TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

TAKDIR YANG KEMBALI TERHUBUNG



TAKDIR YANG KEMBALI TERHUBUNG

0  "T... Tuan, kau tak apa-apa? K... kau masih hidup? K... kau masih bernapas?" tanya Anqier dengan suara bergetarnya. Sekuat tenaga dia mencoba menahan luka yang ia dapatkan dari ledakan yang baru saja ia alami, untuk kemudian dia memeriksa napas, dan denyut nadi sosok yang baru saja jatuh dari langit.    
0

   Jujur, dia tak tahu siapa sosok yang ada di hadapannya itu. Sosok yang bahkan bisa jatuh dari langit seperti meteor. Yang Anqier tahu adalah, jika sosok itu bukanlah dari bangsa manusia. Ya, sosok di hadapannya ini bukanlah seorang manusia. Sebab, jika dia seorang manusia, dia pasti akan langsung mati jatuh dari langit dengan cara seperti itu.    

   Sementara Xie Liao Xuan berusaha sekuat tenaga untuk bergerak, setidaknya dia ingin memberi tanda kepada siapa pun yang saat ini tengah berada di dekatnya itu tahu, kalau dia masih hidup. Bisa saja dia menyembuhkan dirinya sendiri, tapi itu butuh waktu bertahun-tahun mengingat lukanya yang sangat parah. Pelan, Xie Liao Xuan mencoba membuka mata, samar-samar dia melihat sosok yang kini memandanginya dengan raut wajah khawatir. Mata Xie Liao Xuan tampak nanar, matanya langsung melebar, dan air mata itu langsung menetes di pipinya begitu saja. Wajah gadis itu, alis gadis itu, hidung gadis itu, bibir mungil gadis itu, dan tatapan mata gadis itu, semuanya seolah merenggut kewarasan Xie Liao Xuan dalam satu waktu. Dia tersenyum getir, benda yang ada di tangannya itu diremas kuat-kuat. Dan dia pun berbisik, "Anqier," sebelum dia kembali jatuh pingsan.    

   "T... Tuan?! Tuan! Apa kau mati? Tuan?!" Anqier tampak kalang kabut. Dia benar-benar tak tahu harus berbuat apa untuk membantu laki-laki yang ada di hadapannya ini.    

   Untuk kemudian, dia ingat, jika ayahnya sempat mengajarinya untuk meracik beberapa ramuan obat, dan lebih dari itu adalah, ayahnya memberikan dia satu botol sari abadi, di mana sari itu bisa menyembuhkan luka apa pun.    

   Anqier bersusah payah membawa laki-laki itu, memapahnya dengan tertatih untuk menuju pada pondok rahasia yang ia buat bersama dengan ayahnya dulu. Untuk kemudian, dia membaringkan laki-laki itu, segera dia kembali keluar untuk mencari beberapa tanaman herbal untuk mengobati luka yang diderita oleh laki-laki itu.    

   Bahkan, sampai petang datang, Anqier masih berkutat dengan api yang susah untuk menyala. Beberapa kali dia berusaha meniupnya. Setelah ramuan yang ia masak itu matang, dia lantas menaruhnya di sebuah mangkuk. Untuk kemudian dia beralih pada ramuan yang baru selesai ia tumbuk.    

   Sebelum dia memberikan ramuan-ramuan itu, tak lupa Anqier memberi setetes dari setiap ramuannya. Kemudian, dengan sangat hati-hati dia membuka pakaian laki-laki itu agar dadanya bisa tampak lebih lebar. Anqier ingin memastikan seberapa besar, dan dalam luka yang telah didapat oleh laki-laki itu sekarang.    

   "Tuan, aku tak tahu apa ramuan ini akan bekerja padamu. Tapi, percayalah, ramuan ini sangat manjur digunakan untuk manusia sepertiku," gumamnya. Menempelkan pelan-pelan ramuan itu di dada laki-laki itu, kemudian setelahnya dia membalut luka itu dengan kain dari pakaiannya. Setelah itu, Anqier mencoba memasukkan sedikit demi sedikit ramuan yang tadi direbus ke dalam mulut laki-laki itu, sampai ramuan itu habis.    

   Anqier agaknya tampak puas, semua upaya yang bisa ia lakukan telah ia lakukan untuk menolong laki-laki yang masih memejamkan matanya rapat-rapat itu. Untuk sesaat dia terdiam, memandangi laki-laki itu dengan seksama.    

   Dia tak akan pernah menyangka dalam seumur hidupnya, jika dia bisa melihat sosok yang memiliki wajah tampan luar biasa seperti laki-laki ini, bahkan semua yang melekat pada tubuhnya tak satu pun memiliki cacat. Anqier kemudian tersenyum sambil menepuk kedua pipinya. Sebenarnya, apa yang sedang dia pikirkan saat melihat laki-laki itu?    

   Dia kemudian beranjak, hendak pergi namun terhenti. Lalu, dia memutuskan untuk membuatkan bubur untuk laki-laki ini. Agar saat dia bangun nanti, dia bisa memakan sesuatu. Meski Anqier sendiri tak yakin, apakah laki-laki ini suka makan makanan manusia atau tidak.    

