Ciuman Pertama Aruna

IV-268. Tidak Ada Selendang Yang Mampu Membawaku Terbang



IV-268. Tidak Ada Selendang Yang Mampu Membawaku Terbang

0"tentu!" tegas hendra, "apa pun yang kamu inginkan, katakan!" namun kemudian aruna menemukan semangkuk mie yang dulu dia sebut mie pedas di hadapannya.      
0

"Oh' sepertinya aku menemukannya," Aruna hendak beranjak dari duduknya. tapi pria yang memeluknya. tidak memberinya ruang untuk bergerak, dia menghisap ujung pundak dengan hirupan hidung dan bibirnya, "hendra," ujar Aruna meminta lelakinya sadar.      

"apa sayang?" lelaki itu baru membuka bulu mata lentik yang menyembunyikan warna biru cemerlang.      

"kau membuatku tak bisa meraih makan malamku," aruna berusaha menyadarkan lelaki yang enggan melepas tubuhnya.      

"yang mana, yang mana yang kamu inginkan," kaki kanan yang bukan merupakan tempat istrinya didudukkan. hendra membukanya sehingga dia bisa mendorong tubuhnya mendekati meja yang tersaji di depan mereka.      

"yang ini," mata aruna tertuju pada sesuatu dan hendra tahu itu model tak pedas dari mie kuah kesukaan istrinya. koki di rumah induk bisa menyajikan mie kuah dengan bahan yang bebas penyedap rasa dan aman dikonsumsi ibu hamil.      

lelaki bermata biru membawanya ke hadapan istrinya, tepat di antara perut dan dada aruna, sehingga perempuan ini tinggal meraih sendok untuk menyesap kuah yang ia idamkan.      

Ada hembusan kecil ke arah sendok yang di genggam istrinya. Lelaki bermata biru ini membantu mendinginkan kuah mie sebelum menyusup pada bibir istrinya.      

"enak?" hendra bertanya dan aruna mengangguk ringan.      

hendak meraih garpu guna mengais mie di mangkuk, sendok aruna jatuh ke lantai. keinginannya tertahan sebab secara mengejutkan lidah seseorang menyusup di bibirnya. ikut menghisap kuah di mulutnya.     

"ah'," ini suara terkejut aruna. pria yang memangkunya menggunakan paha kiri tersebut kini berhasil memeluknya dari arah depan dan melumuri si ranum merah. matanya terpejam.      

"kruuucuk," lucunya perut nakal memberi tahu pemiliknya lapar.      

"baby kita sudah pandai mengganggu," lelaki bermata biru membuka matanya selepas membebaskan bibir yang baru dia lumat.      

.     

.     

"sayang apa kita sudah packing kebutuhan persalinan mu?" tanya mahendra selepas lelaki ini menatap bangga istrinya yang berhasil menyelesaikan makan malam.      

"sepertinya, em…," Aruna tidak yakin tapi dia pernah meminta tolong pada ratna.      

"sudah nona," ratna dan beberapa orang yang sekian menit lalu di minta Hendra merapikan makan malam --sebagian belum tersentuh-- tersebut memberi jawaban.      

"oh' begitu," ini suara hendra lelaki itu bangkit, berdiri merapikan hem di tubuhnya, gerakan yang sudah menjadi kebiasaan lelaki tersebut. sebelum dia menyodorkan telapak tangan kanannya.      

"emm..?" aruna termangu bingung.      

"mari kita periksa," ajak mahendra.      

'tumben sekali,' batin Aruna di dalam hati. lelaki ini banyak menghabiskan waktunya dengan bekerja dan ketika dia pulang wajahnya sudah kusut kelelahan. Hal-hal semacam memberi ruang interaksi terasa kian mahal.      

memang benar, hendra kadang kala memberikan waktunya dengan membantu aruna membersihkan diri di pagi hari, tapi setelah itu jangan harap hal menyenangkan terjadi.      

.     

.     

"Tiga koper?" aruna menatap tertegun atas apa yang tersaji di hadapannya.      

"aku rasa tiga koper terlalu berlebih," ujar aruna sekali lagi.      

"jangan berkomentar kalau kamu belum memeriksa isinya, sayang," hendra menimpali.      

"Ratna…," ini panggilan yang di usung Aruna, "maaf apa kamu yang menyiapkan tiga koper?"      

ratna buru-buru menyusup pada ruang display baju, "hanya dua nona, itupun atas arahan mommy gayatri dan oma sukma,"      

"lalu siapa yang satu?" ratna mendapat tatapan mata biru yang membulat lebar ke arahnya, "mungkin saya, maaf saya lupa," terlihat ratna berbalik dan buru-buru keluar ruangan.      

"siapa yang menyiapkan ini," telunjuk aruna mengarah pada koper berwarna pink, "warnanya cantik, aku belum pernah melihatnya," telapak kaki telanjang yang kian bengkak itu berjalan perlahan menyangga perut besar ke arah koper pink.      

"istriku ingin membuka nya?" ini penawaran mahendra. ada kerlingan di matanya.      

"jadi kamu pelakunya?" tuduh aruna.      

