar, aku selalu membacanya.     

Review bintang 5, berupa kalimat lebih aku sukai     

Cinta tulus kalian yang membuat novel ini semakin menanjak     

-->     

(^_^) love you All, intip juga novel saya yang lain [IPK : Inilah Perjanjian Kita, Antara Aku Dan Kamu] dan [YBS: You Are Beauty Selaras]. Dengan gaya menulis berbeda dimasing masing novel.     

INFO : Instagram bluehadyan, fansbase CPA (Hendra, Aruna, Damar)     

Nikmati Cuplikan seru, spoiler dan visualisasi CPA     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.