Ciuman Pertama Aruna

IV-269. Mata Lelaki Kering Tapi Hatinya Bersimbah Darah



IV-269. Mata Lelaki Kering Tapi Hatinya Bersimbah Darah

0'tidak akan ada selendang yang mampu membawaku terbang, jaka tarub ku lebih mengikat,' gumaman ini milik perempuan yang tak kuasa melepas pelukan suaminya. pria yang dia tahu terlalu bergantung padanya.      
0

Tapi sebenarnya mengikat saja tak cukup untuk menjadi alasan Aruna. Kini mahendra lebih dari istilah itu, dia memikat. Aruna mengusung gerakan menelusupkan jemarinya ke sela-sela rambut lelaki yang membenamkan wajah di perutnya.      

lelaki ini terkesan manja dengan berselasar di lantai sembari memeluk perutnya.      

'basah?' ini gumaman aruna memastikan apa yang iya rasakan.     

"kamu?" aruna merundukan kepalanya. pria yang masih mengenakan setelan hem kerja yang terbuka pada dua kancing baju –enggan menunjukkan wajahnya, "hai…," Aruna memberi peringatan lirih pada hendra, pria yang mempererat pelukan di perut perempuan hamil dan tidak mau menampakkan diri.      

ada senyum yang menggantung di bibir Aruna, mengetahui apa yang terjadi pada pria yang bersembunyi di pangkuannya. wajahnya memang tersembunyi akan tetapi aruna tahu lelaki itu melelehkan sesuatu, dan dia malu mengakuinya.      

ketika Mahendra berdiri dia berbalik sekejap membuat usapan cepat dengan kain yang membungkus lengannya. menggemaskan melihat Hendra haru. walaupun dia masih saja gengsi di hadapan istrinya sendiri, hendra tetaplah pria imut detik ini. sebab wajahnya merah padam seperti tungku panci yang kelamaan dipanggang. ingusnya mungkin tidak terlihat lagi, terhapus kain putih di lengannya tapi warna merah matanya tidak bisa membohongi Aruna.      

"aku tidak akan bertanya kamu kenapa," aruna menggodanya.      

"sangat memalukan harus mengakui ini," suara hendra terdengar kaku tapi tidak bisa di pungkiri ada getaran malu di bibirnya.      

Aruna tak bisa menyembunyikan senyumannya.      

"ayolah jangan tersenyum dan menatapku begitu," ia yang bicara mengeluh, membasuh dahinya yang tak berkeringat.      

"kemarilah, ada kado untuk lelaki melo-ku," canda aruna belum mau reda.      

"jangan menggoda Ku, ku mohon," matanya melebar mengancam aruna.      

"ayolah kamu yakin tak mau," tangan mungil itu menjulur ke arah wajah lelaki bermata biru. tahu apa yang akan di berikan istrinya padanya. Hendra datang menyambutnya. menyambut telapak tangan lembut bak bayi milik sang istri, Aruna jarang bekerja dengan benda-benda kerajinan tangan favoritnya akhir-akhir ini, jadi wajar jemarinya kehilangan rasa kasat.      

sebuah kecupan kecil hadir selepas hendra merasakan pipinya di sentuh dua telapak tangan sang istri. pria bermata biru memutuskan melanjutkan hadiah kecil istrinya dengan membopong tubuh berisi dua manusia dalam dekapannya.      

lesung pipinya sempat terlihat saat dia melepas lumatan dan membiarkan istrinya menatapnya.      

"apa yang membuatmu haru?" ini pertanyaan yang di tahan aruna beberapa menit lalu sebelum keduanya terbaring di atas ranjang yang sama.      

"apa kamu tak ingat?" hendra tidak memberinya jawaban, lelaki tersebut malah bertanya balik, "ada pria yang takut tidur dengan perempuan, dia meminta seorang gadis menandatangani kontrak tentang dilarang tidur sebelum dirinya tidur,"      

"Bwa ha ha ha," tak kuasa menahan tawa, aruna melepas kekeh itu begitu saja. menyadari betapa konyolnya mereka dulu.      

"dan pria itu sekarang bisa menghamili anak orang, sampai sebesar ini," dia menghembuskan nafas lega sekaligus berbangga, "kadang segalanya masih seperti mimpi saja," ujung jemarinya menyentuh lembut letak beby berada, "aku akan jadi ayah."      

lelaki bermata biru terdiam lama, "sesuatu yang dulu bahkan tak berani ku bayangkan."      

Aruna kehilangan rasa humornya, bagaimana pun juga yang dia dengar bukan sesuatu yang bisa ditertawakan bersama. Hendra dan tubuhnya yang di isi janin merupakan perjalanan panjang dari seorang lelaki yang berjuang melewati sindrom kronis akibat trauma masa kecil.      

