Ciuman Pertama Aruna

IV-267. Siapa Yang Terbelenggu



IV-267. Siapa Yang Terbelenggu

0Bab Sebelumnya telah di perbaiki. Mohon di baca ulang. Terimakasih.      
0

.     

.     

Para lelaki rumah induk dengan nyata lebih jeli dibanding yang Aruna bayangkan. Bagaimana sosok dirinya yang bahkan belum mengenyang pendidikan dengan tuntas di bangku kuliah bisa mengimbangi keduanya.     

Terasa makin mustahil saja, siapa dirinya berani bermimpi mengimbangi Suaminya terlebih tetua Wiryo. keluar dari belenggu mereka yang memegang prinsip dan tak terbantahkan.      

"Nona?" ratna mendekati perempuan yang pada akhirnya mengabaikan alat komunikasi digital di tangannya. perempuan tersebut meletakkan benda itu di atas ranjang. dia membaringkan tubuhnya. kepalanya berdenyut detik ini. untuk itu perempuan ini memilih menutup matanya. dia tak ingin memikirkan apa-apa. walaupun kenyataanya dia memikirkan segalanya, tentang nasibnya dan nasib bayi perempuan di dalam rahimnya.      

melihat nonanya enggan di ajak bicara. ratna meraih smartphone dan mengembalikan pada tempatnya. segalanya terkesan sangat kontras. ketika perempuan bermata coklat hangat tadi menginginkannya ia terlihat sangat antusias, entah apa yang dia baca, sampai-sampai jiwanya seolah terambil dan melemah.     

~~~     

"kami akan menyiapkan unit khusus, di lobi, di hall utama bahkan di lantai tertinggi tempat istri anda nanti istirahat," ini suara Raka. lelaki bertubuh tambun tersebut sangat pandai menyenangkan Hendra terutama dari caranya mengatur siasat untuk menjaga harta paling berharga dalam hidup lelaki bermata biru.      

"Andai terjadi sesuatu, kami merekomendasikan jalur khusus menuju lift," ujar Raka.      

Raka sadar betul keadaan sedang tak baik. terutama setelah dengan sengaja orang-orang di bawah naungan Djoyo makmur Group memilih perang fisik untuk mengambil ajudan dan CEO tak tetap mereka yang di tawan tarantula. Serangan yang mengakibatkan gedung pelayanan keamanan milik tarantula. bisnis terbaru mereka rusak total. pemimpin tertinggi kabarnya masih di rumah sakit.      

tuntutan Hukum di antara keduanya sedang di persiapkan tinggal menunggu siapa yang merasa lebih yakin untuk membuka kekacauan ini di publik.      

Kartu AS dari kedua belah pihak saling di adu. tinggal menunggu. seperti sang tuan mereka yang sedang menunggu bayi di dalam rahim istrinya lahir.      

"Aku mau semua kamera CCTV menyala, jika ada yang tak beres segera bertindak," hendra menghentikan langkahnya. mengintip mobil yang sedang bergerak di bawah sana. mereka seperti miniatur yang sedang di mainkan anak kecil.      

"sekali lagi saya katakan, anda jangan khawatir, Pradita menyiapkan Tim terbaiknya," hendra tersenyum datar.      

"tolong pasang Widow sefty hammer," hendra mengetuk jendela, "di sini,"      

raka tersenyum menimpalinya. secermat itukah lelaki ini memikirkannya. bahkan dia menghitung kemungkinan seseorang terjebak di dalam hall dan membutuhkan palu yang mampu meretakkan kaca dengan ketebalan ekstra.     

walaupun raka tak yakin benda semacam itu di butuhkan lelaki ini tetap mengangguk.      

"segera kami siapkan,"      

mereka berjalan menyusuri tiap sisi, berpindah dari lantai satu ke lantai lainnya.      

"bagaimana pembangunan di timur?" kini topik Mahendra berubah.      

"menakjubkan," raka membalas dengan antusias, "memang benar DM group harus menggelontorkan anggaran yang tak sedikit, akan tetapi aku sangat yakin bahwa kita bisa berhasil," ungkap Raka.      

mahendra tersenyum ringan, "raka tak memiliki kapasitas untuk menghitung prosentase keberhasilan bisnis baru, jadi mahendra meyakininya sebagai gairah pemuda itu dalam menjalankan tugas alih-alih mempercayai laporannya.      

"Saya pada mulanya sangat pesimis, lalu berubah, setelah melihat antusias masyarakat di sana, mereka menyambutnya dengan baik, andai kita bisa membidik wisatawan mancanegara. project ini akan lebih mudah lagi. lingkungan asri tak banyak tersedia di muka bumi untuk saat ini. terlebih hutan alami, satwa yang hidup secara bebas lepas, masyarakat dengan keelokan lokal mereka. itu semua aset yang tak ternilai, resort-resort kita, serta pembangunan di segala lini yang coba kita rancang akan memberikan kenyamanan baru untuk pengunjung dan pastilah kebangkitan ekonomi,"      

tentu hendra berhenti untuk mendengarkan raka.      

"Aku melihatmu sedikit berubah," celetuk Mahendra.      

"ha ha ha," dan Raka tertawa. Tuannya sepertinya tahu dia mencoba mempelajari bisnis selepas di minta membangun Dream City pada kota di timur sana.     