"mungkin," lelaki bermata biru tidak menolak dan mengiyakan. akan tetapi ketika menyadari istrinya kesusahan untuk merundukkan tubuh –meraih koper pink. lelaki ini menahan tubuh aruna. menoleh kekanan dan kekiri mengamati seputar. mencari sesuatu, sejalan kemudian dia mendapati sebuah kursi yang biasa digunakan untuk mengenakan sepatu. di geser kursi tersebut ke arah istrinya.      

ditatapnya perempuan yang menurutnya kian terlihat istimewa.      

"kamu cantik," dia berbisik ketika kursi yang di bawa berhasil di duduki istrinya.      

"jangan menggodaku," jujur aruna merasa ungkapan mahendra seperti gombalan kosong. aruna sadar mahendra menatap cermin yang membentang. tubuhnya mirip boneka sapi gemuk. tinggal menguap mengantuk dia akan mirip gaungan suara sapi.      

"aku tidak menggoda, itu yang ada di benakku saat ini, kamu paling cantik dengan perut besar, tercantik dari semua hari yang kita lewati, ialah detik ini," ungkap mahendra, sembari meraih koper pink mendekati keberadaan istrinya dan perlahan benda itu di tidurkan hendak dibuka resletingnya.      

ada senyum menggantung, mahendra penghibur ulung, bagaimana tidak, rambut aruna saja belum sempat di sisir, berantakan, dengan baju putih kusut memanjang selutut. saat hendra datang dirinya bahkan belum sempat mandi. kusutnya baju ini sebab terlalu banyak di ajak berbaring di atas ranjang.      

"sepertinya kamu belum percaya dengan kata-kataku?" ujar mahendra mengunggah lamunan aruna yang konsisten sibuk menatap bayangan maya dirinya di cermin.      

"lekukan tubuhmu," dia memberi istrinya suara parau. berbisik di telinga.      

"hendra!" aruna terkejut. pria itu menyingkap roknya dan mengusap perutnya.      

merasa puas atas kenakalan yang dia usung, pipi lelaki bermata biru menyajikan lesung pipinya.      

"so," hendra memberi tatapan tepat di mata aruna. "setelah beby lahir, mari kita rencanakan program anak kedua,"      

"yang benar saja! mudah sekali bicara," melihat ekspresi jengkel aruna, hendra tertawa lepas. lupa dia hendak menunjukan isi koper pink.      

"tunggu," aruna memperhatikan pada koper yang terbuka, "kamu yang menyiapkan ini?"      

"apa kamu suka?"      

wajah masam berubah menjadi senyum lebar, di dalam koper pink adalah perlengkapan make up dan mandi untuk aruna, ke semuanya berwarna pink. agaknya sedikit berbeda dari kebiasaan perempuan yang sebenarnya tomboy ini. tapi aruna menyukainya. bandana kecil dengan dua motif, baby dan bunda. sangat lucu dan imut. termasuk baju, dan beberapa pernak-pernik menyenangkan di mata.      

"kapan kamu mempersiapkannya," hendra tidak memberi istrinya jawaban. dia hanya tersenyum bangga terhadap dirinya sendiri selepas menyadari aruna suka mendapatkan pernak pernik lucu hasil berburu dengan para ajudannya.      

"bagaimana bisa kamu kepikiran hal-hal semacam ini?" di dalam sana ada baju menyusui, termasuk kain yang bisa membantu aruna menutupi bagian tubuh yang nantinya bakal di sesap bayi.      

"aku membacanya di internet," jawab jujur mahendra.      

"aku sempat berfikir, memberimu mobil baru sebagai hadiah melahirkan akan terlihat luar biasa," pria ini meraih beberapa benda yang sepertinya ingin dipegang istrinya, "tapi anak-anak (para ajudan lelaki) bilang itu tak akan berkesan di matamu. mobil milikmu, hadiah pernikahan kita dari opa wiryo, jarang kau sentuh, mereka yakin pernak-pernik lucu lebih berkesan,"      

"aku senang para ajudan bisa memberi arahan tuannya yang sering gagal memahami istrinya," aruna menyindir hendra.      

"tapi yang kamu sentuh itu adalah pilihanku, apakah itu buruk??" Hendra tidak suka mendapat kata-kata terkait dirinya yang sering gagal memahami aruna.      

"buruk nggak ya??" mata coklat melirik memberi tatapan menggoda.      

"kamu harus jujur," tuntut mahendra pada aruna yang detik ini mengangkat baju bayi berwarna kuning dengan motif bunga-bunga pink, cerah seperti mentari pagi.      

"jujur!" tuntun mata biru.     

"sedikit,"      

"berbohong! pilihanku sangat cantik," hendra merebut benda dari tangan istrinya dan mengangkatnya untuk diamati secara seksama.      

"ini sangat cantik, kamu tak bisa menolaknya," lalu baju itu ditempelkan pada perut Aruna. pasangan suami istri ini tersenyum cerah. secerah baju yang mereka sentuh berdua.      

"aku tidak sabar," hendra berkata dengan maksud tak sabar menanti baby lahir.      

"sama," balas aruna. lelaki bermata biru melepas baju mungil dari tangannya sebab detik ini hendra memilih memeluk tubuh istrinya.     

'tidak akan ada selendang yang mampu membawaku terbang, jaka tarub ku lebih mengikat,' gumaman ini milik perempuan yang tak kuasa melepas pelukan suaminya. pria yang dia tahu terlalu bergantung padanya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.