Ciuman Pertama Aruna

IV-274. Kalian Membuatku Sempurna



IV-274. Kalian Membuatku Sempurna

0"Tidak ada yang aneh! Dia dan keluarganya berhak tinggal di rumah ini! Jangan bicara sembarangan!"       
0

"Thomas? Kenapa kau ikut campur??" Vian menoleh ke arah Thomas yang berjalan menuju dirinya.      

"aku tidak ingin ikut campur, aku hanya menegaskan bahwa Kihran dan seluruh keluarganya adalah bagian dari hidupku. kamu tak berhak berkata seenaknya,"       

Mendengar kalimat Thomas, Vian bangkit.       

"sejauh ini kita tidak pernah bertengkar, jangan karena-,"      

"karena apa?" alis Thomas terlihat menyatu.       

"pergilah kalian dari sini, kalian membuatku sakit kepala," suara kihrani menyusup diantara keduanya.       

dua pasang mata lelaki menoleh ke arah gadis yang belum pulih benar.       

"aku ingin bicara denganmu berdua saja," ujar vian kepada Kihran.      

"tolong beri aku kesempatan sendiri," keluh Kihran.       

"bisakah kalian menghargai keinginan anakku?" lelaki paruh baya berdiri di ambang pintu. menatap dua orang pria muda di hadapannya.      

Kihrani mengurai nafas lelah sebelum membaringkan tubuhnya sebab dua pria muda itu akhirnya keluar dari tempatnya beristirahat.      

"jangan khawatir," bapak duduk di dekat kihrani yang pada akhirnya membuka matanya, "kita akan pergi ke tempat baru, tempat yang bisa membuat keluarga kita lebih nyaman,"      

"kenapa bapak bicara seperti itu?" pupil mata kihrani terbuka lebar.      

"aku tahu kamu tak nyaman di sini. walaupun adik-adikmu terlihat senang, mereka juga merindukan tempat asal kita,"      

"Tumben sekali bapak memikirkan aku dan adik-adik," Kihrani menarik selimutnya, memilih mengubur dirinya.      

"Selama ini aku tidak berguna, memberi beban dan menyusahkan. Aku minta maaf,"      

Kihrani tidak membuat jawaban, "em..., aku..., tak sengaja bertemu ibu kalian,"      

Deg' dada gadis itu berdetak dan wajah yang sebelumnya mengabaikan ayahnya berpindah mengamati lelaki yang rambutnya perlahan memutih itu.     

"bodohnya diriku, ku pikir dia benar-benar hilang," suaranya bergetar, "atau ...," lelaki ini tak mampu melanjutkan kata-katanya.      

Kihran tahu bapak menelan sesuatu kosong di tenggorokan, "harusnya, daripada mengutuki diriku. meratapi penyesalan. Akan lebih berguna kalau orang bodoh ini fokus memperhatikan kalian,"      

Matanya semburat merah, "aku malah membuatmu memikul beban keluarga sendirian," dia berkaca-kaca.      

Baru kali ini kihran melihat sosok ayah dalam diri bapaknya.      

"bapak tidak marah aku menyembunyikan kenyataan dia masih hidup?" Kihran menyadari seharusnya pria di hadapannya marah padanya.      

Bapak malah menggeleng, "aku yang bodoh," dia menunduk selepas menatap putrinya, "mestinya aku sudah menduganya sejak dulu,"      

"bisakah percakapan ini selesai?" gadis berambut hitam pekat ini sudah tak sanggup, dia berjanji pada dirinya bahwa seburuk apa pun keadaan dia tak akan menangis. Kalaupun harus menangis orang lain di larang melihatnya. Walaupun itu bapaknya sendiri.      

Bapak mengangguk.      

"kita anggap saja dia tak pernah ada, dan tak perlu mengingatnya," kihran meneguhkan hatinya.      

"Benar," bapak bangkit, melangkah menuju pintu, tapi sebelum keluar lelaki yang mulai beruban tersebut menoleh wajahnya pada sang putri, gadis yang selama ini mengambil peran sebagai pemimpin keluarga, "kita akan mulai hari baru, dari awal, setelah kamu pulih,"      

Kihrani mengangguk.      

"bertahan sedikit lagi, jangan bersedih, kita akan pergi dari sini. Secepatnya,"      

Pada akhirnya air mata kihrani jatuh. Dan lekas berpaling untuk di sembunyikan hingga bapak menghilang di balik pintu.      

***      

"apa yang terjadi?" ini suara Aruna yang ditujukan kepada Hendra.      

"Apa maksudnya, 'apa yang terjadi?'," lelaki yang menarik tubuh istrinya untuk naik kursi beroda demi memudahkan membawa sang istri jalan-jalan --menghirup udara segar di luar ruangan-- tampak menautkan alisnya.      

"Kamu tak bekerja?" tanya Aruna.      

