Kisah Istri Bayaran

Tidak Dapat Diucapkan (1)



Tidak Dapat Diucapkan (1)

0Mata Gu Qingqing berkedip-kedip. Ia awalnya bersandar di dinding sambil dengan tangan terlipat. Diam-diam, telapak tangannya yang tersembunyi di balik lengannya mencubit daging lembut lengannya dengan kuat. Sepertinya, hanya rasa sakit seperti ini yang dapat Gu Qingqing gunakan untuk menyembunyikan hatinya yang gemetaran.     
0

"Oh, baik. Apakah masih ada hal lain?" tanya Gu Qingqing dengan tenang. Padahal, ia mengepalkan tangannya dengan kuat dan bahkan suaranya juga sedikit gemetar. Tidak, bukan hanya suaranya. Jika Gu Qingqing tidak bersandar di dinding, mungkin tubuhnya pun tidak dapat menahannya dan ia akan terjatuh ke lantai.     

Begitu Gu Qingqing bertanya begitu, tatapan mata Leng Sicheng langsung menjadi tajam dalam sekejap. Matanya menatap Gu Qingqing dengan tatapan kosong. Tubuhnya menegang dan bahkan genggaman tangannya di dalam saku juga mengerat, seolah-olah ia menggunakan tenaga seluruh tubuhnya untuk menatap senyuman Gu Qingqing yang santai dan dingin. Leng Sicheng rasanya sangat ingin menggali lubang untuk Gu Qingqing.     

Bagaimana bisa Gu Qingqing bertanya dengan begitu santai, begitu tenang, dan begitu alami? Dengan begitu… Gu Qingqing membuat Leng Sicheng menjadi hancur!     

"Gu Qingqing, kamu benar-benar sangat bagus. Sangat bagus..."     

Sebelum Leng Sicheng pergi, ia menatap Gu Qingqing dengan dalam. Kepalan tangannya di dalam saku bergerak naik dan turun beberapa kali. Leng Sicheng menahan amarah yang membuatnya ingin mencekik Gu Qingqing, kemudian ia buru-buru mendorong Gu Qingqing dan berbalik untuk turun ke bawah.     

Tubuh Gu Qingqing terdorong hingga seluruh tubuhnya menabrak dinding. Lalu, ia terjatuh ke lantai seakan tubuhnya kehabisan tenaga. Gu Qingqing hanya duduk di atas tangga lantai dua dan terus mendengar langkah kaki Leng Sicheng yang bergegas ke lorong.     

Leng Sicheng terdengar seperti menendang sesuatu sampai jatuh dan bergegas ke luar rumah. Ia menghidupkan mobilnya, lalu terdengar ban mobil yang bergesekan di tanah dan suara mesin berderu. Mobil Leng Sicheng perlahan menjauh dan menghilang di jalanan gunung.     

Setelah waktu yang lama, barulah Gu Qingqing berdiri dengan bertumpu pada dinding. Ia berjalan menuruni tangga selangkah demi selangkah sampai ke lorong. Lalu, ia melihat bahwa barang yang ditendang Leng Sicheng adalah tas belanjaannya.     

Di dalam tas belanja itu masih ada krim cukur yang Gu Qingqing beli untuk Leng Sicheng. Merek krem itu adalah merek yang biasa Leng Sicheng gunakan setiap hari. Harga sebotol kecil krim cukur impor ini saja hampir setengah dari seluruh total belanjaan Gu Qingqing.     

Pembantu mendengar suara ribut sehingga ia segera mengenakan pakaian dan bergegas keluar. Kemudian, ia mendapati Gu Qingqing yang terduduk sendirian di lorong dengan krim cukur di tangannya. Seluruh sosoknya tidak bergerak dan tampak seperti patung. Pembantu sedikit khawatir sehingga bertanya, "Nyonya... kenapa?"     

"Oh, tidak apa-apa."     

Gu Qingqing melemparkan krim cukur yang dipegangnya ke tempat sampah. Ia bertumpu pada dinding dan perlahan-lahan bangkit, lalu menepuk-nepuk debu di bawah celananya. Wajahnya tampak tenang, atau lebih tepatnya bisa dibilang datar tanpa ekspresi seperti sudah mati rasa. Gu Qingqing mengambil tas belanja itu, berbalik, dan berjalan menuju tangga.     

"Nyonya! Apakah Nyonya benar-benar baik-baik saja?" tanya pembantu yang masih sedikit khawatir melihat penampilan Gu Qingqing.     

Kali ini, Gu Qingqing tidak memiliki energi untuk menjawabnya. Ia terus berjalan kembali ke kamarnya, seperti hantu yang melayang tanpa jiwa.     

———     

Sepanjang malam, Gu Qingqing tidur dengan sangat tidak nyaman. Mimpinya begitu aneh. Ada banyak hal yang terjadi dan ada banyak fragmen yang hancur. Waktu berjalan dengan sangat cepat. Semua itu melayang di benaknya dalam sekejap.     

Saat Gu Qingqing mengalami momen yang paling menyesakkan dan paling menyakitkan dalam mampinya, sebuah angin sepoi-sepoi lewat. Bagaikan daun layu di padang pasir yang mencium kelembaban air hujan, Gu Qingqing menjadi lebih nyaman dalam sekejap.     

Apakah Leng Sicheng datang? Tidak. Bagaimana mungkin dia akan kembali? Bukankah dia pergi untuk menemani selingkuhannya? Bukankah dia.... tidak ingin membiarkanku mendekat? Bahkan menyentuhku pun membuatnya merasa jijik?     

Dalam mimpi, Gu Qingqing sedang menertawakan dirinya sendiri. Padahal, di kehidupan nyata, Leng Sicheng benar-benar berada di sisinya. Leng Sicheng menatap wajah Gu Qingqing yang sedikit mengernyit dan sedikit kekhawatiran melintas di mata pria itu. Ada beberapa perasaan mendalam yang tidak dapat diucapkan setiap kali ia menatap Gu Qingqing sejenak lebih lama.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.