"jangan bersedih kalau aku berlebih," mata biru itu terangkat, mengalihkan tatapan dari perut Aruna ke mata coklat yang juga menatap si biru sayu, "berlebih mengawasimu," dia yang bicara mengangguk ringan, "dan melarangmu melakukan ini itu. bahkan keluar dari rumah ini, atau tidak memberimu kesempatan menengok kebelakang mengenang kehidupanmu yang dulu,"      

"ya, aku pria mengerikan dengan tingkat keegoisan yang tak bisa di tawar," dia bujar sembari mengangkat telapak tangan kanannya mengelus pipi aruna yang memberinya tatapan penuh.      

"andai mengurungmu tidak melanggar hak asasi mu sebagai manusia, atau membuatmu berduka tiap saat, aku akan melakukannya," matanya menyala dan itu hendra yang sesungguhnya.      

lelaki dengan logika tinggi tapi sering kali melewatkan eksistensi hati, kadang kala monster abu-abu masing bersarang di jiwanya. mendorongnya bertindak ekstrim di luar kebiasaan orang lain.      

"apa yang kamu lakukan pada nawang wulan andai kamu berperan sebagai jaka tarub?"      

dia yang di tanya aruna tersenyum.     

"aku akan membakarnya, membakar selendang itu hingga jadi abu," aruna menarik ringan telapak tangannya, dia memegangi dadanya, "siapa pun tak akan bisa menemukan selendang itu di jerami, sebab jeraminya kugunakan untuk membakar selendang sampai habis, tak bersisa."      

"jaka tarub versi mu lebih kejam," tutur aruna masih memegangi dadanya.      

"beberapa pria bertindak di luar logika sebab dia terlalu takut kehilangan," hendra berdalih.      

"ketika cinta yang ditawarkan seorang pria tulus dan bersih, mereka cukup dengan melihat perempuannya bahagia," aruna menimpali.      

"itu dongeng yang di rajut pujangga, aku tak bisa seperti mereka, yang mampu menikmati rasa berbangga atas sesuatu tanpa memilikinya, tanpa sentuhan, tanpa keberadaan," kata-katanya kaku dan terdengar menggebu, "aku akui diriku lebih banyak menggunakan otak kiri, aku tak pandai berimajinasi, jadi yang aku anggap nyata adalah sesuatu yang bisa ku raba, ku lihat, ku dengar dan ku hirup baunya,"      

aruna membalik tubuhnya memunggungi keberadaan mahendra. sedikit kesusahan dengan perut besar yang harus dia usung sebelum berhasil menghilangkan wajah pria yang baru saja merapalkan mantra-mantra belenggunya. teralis besi imajiner yang tak bisa di tembus siapa pun.      

"lelaki memang tidak meratapi kepergian orang-orang yang mereka cintai," pria ini mendekat memberi pelukan dari sisi belakang Aruna.      

"anehnya kami sering kali meneteskan air mata sebab terlalu bahagia, dan mengunci air mata itu ketika kami bersedih, tapi percayalah, ketika lelaki sepertiku kehilangan sesuatu yang lebih berharga dari hidupku. seolah ada sebuah belati tajam yang menikam jantung, mata kering tapi hati berdarah," ucapan hendra berhembus hangat di telinga aruna. bibir lelaki bermata biru tak jauh dari keberadaan telinga aruna.      

"apa kamu pernah merasakannya?" tanya aruna penasaran.      

"aku tidak akan berkata-kata seperti ini andai aku tak pernah merasakannya, kamu tahu aku bicara atas apa yang aku rasakan secara fisik," jawab Mahendra.      

hendra berharap aruna menimpali jawabannya akan tetapi perempuan ini membisu.      

"hari dimana kamu bersimbah darah dan masuk ruang ICU," jemari hendra menelusuri bekas luka di punggung aruna, jemari itu menyentuh ringan mengakibatkan kulit aruna merinding sesaat, "rasanya aku ingin mati saja, jika kamu tak bangun hari itu juga,"      

"legenda-legenda tua menceritakan bagaimana perempuan murka, lalu mereka meninggalkan lelakinya.., yang bisa jadi tak sengaja bertindak melewati batas. tapi kisah-kisah kuno itu tidak pernah menceritakan bagaimana penyesalah jaka tarub atas kepergian nawang wulan, atau Toba yang mendapati ikan mas jelmaan istrinya murka lalu menenggelamkan dirinya," hendra mengusung legenda danau toba dan pulau samosir dalam ruang diskusi antara dirinya dan Aruna.      

"bahkan, aku meyakini cinta rahwana lebih kuat dari pada rama terhadap dewi sintha," semua orang tahu dewi sintha adalah perempuan yang di culik rahwana dari suaminya, rama.      

"andai kisah itu di ceritakan dari sudut pandang rahwana," lengkap hendra.     

"bagaimana bisa??" aruna yang tadinya diam tiba-tiba menimpali, alisnya mengerut tak setuju. rahwana sosok iblis yang diceritakan memiliki sepuluh wajah.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.