TAKDIR CINTA SANG RAJA IBLIS

Bertemu Musuh -Part 2



Bertemu Musuh -Part 2

0"Bahkan aku lebih baik mati, Pangeran Wu," geram Liu Anqier.     
0

Wu Chong Ye kembali terbahak. Bagaimana tidak, bahkan gadis tengik itu sudah berada dalam keadaan seperti ini pun dia masih saja keras kepala. Untuk kemudian, Wu Chong Ye kembali terbang hendak mendekati Liu Anqier dengan cepat tangannya yang hendak mencengkeram Liu Anqier langsung ditepis oleh Jiang Kang Hua.     

"Kau lagi!" kesal Wu Chong Ye. Berapa kali dia gagal mendekati Liu Anqier karena Jiang Kang Hua. Tapi, tidak untuk saat ini, dia akan melakukan berbagai cara untuk mendapatkan Liu Anqier apa pun itu risikonya.     

"Maafkan hamba, Pangeran Wu. Tapi, tidak seharusnya Anda melakukan ini kepada dayang Liu," kata Jiang Kang Hua. Dia langsung membuka jubahnya, kemudian dia pakaikan kepada Liu Anqier. Sesaat mata Jiang kang Hua dan Liu Anqier bertemu, Liu Anqier langsung menundukkan wajahnya. Jiang Kang Hua tampak diam, rahangnya mengeras. Setelah dia memakaikan jubahnya kepada Liu Anqier dia langsung berdiri di depan Liu Anqier seolah melindungi.     

"Pergilah, Panglima Jiang. Jangan pernah ganggu kesenanganku. Jika waktu itu aku mengalah karena kau menjadi penghalangku sekarang tidak lagi. Emo Shao Ye pergi bertapa, dan kamu tidak memiliki alasan untuk melindungi Dayang rendahan itu!" bentak Wu Chong Ye.     

"Maafkan hamba, Pangeran Wu. Akan tetapi keselamatan Dayang Liu adalah tugas hamba yang sangat berharga."     

"Bedebah, kau!"     

Wu Chong Ye langsung terbang menyerang Jiang Kang Hua, dan Jiang Kang Hua hanya bisa menghindar. Ini di istana, kalau dia mau selamat dia tidak harus melakukan pertarungan bodoh melawan Wu Chong Ye atau kalau tidak, dia akan mendapatkan hukuman terberat yang pernah ada.     

"Pangeran Wu,"     

"Berhenti dan berlututlah di depanku!" teriak Wu Chong Ye saat keduanya sekarang telah berada di depan perpustakaan istana.     

Liu Anqier agaknya tak terima jika Jiang Kang Hua sampai merendahkan diri hanya karenanya. Matanya terasa panas, melihat Jiang Kang Hua hendak berlutut. Dengan cepat dia langsung meraih lengan Jiang Kang Hua, sampai laki-laki itu menoleh kepadanya.     

"Hamba mohon, jangan lakukan itu. Jangan rendahkan dirimu sebagai Panglima perang di depan Pangeran Wu. Hamba yang melakukan salah, biarkan hamba saja yang berlutut di depannya. Panglima Jiang, jangan pernah melakukan hal itu,"     

Liu Anqier hendak melangkah, tapi langsung ditahan oleh Jiang Kang Hua. Jiang Kang Hua langsung berlutut di depan Wu Chong Ye pada akhirnya.     

"Pangeran Wu, hamba mohon. Ini bukan kesalahan Panglima Jiang. Apa yang Pangeran Wu inginkan akan hamba lakukan. Tapi jangan libatkan Panglima Jiang dalam masalah ini,"     

"Oh ya? Apa kau benar-benar serius dengan ucapanmu itu?" tanya Wu Chong Ye dengan rasa kemenangan luar biasa yang ada pada dirinya. Liu Anqier pun mengangguk. Dia tampak menghapus air matanya dengan kasar.     

"Dayang Liu, jangan bodoh! Emo Shao Ye akan murka dengan ini."     

"Dan hamba tidak mau kalau kamu direndahkan hanya demi hamba, Panglima Jiang."     

"Kemarilah, Dayang Liu. Kemari, mendekatlah kepadaku," kata Wu Chong Ye semangat. Liu Anqier pun akhirnya berjalan mendekati Wu Chong Ye. Kemudian dia berdiri di sisi Wu Chong ye. Tanpa pikir panjang, Wu Chong Ye langsung menarik tubuh Liu Anqier dalam dekapannya. Dia mengendus leher Liu Anqier dengan gairah yang membuncah.     

