Kisah Istri Bayaran

Pertemuan Tak Terduga (4)



Pertemuan Tak Terduga (4)

0"Gu Qingqing, 25 tahun. Ibunya Wu Aimei dan kakaknya Gu Qingshan, sedangkan ayahnya sudah meninggal. Gu Qingqing menikah dengan Leng Sicheng. Hm… Leng Sicheng dan Gu Qingqing. Menarik."     
0

Lin Zhouyi tersenyum. Ia mendorong kursi putarnya dan berdiri, lalu berjalan ke depan jendela. Di lantai bawah, ada begitu banyak orang dan lalu lintas yang ramai. Gu Qingqing, yang baru saja turun, tidak tahu bahwa ada sepasang mata yang menatapnya dari lantai atas.     

Namun, Gu Qingqing sekarang tidak mempedulikan soal Lin Zhouyi dan bergegas pulang. Ia baru saja duduk, bahkan masih belum sempat untuk makan, saat sebuah panggilan masuk.     

"Qingqing, sesuatu terjadi!"     

———     

Ketika Gu Qingqing tiba di rumah sakit, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Koridor di depan ruang operasi terlihat sangat jelas. Di sebelahnya, duduk satu keluarga yang terdiri dari lima orang duduk. Semua orang tampak dilanda kesedihan.     

Di sisi lain ruangan, duduk seorang wanita paruh baya berusia enam puluhan dan seorang pria muda berusia tiga puluhan. Wajah wanita paruh baya itu sedikit khawatir dan lelah. Sedangkan, pemuda di sebelahnya terduduk miring di kursi. Ia memainkan ponselnya sampai bosan dan menguap.     

Melihat kemalasan pria muda itu, pria paruh baya di sebelahnya bergegas keluar dan meraih lehernya. "Jika terjadi sesuatu pada adikku, aku tidak akan membiarkanmu pergi!"     

Pria muda itu tampak acuh tak acuh, lalu berkata dengan bangga, "Kamu tahu siapa adik ipar saya? Adik ipar saya adalah Presiden Leng Shi Group…" Kemudian, ia menyipitkan matanya dan tiba-tiba melihat Gu Qingqing di ujung koridor. Ia segera melambaikan tangan. "Mengapa kamu baru datang?"     

Ketika Gu Qinqqing melihat situasi ini, ia sudah tahu bahwa kakaknya kembali membuat masalah. Ia berusaha menahan kemarahan dan tidak peduli lagi dengan kakaknya. Ia langsung berjalan ke arah si wanita paruh baya. "Bu, teleponnya terdengar tidak jelas. Apa yang terjadi?"     

"Itu kakakmu! Bukankah dia kemarin berkelahi dan menghancurkan toko orang? Ini temannya dari toko itu," terang wanita paruh baya itu, "Semalam dia diantar ke rumah sakit dan sekarang dia sedang dioperasi karena limpanya robek. Dengar-dengar, dia dipukul kakakmu."     

Gu Qingqing kehilangan kata-kata. Ia melirik kakaknya yang masih mau berbicara. Gu Qingshan juga tahu bahwa ia bersalah. Meskipun ia merasa sedikit tidak terima, ia hanya bisa duduk dan menggerutu.     

Di sisi lain, suasana hati keluarga korban mulai mereda. Waktu terus bergulir dan detik demi detik terlewati, berganti menjadi menit dan jam. Pada saat jam menunjukkan pukul empat dini hari, lampu merah di ruang operasi akhirnya padam dan dokter keluar dari ruangan itu.     

"Operasi berjalan sukses, tapi kita masih perlu melihat kondisi pasien beberapa hari ini."     

Semua orang merasa lega. Setidaknya, tidak ada yang terbunuh. Namun, masih ada kemungkinan limpa korban kembali robek. Berarti sudah jelas bahwa mereka masih butuh uang. Keluarga korban juga bersikap tegas.     

"Total biaya pengobatan adikku, biaya kehilangan kerja, dan biaya kehilangan mental setidaknya butuh 200.000 RMB!"     

Meski anggota keluarga korban itu berbicara dengan galak, Gu Qingqing menolak untuk menyerah. "Siapa tahu jika itu bukan karena perkelahian tempo hari? Jika dia terluka kemarin, lalu sengaja mendorongnya pada saya…"     

"Kenapa, tidak mau memberi uang? Baiklah, kalau begitu aku akan memanggil polisi!" sahut anggota keluarga korban itu yang juga tidak mau kalah.     

Kemarin, setelah kakaknya menghancurkan toko, Gu Qingqing masih bisa mengandalkan uang untuk menyelesaikannya. Namun, sekarang kakaknya benar-benar dalam bahaya. Jika mereka melapor ke polisi, setidaknya kakaknya bisa diperkarakan dengan kejahatan melukai orang dan ia bisa dipenjara!     

Gu Qingqing sangat marah melihat orang di depannya masih mau mengembangkan masalah menjadi insiden kekerasan lainnya. "Kak, tolong kurangi kata-katamu!" Kemudian, ia menoleh dan kembali menatap keluarga korban dengan tulus. "Anda jangan khawatir, kami akan bekerja sama dengan baik."     

Sekadar mengatakan kerja sama memang gampang, tetapi bagaimana nanti jadinya? Bukankah kerja sama juga harus dengan uang?      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.