Hendra ingin sekali menanggapi komunikasi dengan Raka lebih dari ini. namun gangguan datang, herry mendekat, memberi isyarat bahwa dia perlu bicara.      

.     

"ada apa?" ujar mahendra tatkala dia mendekat pada ajudannya.      

"nona aruna belum menyentuh makanan sejak siang," hendra mengintip jam di tangan, saat ini lebih dari sore, langit di luar akan menggelap sebentar lagi.      

"tanyakan, apa dia sakit? dan beri tahu ratna untuk menyiapkan semua makanan yang istriku sukai," mahendra bergegas meninggalkan tempatnya menghabiskan banyak waktu mengetahui perkembangan pembangunan di timur sana bersama Raka.      

lelaki bermata biru sempat terhenti di satu lantai, dia mengingat satu hal yang harus dia minta pada Surya. sebelum meminta herry di ganti Juan dan pemuda itu melesat membawanya kembali ke rumah induk.      

.     

.     

"kenapa kalian masih bengong?!" bagaimana tidak, rak makanan empat susun sudah penuh sesak dengan menu makanan, akan tetapi lelaki bermata biru ini meminta berbagai varian minuman.      

"bawa semua ke kamarku, ikuti aku," petugas yang bertanggung jawab di dapur lekas meminta rak baru, dan rak itu dengan cepat di penuhi varian minuman serta kudapan.     

tiga orang berjalan hati-hati mendorong rak susun berisi makanan, memburu langkah cepat mahendra.      

ratna salah satu dari asisten rumah induk membuka pintu kamar lebar-lebar. bahasa tubuhnya memberi tanda untuk para pendorong rak susun memelankan langkah, kalau perlu masuk tanpa suara. selepas dua rak susun itu mendekati ranjang tangan Mahendra mengusir mereka kecuali ratna.      

"sejak jam berapa aruna tidur," tangan lelaki bermata biru menyentuh dahi sang istri. tidak ada rasa hangat di sana.      

"sejak siang tuan,"      

sekali lagi jam di dinding membuat hendra agaknya panik. lelaki ini mendekatkan bibirnya ke daun telinga.      

"buka matamu sayang," bisikan berudara hangat menyusup di telinga Aruna.      

"tinggalkan kami ratna," hendra menjauhkan bibirnya dari daun telinga sang istri meminta ratna pergi.     

tepat ketika ratna menutup pintu. napas berat terdengar dari bibir hendra. tangan lelaki itu menyusup ke dalam selimut, lebih dalam masuk ke gaun istrinya. dan meraba yang ada di dalam sana.      

"bangunlah sayang," kembali bibir lelaki bermata biru mendekati daun telinga istrinya. nafas hangatnya menyusup dalam daun telinga sekali lagi. kali ini di imbuhi kecupan pada pelupuk mata dan perempuannya menggeliat sebelum matanya terbuka.      

hendra tersenyum melihat istrinya mengusap pelupuk matanya dengan punggung telapak tangan. sebelum duduk dan memberinya tatapan.      

"aku ke kamar mandi dulu," ini suara aruna.      

"mau aku bantu?" perempuan hamil itu menggelengkan kepalanya.      

"okey, pelan dan hati-hati," ujar hendra menatap aruna menuruni ranjang mereka. sejalan berikutnya sembari menunggu aruna keluar dari kamar mandi pria ini dengan sabar menata makanan ke atas meja, memindahkan dari rak susun beroda yang di bawa asistennya.      

tatkala aruna keluar pria itu menoleh menatap istrinya.      

"kemarilah sayang, duduk di sini," hendra menepuk satu pahanya, "aku punya sesuatu untukmu,"      

"sebanyak ini siapa yang akan memakannya," aruna terkejut dengan apa yang dia lihat.      

"duduk, duduklah di sini," lelaki bermata biru kembali menawarkan satu pahanya.      

Sempat ragu, aruna akhirnya menurutinya. duduk di paha kanan suaminya dan merasakan pria itu merangkul tubuhnya yang mungil. kontras sekali dengan perawakan hendra yang tinggi tegap. bahkan tangan lelaki ini cukup lebar saat dia menelungkup di atas perut, "untukmu," si pemilik mata biru mengeluarkan bunga berwarna biru dari balik punggungnya.      

"aku harap kamu suka," bibirnya menyentuh sisi belakang leher Aruna. sebelum membuat dekapan lebih erat, "kau harus makan sesuatu atau aku bisa gila memikirkan kalian berdua,"      

'apakah lelaki yang seperti ini perlu di kawatirkan?' batin aruna tak mau diam.     

'sebenarnya siapa yang terbelenggu di sini?'     

hendra masih memeluknya. mata lelaki ini terpejam di balik punggung Aruna. beberapa kali sesapan di punggung di hantarkan sebagai upaya untuk merayu Aruna supaya mau menuruti kehendak hendra, memasukan makanan ke dalam mulut.      

"andai aku menginginkan yang lain selain di meja dan rak susun, apa kamu akan mencarikannya untukku?" tanya Aruna, perempuan ini sedang menguji sesuatu, entah apa itu.      

"tentu!" tegas Hendra, "apa pun yang kamu inginkan, katakan,"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.