Jiang Kang Hua tampak tak terima dengan hal itu, tapi dia tak bisa berbuat apa pun sekarang ini.     

"Malam ini, kau harus menari untukku, Dayang Liu. Menari tanpa mengenakan apa pun dan melayaniku sampai aku merasa puas," katanya. Dia langsung menarik tangan Liu Anqier sampai sosok itu menghilang dari pandangan Jiang Kang Hua.     

"Tidak, aku harus mengatakan ini kepada Yang Mulia Raja,"     

Jiang kang Hua langsung bergegas mencari keberadaan Chen Liao Xuan. Sementara Chen Liao Xuan saat ini sedang bertemu dengan Kasim Agung. Keduanya tampak sedang duduk di aula agung dengan duduk saling berseberangan. Tatapan keduanya menajam, sesekali keduanya meminum arak yang telah dihidangkan oleh para dayang.     

"Tadi malam hamba mendengar kabar yang sangat mengejutkan. Untuk pertama kali dalam hidup putri kesayangan hamba, dia menangis. Air mata yang bahkan hamba sekalipun tidak akan pernah lakukan, karena kebahagiaannya akan hamba selalu jaga selamanya," Kasim Agung itu mulai berbicara.     

Chen Liao Xuan dengan mimik wajah datarnya, tampak diam. Dia enggan berbicara suatu apa pun. Sementara Li Zheng Xi hanya bisa harap-harap cemas karena takut akan kemarahan dari Kasim Agung itu.     

"Kasim Agung Cheng, aku sama sekali tidak ingin bertindak kasar atau apa pun kepada Selir Cheng. Sebab kau tahu sendiri, jika Selir Cheng adalah sosok yang begitu aku hormati dan sayangi. Kalau tidak, untuk apa dia mendapat julukan sebagai Selir kesayanganku, bukan…," sindir Chen Liao Xuan. "Hanya saja, apa yang dilakukannya semalam sudah melewati batas. Di tempat umum, dia berlaku seperti itu. Dia adalah seorang Selir dan putri dari bangsawan nomor satu di sini. Aku rasa, bukankah kau merasa malu dengan apa yang telah dilakukan putrimu? Aku mencoba untuk menegurnya dengan cara yang baik, agar dia tidak mempermalukan dirinya hanya karena seorang Dayang, dan hal itu juga hanya sebuah salah paham. Tapi, dia meragukanku sebagai suaminya, dan itu sangat melukai perasaanku sekali,"     

Mendengar hal itu, Kasim Agung agaknya kaget. Entah bagaimana, dan dari mana Chen Liao Xuan belajar bersilat lidah. Faktanya, setiap ucapan dari Chen Liao Xuan benar-benar membuatnya tak punya muka sekalipun.     

"Maafkan putri hamba, Yang Mulia. Putri hamba memang lahir dan besar dengan sangat manja. Dia sama sekali tidak pernah merasa kalah atau apa pun itu. Dia selalu mendapatkan apa pun yang dia inginkan, dan dia tidak menyukai jika miliknya menjadi orang lain. Jadi—"     

"Jadi, Selir Cheng juga harus sepatutnya ingat, Kasim Agung Cheng. Bahwa dia menikah dengan seorang Raja. Di mana Raja itu memiliki banyak Selir. Tidak mungkin sekali aku hanya tidur dengannya, dan memprioritaskannya di saat Selir yang lain merasa tidak aku pedulikan kan? Nanti yang ada mereka merasa iri, dan lapor dengan hal seperti ini juga kepada Ayah-Ayah mereka. Aku yang repot akan itu. Sama halnya kau ingat saat perayaan bulan merah beberapa waktu yang lalu. Ketika para Selir mempermalukanku di depan rakyatku. Apa kau tak berpikir jika itu ulah putrimu hanya karena dia ingin aku pilih untuk menemaniku malam itu? Padahal, aku sudah ingin memilihnya. Melihat itu aku takut pandangan Kasim lain akan berbeda. Itulah mengapa aku jadi memilih Selir Lim sebagai pemenangnya. Bukan tanpa sebab, karena aku melindunginya dari pikiran buruk rakyat terhadapnya. Karena aku menyayanginya,"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.