   "Anqier! Liu Anqier! Kau di mana?! Apa kau mendengarku, hah?! Liu Anqier! Kalau kau tak segera menjawab, aku benar-benar akan memukul bokongmu!"    

   Anqier langsung terjingkat, saat suara sahabatnya terdengar semakin jelas. Dia benar-benar bingung harus berbuat apa. Hingga akhirnya, dia menutup tubuh laki-laki itu dengan jerami. Kemudian, dia buru-buru keluar dari pondok, menutup pintunya dari depan, kemudian dia memaksakan seulas senyum kepada Yang Si Qi yang rupanya sudah ada di depannya.    

   "Apa?" tanya Yang Si Qi.    

   Dengan raut gugup, dan hati was-was Anqier memegang rapat-rapat gagang pintu itu. Dia tidak mau, kalau sampai sahabatnya tahu, jika dia menyembunyikan laki-laki di dalam pondok ini.    

   "A... Apa?" tanya Anqier dengan terbata.    

   Yang SI Qi lantas bersedekap, kemudian dia menarik sebelah alisnya. Mendadak terbata seperti ini benar-benar hal yang mencurigakan. Dia tahu Liu Anqier lebih dari siapa pun, bahkan dia tahu kapan sahabatnya itu berkata bohong atau pun jujur.    

   "Apa yang kau sembunyikan di dalam Anqier?" selidik Yang Si Qi. Dia ingin menerobos masuk, tapi Anqier langsung mendorong sahabatnya itu untuk menjauh dari pondok itu. Menarik tubuh Yang Si Qi dengan sekuat tenaga, membuat Yang Si Qi mau tak mau mengikuti langkahnya juga.    

   "Kau tahu Nona Yang, aku tak sedang menyembunyikan apa pun. Aku di sana karena aku sedang rindu dengan almarhum Ayah, tak lebih," jawab Anqier pada akhirnya.    

   Mendengar jawaban itu, dan melihat mimik wajah sahabatnya berubah sedih membuat Yang Si Qi pun ikut merasakan kesedihan yang sama. Biar bagaimanapun, dia tahu jika Anqier sangat dekat dengan ayahnya. Terlebih, sahabatnya ini mengetahui kematian ayahnya tepat di depan mata kepalanya sendiri.    

   "Sudah tiga bulan, benar-benar tak terasa jika kejadian itu sudah tiga bulan," gumam Yang Si Qi, sambil memeluk tubuh Anqier.    

   Anqier pun kembali menangis, kemudian dia mengangguk lemah menjawabi ucapan sahabatnya itu.    

  *****    

   Brak!!!    

   Ini adalah kali ke tiga, panglima perang kerajaan iblis—Jiang Kang Hua memukul meja yang ada di depannya. Untuk kemudian, dia meremas pedang yang sedari tadi dia bawa. Kemudian dia menoleh, saat melihat beberapa pasukan rahasia dari kerajaan iblis datang, mereka tampak berlutut tepat di hadapannya juga di hadapan Li Zeng Xi, yang sedari tadi tampak tenang membaca alkitab yang ada di tangannya.    

   "Bagaimana, apakah kalian menemukan sesuatu?" tanya penasehat Li Zeng Xi kepada para prajurit bayangan itu.    

   "Maaf, Tuan. Sampai saat ini kami tidak bisa menemukan keberadaan Yang Mulia Raja Xie Liao Xuan!"    

   "Bedebah!" kata Jiang Kang Hua. Dia langsung membanting arak yang ada di depannya, kemudian dia memandang ke arah para prajurit bayangan itu dengan emosi,    

   Namun, Li Zeng Xi bisa membaca situasi, dia langsung mengutus para prajurit itu pergi sebelum Jiang Kang Hua membunuh mereka secara membabi buta.    

   "Kenapa kau marah Panglima Jiang? Bukankah akar dari permasalahan ini dirimu sendiri? Jika kau becus dalam peperangan waktu itu, maka Raja kita tak akan turun tangan dan hilang seperti ini. Apa kau lupa, jika Raja kita saat itu sedang memulihkan kekuatannya? Dan kau memberi kesempatan kepada musuh untuk melukai Kaisar kita!"    

   "Diam kau, Penasehat Li! Aku tak butuh ceramahmu!" marah Jiang Kang Hua. Dia kemudian mengibaskan jubahnya, kemudian dia duduk, sambil menaruh pedang yang sedari tadi di bawanya dengan kasar.    

   Sementara Li Zeng Xi tampak menahan napasnya, otaknya berusaha untuk memikirkan cara bagaimana dia harus menemukan Sang Raja dengan cepat.    

   "Rahasiakan masalah ini dari semua orang. Cukup kita yang tahu rahasia jika Yang Mulia Raja telah menghilang...," kata Li Zeng Xi pada akhirnya, kemudian dia memandang tajam ke arah Jiang Kang Hua, seolah dia ingin menguliti panglima perang itu saat ini juga. "Sebelum jamuan perayaan bulan purnama ketiga, bagaimanapun caranya, kita harus menemukan Raja kita apa pun alasannya. Sebab kalau tidak, kerajaan iblis akan menemukan masa keruntuhannya saat itu juga."


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.