Dan lelaki bermata biru tersenyum, hingga lesung pipinya terlihat.      

"istriku lupa hari apa ini?" Dia yang bicara membuat sebuah gerakan mengayunkan telapak tangan kanan yang tergenggam dimana telapak tangan tersebut menyisakan sebuah telunjuk mengarah ke arah Aruna.      

"karena suamiku terlalu sibuk, aku tak ingat kapan dia libur," wajah masam Aruna terlihat.      

"begitu ya?" roda itu terdorong dan berhenti di tepian danau. Lelaki bermata biru menekuk kakinya mensejajarkan tingginya dengan tinggi sang istri.      

"kenapa istriku ingin berhenti di sini?"      

"waktu cepat sekali berlalu," ujar Aruna.      

Menyadari aruna hendak turun dari kursi yang menopangnya lelaki bermata biru bangkit menyodorkan telapak tangannya. Dia mendapatkan genggaman tangan mungil istrinya.      

"banyak hal yang terjadi di sini," ini suara Hendra.      

Perempuan hamil yang hendak melangkahkan kaki. Dan lelaki itu terlihat hati-hati mengamati langkahnya.      

"banyak sekali yang berubah, tapi tidak dengan danau ini," ungkap Aruna.      

"tempat ini menemani perjalanan kita secara sempurna," Hendra ikut bersuara.      

Benak Aruna berlari menuju hari dimana dirinya dijadikan peri danau lengkap dengan baju dan bunga-bunga yang melimpahi perahu yang dia naiki kala itu pada pre-wedding. Betapa dirinya waktu itu sangat marah ketika hendra memaksakan sebuah ciuman tepat di bawah pohon tempatnya kini berdiri.      

"kenapa kamu tersenyum?" tanya hendra penasaran, "apa kamu mengingat hari dimana kita menghabiskan pagi dengan bercinta di bawah sana?"      

"kau ini!" tangan mungil itu mendarat di perut Mahendra.      

"oh' baby bergerak?" sekejab berikutnya telapak tangan Aruna menyentuh perutnya. Serta merta lelaki bermata biru mengusir tangan Aruna. Lelaki itu menggantinya dengan telinga yang menempel di perut.      

"kenapa baby diam ketika aku mendekat?" wajah Mahendra muram. Bibirnya di tekuk.      

"mau tahu kenapa?" perempuan yang mulai berjalan beberapa langkah menghentikan gerakannya. "sebab dia tak mengenali daddy-nya?" tukas aruna.      

"bagaimana bisa, sel yang membuahi telur berharga itu adalah milikku," bukan hendra kalau kata-katanya tidak absurd.      

"deddy nya melewatkan pertumbuhan yang berharga. terlalu sibuk bekerja, tidak pernah ikut kelas kehamilan, kelas Hypnobirthing, kelas ibu dan ayah, semua kita jalani berdua saja," kalimat aruna beritme cepat dan sinis.      

"apakah permintaan maaf bisa menyelamatkan ku kali ini?" seorang lelaki memelas pada istrinya. Matanya berkedip-kedip.      

"tak perlu minta maaf, bukan kami yang rugi, tapi Anda presdir," kalimat ini seperti tamparan kecil namun kelembutannya menusuk hati.      

"anda kehilangan momen indah kami," aruna berkata sambil tersenyum, senyum yang membuat mahendra menggigit bibirnya.      

"bagaimana kalau guru privat Hypnobirthing kita undang sore ini?"      

"terlambat, semua kelas ku sudah selesai,"      

Aruna mengamati lelaki yang mengangguk-angguk ringan, tangannya bertautan satu sama lain memberi penjelasan implisit dari rasa bersalah.      

"tapi baby tahu deddy nya lelaki hebat, sebab itu dia di butuhkan banyak orang, jadi kami putuskan kami baik-baik saja. Meskipun waktunya untuk kami tak banyak,"      

Ada seseorang yang mengurai senyum lebar, senyum yang membuat matanya menyipit sempurna dan lesung pipi menggores sudut wajah.      

"Aaargh!" Aruna terkejut tubuhnya terangkat di bawa dalam pelukan.      

"kalian membuatku sempurna," lelaki tersebut berkata.      

"turunkan aku, aku harus belajar berjalan yang cantik," ini suara Aruna. Perempuan ini ingin terlihat sempurna pada acara akbar esok hari.      

"buat apa? Kamu sudah cantik,"      

"cantik apanya? Lemak dimana-mana, turun-turun,"      

"tetap cantik," Hendra merelakan Aruna turun dari dekapannya.      

"hendra berapa lama aku harus berdiri menyambut tamu?"      

"yang seperti itu tidak perlu di lakukan istriku,"      

"terus buat apa baju dan sepatu yang kamu berikan,"      

"ada deh? Lihat saja besok?" lelaki bermata biru sekedar tersenyum menyentil rasa penasaran istrinya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.